Kisah Mitra Dago: Menolak Pasrah Pada Sampah
Gerakan ramah melawan sampah yang digiatkan warga Mitra Dago beberapa tahun terakhir, bersambut gayung dengan pihak-pihak yang mendukung.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Sosialisasi dilakukan secara konsisten. Tak cuma warga, petugas kebersihan pun, tak luput dari edukasi.
“Kenapa petugas kebersihan penting, karena mereka yang akan pengambilan sampahnya,” katanya.
Mulanya, hanya 43?ri 188 Kepala Keluarga (KK) di lima RT yang langsung tertarik mengikuti pemilahan sampah. Jumlah ini, jauh di atas ekspektasi Fentiani.
“Awalnya memprediksi paling 35 KK saja yang ikut,” ucapnya.
Agustus 2023 TPA Sarimukti kebakaran, berdampak pada penumpukan sampah hampir diseluruh TPS. Peristiwa itu menjadi momentum bagi Fentiani menyakinkan warga melakukan pemilahan sampah.
“Kami datangi warga yang sampahnya menumpuk dan menimbulkan bau. Alhamdulillahnya, warga mau dan tingkat kepesertaan meningkat jadi 93 % . Ketika pembatasan sampah kembali berlaku pada Mei 2024, tingkat kepesertaan sudah mencapai 100 % ,” ucapnya.
Mulai saat itu, sistem pengangkutan sampah di Mitra Dago berubah. Petugas akan mengangkut sampah sesuai jenisnya. Senin pukul 07.00-08.30 WIB pengambilan sampah organik. Pukul 09.30-11.30 WIB sampah anorganik.
“Rabu pukul 07.00-09.30 WIB sampah residu dan organik. Kamis pukul 07.00-09.30 WIB sampah anorganik. Sabtu pukul 07.00-08.30 WIB sampah organik. Dan setiap tanggal 15 jadwal pengambilan sampah jelantah,” katanya.
Ikhtiar warga Mitra Dago melawan sampah berhasil, 2,8 ton sampah organik diolah menjadi kompos dan 558 kilogram sampah non-organik, disetor ke bank sampah setiap bulannya.
“Komposnya digunakan untuk menyuburkan tanaman, karena hampir disetiap pekarangan warga ditanami pohon produktif,” katanya.
Kini, saat Zona 4 di TPA Sarimukti overload dan pembuangan sampah kembali dibatasi, warga Mitra Dago tidak merasakan masalah berarti.
Salah satu warga Mitra Dago, Niken Diana Habsari merasakan betul perubahan lingkungan dari manfaat memilah sampah.
“Sampah residu saya jadi berkurang, kemudian sampah jadi tidak bau, karena sudah dipisahkan dan saya juga senang jadi ikut menjaga lingkungan,” ujar Niken.
Partisipasi menjadi Kunci
Pendamping RW 11 Mitra Dago, dari Kelurahan Antapani Wetan, Samsul mengatakan, kunci sukses pengolahan sampah adalah partisipasi warga. Sebab, banyak RW lain yang memiliki fasilitas dan dana untuk mengolah sampah, tetap tidak berjalan karena kurang partisipasi masyarakat.
“Partisipasi warga di Mitra Dago sudah bisa dikatakan 100 % kalaupun ada satu dua yang enggak, karena ada pergantian penghuni dan sebagainya, di RW lain paling besar hanya 70 % partisipasinya,” ujar Samsul.
Samsul mengaku turut membersamai perjuangan warga Mitra Dago mengelola sampah di lingkungannya.
“Dari Maret 2023 kita edukasi bareng-bareng sama kader lingkungan di situ dan terus dipantau secara berkala, sampai akhirnya sekarang sudah konsisten,” katanya.
Mitra Dago kini menjadi percontohan, bagaimana kesadaran kolektif warga melakukan pemilahan, berdampak nyata bagi lingkungan.
“Alhamdulillah menjadi percontohan untuk RW-RW lain, khususnya di Kelurahan Antapani wetan,” katanya.
Di Kota Bandung, terdapat 1.597 RW. Dari jumlah itu, baru 400 RW yang benar-benar menerapkan prinsip pengelolaan sampah dengan baik.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan mengatakan, tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah bukan pada pengadaan alat atau teknologinya, tapi partisipasi masyarakat.
"Partisipasi masyarakat soal sampah itu masih sangat rendah," ujar Farhan.
Padahal, kata Farhan, grand desain solusi mengatasi sampah Kota Bandung saat ini adalah 30 persen sampah harus selesai di RW.
“Mau tidak mau, kita harus memastikan 1.197 RW itu bisa mengolah sampah organik di wilayahnya masing-masing," ucapnya.
Pendidikan, Kesehatan dan Wirausaha
Sukses dengan pengolahan sampah lingkungan, Mitra Dago kini tengah mengembangkan potensi lain di bidang pendidikan hingga kewirausahaan.
Di bidang pendidikan, saban hari Fentiani dan pengurus Mitra Dago sibuk menerima kunjungan dari berbagai kalangan, mulai dari komunitas lingkungan, mahasiswa, pelajar SMA hingga delegasi luar negeri.
Mereka datang untuk melihat secara langsung bagaimana warga di Mitra Dago menjalankan praktik pemilahan sampah hingga pemanfaatannya untuk lingkungan.
“Kunjungan ada dari perumahan lain, Agustus kemari ada dari Malaysia sama mahasiswa PhD dari Swiss. Kadang kami yang diundang untuk edukasi ke wilayah lain,” kata Fentiani.
Di bidang wirausaha, Mitra Dago mendirikan Toko Hejo (Kojo), sebuah praktik belanja tanpa kemasan secara online, sebagai bagian dari
aktivitas zero waste lifestyle dalam memotong rantai sampah plastik. Melalui Kojo, pembeli dapat melakukan pemesanan secara online melalui whatsapp group.
“Jadi, warga tinggal menitipkan wadah kosong di satu titik. Petugas akan mengisi wadah sesuai pesanan. Warga bisa membeli beras, minyak, telur, deterjen, sabun, hingga bumbu dapur dalam jumlah kecil. Pemesanan dibuka setiap Senin dan distribusi setiap Rabu,” ucapnya.
Kegiatan Zero Waste lifestyle warga Mitra Dago pun berhasil mencegah 2.390 sampah sachet dalam lima bulan pertama kegiatan Kojo.
“Edukasi menjadi kunci, berbagai media digunakan untuk menyasar seluruh warga termasuk melalui permainan sederhana seperti Zero Waste memory game, warga diajarkan tentang lingkungan dengan cara menyenangkan dan mudah dipahami,” ucap Fentiani.
Dikukuhkan sebagai Kampung Berseri Astra
Gerakan ramah melawan sampah yang digiatkan warga Mitra Dago beberapa tahun terakhir, bersambut gayung dengan pihak-pihak yang mendukung.
Salah satunya, PT Astra Internasional Tbk. Melalui program CSR-nya, perusahaan yang bergerak di bidang otomotif ini mengukuhkan Mitra Dago sebagai Kampung Berseri Astra. Sebuah program pendampingan yang sudah digalakkan di banyak tempat di Indonesia.
Dengan pengukuhan ini, warga Mitra Dago mendapatkan pendampingan, pelatihan dan bantuan dana untuk mendukung pengembangan kegiatan. Warga Mitra Dago seolah mendapat partner dalam pergerakan.
“Banyak ilmu baru sejak bergabung Kampung Berseri Astra, karena ada kelas-kelasnya dan pendampingan,” kata Fentiani.
Berkat pengukuhan ini, sejumlah bantuan fasilitas pun digelontorkan. Warga Mitra Dago kini memiliki rumah kompos, tempat pengolahan sampah organik komunal dengan sistem open windrow. Bangunan permanen memanjang sekitar lima meter itu, ditata apik agar tetap estetik.
Terdapat pula lima buah bata terawang dan sejumlah lubang biopori besar. Tak cuma itu, warga pun melakukan penghematan air tanah dengan menampung air hujan menggunakan pipa yang dialirkan dari atap rumah kompos ke tandon air kapasitas 520 liter.
“Tahun ini kami mendapat bantuan dana dan dipakai untuk pembangunan penampungan air hujan sama tempat penampungan kompos, kalau yang rumah komposnya pakai dari uang hadiah lain,” ucap Fentiani.
| Pengelolaan Sampah Terintegrasi di Waduk Saguling Berdayakan Ekonomi Ribuan Warga |
|
|---|
| Realisasi Investasi di Kota Bandung Melampaui Target, Tahun Ini Tembus Rp 10 Triliun |
|
|---|
| Banyak Genangan Saat Musim Hujan di Bandung, Dinkes Waspadai Peningkatan Kasus DBD |
|
|---|
| Penertiban Parkir Liar di Bandung Ditingkatkan pada Akhir Pekan, Biaya Derek Rp245 Ribu-Rp1,05 Juta |
|
|---|
| Jumlah SDM Tidak Ideal, Damkar Kota Bandung hanya Punya 278 Personel dan 54 Armada |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Warga-Mitra-Dago-Peduli-Nyaah-ka-B.jpg)