Kebakaran di TPA Sarimukti

Ratusan Pemulung Sarimukti 4 Hari Tak Dapat Jatah Makan padahal Dapur Umum Siapkan 1500 Porsi/Hari

Ratusan pemulung itu membutuhkan bantuan makanan karena tak bisa lagi memulung sejak  TPA Sarimukti terbakar, tiga pekan lalu.

Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Ravianto
Tribun Jabar/Hilman Kamaludin
Suasana di Kampung Ciherang atau Kampung Pemulung di Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rabu (6/9/2023). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG BARAT - Ratusan pemulung di Kampung Ciherang, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB), tidak mendapat makanan dan sembako dari pemerintah selama empat hari.

Padahal mereka sangat membutuhkan bantuan tersebut karena selama TPA Sarimukti terbakar 19 hari, para pemulung yang tinggal di rumah bedeng itu sudah tidak bisa bekerja.

Mereka dilarang memilah sampah yang bisa dijual.

Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) akan melakukan pengecekan terkait adanya ratusan pemulung di Kampung Ciherang, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat yang tidak mendapatkan jatah makanan selama 4 hari.

Ratusan pemulung itu membutuhkan bantuan makanan karena tak bisa lagi memulung sejak  TPA Sarimukti terbakar, tiga pekan lalu.

Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik pada Diskominfotik KBB, Taufik Kurnaefi mengatakan, terkait bantuan makanan untuk warga yang terdampak kebakaran TPA Sarimukti seperti pemulung hingga kini masih tetap berjalan.

Petugas membuat jalan baru di TPA Sarimukti dengan cara membelah gunungan sampah di Cipatat KBB, Rabu (6/9/2023).
Petugas membuat jalan baru di TPA Sarimukti dengan cara membelah gunungan sampah di Cipatat KBB, Rabu (6/9/2023). (TRIBUNJABAR.ID/HILMAN KAMALUDIN)

"Namun kami akan melakukan kroscek ke lapangan, bisa saja terlewat (ada yang belum mendapat)," ujarnya saat dihubungi, Kamis (7/9).

Setiap harinya, kata Taufik, dapur Umum Tagana yang didirikan oleh Dinas Sosial KBB masih tetap menyiapkan makanan sebanyak 1.500 porsi dengan masing-masing 500 porsi untuk pagi, siang, dan malam hari.

"Untuk makan pagi disiapkan 500 porsi, begitupun siang dan malam dengan jumlah porsi yang sama. Sehingga totalnya mencapai 1.500 porsi makanan yang diberikan kepada warga terdampak kebakaran," katanya.

Baca juga: Pemda Bandung Barat Akan Cek Ratusan Pemulung di TPA Sarimukti yang Tak Dapat Makanan 4 Hari

Taufik mengatakan, untuk memasak 1.500 porsi per hari itu melibatkan 32 anggota Tagana KBB, lalu makanan tersebut disalurkan kepada warga yang terdampak dan petugas dan relawan penanganan bencana kebakaran TPA Sarimukti.

"Petugas Tagana KBB melaksanakan kegiatan dapur umum dari mulai belanja, persiapan, pengolahan, pendistribusian untuk tiga kali makan," ucap Taufik.

Sebelumnya, seorang pemulung, Oom Komalasari (52) mengatakan, selama TPA Sarimukti kebakaran, pemulung biasanya mendapat jatah makanan berupa nasi, mi instan, dan sembako.

Namun, kini bantuan itu sudah tidak ada lagi.

"Bantuan (makanan) sudah empat hari enggak ada dan sudah tidak ada konfirmasi apa-apa lagi kalau masalah bantuan. Tapi kami enggak bisa mulung lagi, katanya sampai 11 September," ujarnya saat ditemui di Kampung Ciherang.

Ia mengatakan, di Kampung Ciherang atau biasa disebut kampung pemulung itu ada 65 KK dengan total 273 jiwa. Selama empat hari itu mereka sama tidak mendapat bantuan makanan yang biasanya dipasok dari dapur umum.

Pengakuan Pemulung

Ratusan pemulung di Kampung Ciherang, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB), tidak mendapat makanan dan sembako dari pemerintah selama empat hari.

Padahal mereka sangat membutuhkan bantuan tersebut karena selama TPA Sarimukti terbakar 19 hari, para pemulung yang tinggal di rumah bedeng itu sudah tidak bisa bekerja.

Mereka dilarang memilah sampah yang bisa dijual.

Seorang pemulung, Oom Komalasari (52), mengatakan, selama TPA Sarimukti terbakar, pemulung biasanya mendapat jatah makanan berupa nasi, mi instan, dan sembako. Namun bantuan itu sudah tidak ada lagi.

"Bantuan (makanan) sudah empat hari enggak ada dan sudah tidak ada konfirmasi apa-apa lagi kalau masalah bantuan. Tapi kami enggak bisa mulung lagi, katanya sampai 11 September," ujar Oom Komalasari saat ditemui di Kampung Ciherang, Rabu (6/9/2023).

Ia mengatakan, di Kampung Ciherang atau biasa disebut kampung pemulung itu ada 65 kepala keluarga dengan total 273 jiwa. Mereka sama tidak mendapat bantuan makanan yang biasanya dipasok dari dapur umum.

"Biasanya ada bantuan juga dari para relawan, kalau sekarang enggak ada juga. Jadi sekarang, kami hanya mengandalkan stok yang dikasih dari yayasan, itu juga kebanyakan makanan anak-anak," kata Oom.

Kendati demikian, dia dan para pemulung yang lainnya akan tetap bertahan di rumah bedeng. Mereka tidak akan pulang ke kampung halamannya seperti Gununghalu, Garut, Banten, Cianjur, dan Sukabumi.

"Kalau pulang pun mau apa, kerjaan enggak punya terus makan dari mana. Sedangkan keluarga tetap saja kan pengin makan, jadi banyak yang pengin bertahan di sini," ucapnya.

Pemulung lainnya, Wiwi (56), mengatakan, dia dan para pemulung lainnya harus mencari donasi dari aparat kewilayahan agar mendapat bantuan selama belum bisa memulung.

"Selama kami belum dapat donasi paling saling bantu. Jadi kalau yang masih ada stok makanan dikasih gitu. Sekarang kondisinya sudah darurat butuh bantuan, apalagi waktu boleh memulung belum jelas juga," kata Wiwi.

Kepala Dinas Sosial KBB, Ridwan Abdullah Putra, mengatakan, terkait bantuan makanan dan sembako untuk para pemulung di Kampung Ciherang itu hingga saat ini masih tetap disalurkan. Namun jika masih ada yang belum menerima akan dilakukan pengecekan.

"Untuk bantuan masih (disalurkan). Dapur umum dan posko juga masih ada di lokasi," ucap Ridwan. (*

 

 

(hilman kamaludin)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved