Kisah Mitra Dago: Menolak Pasrah Pada Sampah
Gerakan ramah melawan sampah yang digiatkan warga Mitra Dago beberapa tahun terakhir, bersambut gayung dengan pihak-pihak yang mendukung.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Peristiwa ledakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi pada 21 Februari 2005, merupakan pengingat bahwa sampah dapat menjadi mesin pembunuh yang merenggut lebih dari 100 nyawa.
Tragedi Leuwigajah menjadi salah satu peristiwa paling mematikan kedua di dunia, setelah TPA Payatas, Quezon City, Filipina, pada 10 Juli 2000 yang menewaskan sekitar 200 orang.
Mantan Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija dalam bukunya berjudul “Tragedi Leuwigajah” menuliskan ada 157 jasad yang berhasil ditemukan selama 15 hari evakuasi, diduga masih ada ratusan lainnya dalam status hilang.
Setahun kemudian, TPA Leuwigajah resmi ditutup. Daerah Bandung Raya mulai kewalahan mengatasi timbulan sampah setiap harinya, terutama Kota Bandung. Bahkan, Ibu Kota Provinsi Jawa Barat ini, sempat dijuluki 'Bandung Lautan Sampah'.
Dua dekade berlalu, sampah masih menjadi masalah bagi Kota berjuluk Paris Van Java. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, total produksi sampah mencapai 1.500 ton setiap harinya, dari luasan wilayah 167,31 km⊃2;.
Berdasarkan komposisinya, Kota Bandung menghasilkan sampah makanan 44,51 persen, plastik 16,70 % , kertas/karton 13,12 % , tekstil 4,75 % , logam 0,90 % , kaca 1,97 % , dan sampah lainnya 5,94 % .
Kota Bandung sendiri saat ini memiliki 263 tempat penampungan sementara (TPS), terdiri dari 136 unit titik kumpul, 61 unit TPS bangunan, 49 unit TPS kontainer, dan 17 unit tempat pengolahan sampah terpadu reduce, reuse, recycle (TPST-3R).
Dari 1.500 ton sampah per hari itu, 1.200 ton dibuang ke TPA Sarimukti, berbagi tempat dengan Kota Cimahi 119,16 ton, Kabupaten Bandung 280,37 ton, dan Kabupaten Bandung Barat 119,16 ton per hari.
Pada Agustus 2025, Zona 4 di TPA Sarimukti mulai overload. Pemprov Jawa Barat kemudian mengeluarkan surat edaran (SE) yang mengatur ulang kuota pembuangan sampah Kabupaten/Kota ke TPA Sarimukti.
Kota Bandung yang awalnya mendapat jatah 1.200 ton sampah, kini hanya 981 ton berkurang 219 ton, per hari. 160 ton sampah dikelola dengan sejumlah metode seperti kompos, maggot hingga insinerator. Sisanya, 359 ton sampah belum tertangani setiap harinya, berdampak pada penumpukan sampah di sejumlah TPS.
Di TPS Ciwastra misalnya, tumpukan sampah menumpuk hingga menimbulkan bau tak sedap. Mayoritas sampah di TPS tersebut merupakan sampah makanan yang cepat membusuk.
Beberapa warga yang melintas TPS, refleks menutup hidung, bahkan ada yang berlari kecil berusaha menjauh, dari bau tak sedap yang terus menguar dari gundukan sampah.
Pemandangan serupa terjadi di TPS Pasteur, Jalan Dakota. Di sana, sampah sempat menumpuk hingga tiga meter, membuat warga yang melintas khawatir ada longsoran sampah.
“Sampahnya seminggu cuma dua kali diangkutnya, jadi ada penumpukan," ujar Iwan, salah satu warga yang melintas, Kamis (13/11/2025).
Pun demikian di TPS Antapani. Roda pengangkut sampah dari beberapa rukun warga (RW) nampak belum dipindahkan ke truk pengangkut. Bahkan, sampah yang sudah beberapa hari nampak dibiarkan berserakan.
“Bau banget, apalagi sekarang musim hujan jadi lebih terasa banget baunya," ujar Rizal, salah satu warga Antapani.
Berjarak sekitar 750 meter dari TPS Antapani yang dipenuhi tumpukan sampah, sebuah perumahan elit bernama Mitra Dago Parahyangan justru tampak terawat, tidak terlihat jejak penumpukan sampah yang belum terangkut.
Perumahan yang sudah berdiri sejak 1997 itu, dihuni beragam profesi seperti pengusaha, Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dokter hingga Wakil Gubernur Jabar, Erwan Setiawan memiliki rumah di kawasan tersebut.
Jalan setiap bloknya bersih, di beberapa sudut pekarangan rumah warga tumbuh tanaman sayuran kangkung, pakcoy, cabai hingga tomat.
Di ujung perumahan, sebuah bangunan sederhana berukuran 3x5 meter persegi, menjadi titik keramaian siang itu, Sabtu 15 November 2025.
Beberapa siswa SMA, bersama ibu-ibu duduk melingkar, menyimak penjelasan seorang perempuan berjilbab hitam yang berdiri di depan mereka.
Suaranya terdengar lembut, namun tegas. Sesekali diselingi gerakan tangan, memberikan penekanan agar lebih jelas.
Dialah Fentiani Atmawinata (59), Ketua Mitra Dago Peduli Nyaah ka Bumi. Sebuah kelompok swadaya di RW 11, Kelurahan Antapani Wetan, Kecamatan Antapani, Kota Bandung.
“Kalau peduli lingkungan, maka kita akan mewariskan bumi yang bersih untuk keturunan kita,” ucap Fentiani, membuka obrolan bersama Tribun Jabar di Posko Mitra Dago Peduli Nyaah ka Bumi.
Keresahan Melahirkan Kesadaran Kolektif
Mitra Dago Peduli Nyaah ka Bumi yang berarti sayang terhadap bumi, lahir dari keresahan warga terhadap sampah di lingkungan perumahan.
Fentiani menginisiasi gerakan memilah sampah di perumahan elit itu pada 2018, dengan melakukan pemilahan sampah dari rumah secara mandiri.
“Awalnya membuat empat lubang biopori di pekarangan rumah. Sampah organik dipotong kecil-kecil, dimasukkan, ditutup daun kering,” ujar Fentiani.
Langkah sederhana berdampak nyata. Ketika Lebaran tiba, warga di perumahannya mengeluh bau karena sampah terlambat terangkut, Fentiani justru tidak mencium apa-apa. Semua sampah organik terurai di lubang biopori, kembali ke bumi secara alami.
“Saat itu saya berpikir, bagaimana kalau semua warga melakukan hal yang sama? Pekarangan rumah di sini relatif luas, cukup untuk mengolah sampah organik,” katanya.
Setelah pensiun dari perusahaan plat merah, Fentiani memiliki waktu lebih luang untuk berjejaring dalam pengolahan sampah.
Kebiasaan baiknya dalam mengolah sampah, Fentiani tularkan ke tetangga di lingkungan rumahnya dengan membuat grup Whatsapp bernama ‘Zero Waste Lovers’ beranggotakan 28 orang.
“Melalui grup itu, kami saling bertukar pengalaman, misalnya mengapa kompos terlalu basah, terlalu kering, ada ulat, dan sebagainya,”katanya.
“Di luar grup, setiap ada kumpulan saya sisipkan obrolan soal sampah, di arisan atau pengajian,” tambahnya.
Gerakannya alon tapi kelakon. Gerakan yang membutuhkan waktu dan tenaga ekstra. Butuh jiwa lebih besar dalam menerima setiap penolakan, tapi tetap dijalani karena berasas kolaborasi.
Pada 2020, tekad Fentiani semakin mantap mengajak seluruh warga RW 11 Mitra Dago mengelola sampah secara mandiri. Prinsipnya satu, jangan ada sampah yang ke luar dari perumahan, kecuali residu.
Setiap ada pergantian pengurus RW, Fentiani getol mengajukan konsep pengolahan sampah yang digagasnya.
“Sudah tiga kali saya ajukan konsep pengolahan sampah ke pengurus RW, tapi ditolak,” katanya.
Lingkungan yang terlihat bersih, membuat warga merasa tak ada masalah. Sampah dianggap lenyap, begitu truk datang mengangkut.
Puncaknya, 2023 ketika kepengurusan RW berganti, konsep people, process, technology yang sudah disusunnya diterima, dan mulai diterapkan.
Penerapan konsep pertama, people; dilakukan dengan edukasi kepada pengurus RW, RT dan petugas kebersihan.
“Process Plan–do–check–action. Edukasi maraton dari Senin sampai akhir pekan, komunikasi intens di setiap pertemuan warga,” katanya.
Technology, berarti sistem pemilihannya yakni organik, non-organik dan residu. Sampah organik, diolah menjadi kompos, non-organik disetorkan ke bank sampah dan residu dibuang ke TPS.
Lebih dari sebatas sosialisasi, Fentiani bersama anggota grup ‘Zero Waste Lovers’, terjun dengan membawa tempat pemilahan, seperti ember untuk sampah organik, anorganik dan residu.
“Jadi, tidak cuma sosialisasi bagaimana pemilihannya, tapi kami sediakan tempatnya juga,” ucapnya.
Sosialisasi dilakukan secara konsisten. Tak cuma warga, petugas kebersihan pun, tak luput dari edukasi.
“Kenapa petugas kebersihan penting, karena mereka yang akan pengambilan sampahnya,” katanya.
Mulanya, hanya 43?ri 188 Kepala Keluarga (KK) di lima RT yang langsung tertarik mengikuti pemilahan sampah. Jumlah ini, jauh di atas ekspektasi Fentiani.
“Awalnya memprediksi paling 35 KK saja yang ikut,” ucapnya.
Agustus 2023 TPA Sarimukti kebakaran, berdampak pada penumpukan sampah hampir diseluruh TPS. Peristiwa itu menjadi momentum bagi Fentiani menyakinkan warga melakukan pemilahan sampah.
“Kami datangi warga yang sampahnya menumpuk dan menimbulkan bau. Alhamdulillahnya, warga mau dan tingkat kepesertaan meningkat jadi 93 % . Ketika pembatasan sampah kembali berlaku pada Mei 2024, tingkat kepesertaan sudah mencapai 100 % ,” ucapnya.
Mulai saat itu, sistem pengangkutan sampah di Mitra Dago berubah. Petugas akan mengangkut sampah sesuai jenisnya. Senin pukul 07.00-08.30 WIB pengambilan sampah organik. Pukul 09.30-11.30 WIB sampah anorganik.
“Rabu pukul 07.00-09.30 WIB sampah residu dan organik. Kamis pukul 07.00-09.30 WIB sampah anorganik. Sabtu pukul 07.00-08.30 WIB sampah organik. Dan setiap tanggal 15 jadwal pengambilan sampah jelantah,” katanya.
Ikhtiar warga Mitra Dago melawan sampah berhasil, 2,8 ton sampah organik diolah menjadi kompos dan 558 kilogram sampah non-organik, disetor ke bank sampah setiap bulannya.
“Komposnya digunakan untuk menyuburkan tanaman, karena hampir disetiap pekarangan warga ditanami pohon produktif,” katanya.
Kini, saat Zona 4 di TPA Sarimukti overload dan pembuangan sampah kembali dibatasi, warga Mitra Dago tidak merasakan masalah berarti.
Salah satu warga Mitra Dago, Niken Diana Habsari merasakan betul perubahan lingkungan dari manfaat memilah sampah.
“Sampah residu saya jadi berkurang, kemudian sampah jadi tidak bau, karena sudah dipisahkan dan saya juga senang jadi ikut menjaga lingkungan,” ujar Niken.
Partisipasi menjadi Kunci
Pendamping RW 11 Mitra Dago, dari Kelurahan Antapani Wetan, Samsul mengatakan, kunci sukses pengolahan sampah adalah partisipasi warga. Sebab, banyak RW lain yang memiliki fasilitas dan dana untuk mengolah sampah, tetap tidak berjalan karena kurang partisipasi masyarakat.
“Partisipasi warga di Mitra Dago sudah bisa dikatakan 100 % kalaupun ada satu dua yang enggak, karena ada pergantian penghuni dan sebagainya, di RW lain paling besar hanya 70 % partisipasinya,” ujar Samsul.
Samsul mengaku turut membersamai perjuangan warga Mitra Dago mengelola sampah di lingkungannya.
“Dari Maret 2023 kita edukasi bareng-bareng sama kader lingkungan di situ dan terus dipantau secara berkala, sampai akhirnya sekarang sudah konsisten,” katanya.
Mitra Dago kini menjadi percontohan, bagaimana kesadaran kolektif warga melakukan pemilahan, berdampak nyata bagi lingkungan.
“Alhamdulillah menjadi percontohan untuk RW-RW lain, khususnya di Kelurahan Antapani wetan,” katanya.
Di Kota Bandung, terdapat 1.597 RW. Dari jumlah itu, baru 400 RW yang benar-benar menerapkan prinsip pengelolaan sampah dengan baik.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan mengatakan, tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah bukan pada pengadaan alat atau teknologinya, tapi partisipasi masyarakat.
"Partisipasi masyarakat soal sampah itu masih sangat rendah," ujar Farhan.
Padahal, kata Farhan, grand desain solusi mengatasi sampah Kota Bandung saat ini adalah 30 persen sampah harus selesai di RW.
“Mau tidak mau, kita harus memastikan 1.197 RW itu bisa mengolah sampah organik di wilayahnya masing-masing," ucapnya.
Pendidikan, Kesehatan dan Wirausaha
Sukses dengan pengolahan sampah lingkungan, Mitra Dago kini tengah mengembangkan potensi lain di bidang pendidikan hingga kewirausahaan.
Di bidang pendidikan, saban hari Fentiani dan pengurus Mitra Dago sibuk menerima kunjungan dari berbagai kalangan, mulai dari komunitas lingkungan, mahasiswa, pelajar SMA hingga delegasi luar negeri.
Mereka datang untuk melihat secara langsung bagaimana warga di Mitra Dago menjalankan praktik pemilahan sampah hingga pemanfaatannya untuk lingkungan.
“Kunjungan ada dari perumahan lain, Agustus kemari ada dari Malaysia sama mahasiswa PhD dari Swiss. Kadang kami yang diundang untuk edukasi ke wilayah lain,” kata Fentiani.
Di bidang wirausaha, Mitra Dago mendirikan Toko Hejo (Kojo), sebuah praktik belanja tanpa kemasan secara online, sebagai bagian dari
aktivitas zero waste lifestyle dalam memotong rantai sampah plastik. Melalui Kojo, pembeli dapat melakukan pemesanan secara online melalui whatsapp group.
“Jadi, warga tinggal menitipkan wadah kosong di satu titik. Petugas akan mengisi wadah sesuai pesanan. Warga bisa membeli beras, minyak, telur, deterjen, sabun, hingga bumbu dapur dalam jumlah kecil. Pemesanan dibuka setiap Senin dan distribusi setiap Rabu,” ucapnya.
Kegiatan Zero Waste lifestyle warga Mitra Dago pun berhasil mencegah 2.390 sampah sachet dalam lima bulan pertama kegiatan Kojo.
“Edukasi menjadi kunci, berbagai media digunakan untuk menyasar seluruh warga termasuk melalui permainan sederhana seperti Zero Waste memory game, warga diajarkan tentang lingkungan dengan cara menyenangkan dan mudah dipahami,” ucap Fentiani.
Dikukuhkan sebagai Kampung Berseri Astra
Gerakan ramah melawan sampah yang digiatkan warga Mitra Dago beberapa tahun terakhir, bersambut gayung dengan pihak-pihak yang mendukung.
Salah satunya, PT Astra Internasional Tbk. Melalui program CSR-nya, perusahaan yang bergerak di bidang otomotif ini mengukuhkan Mitra Dago sebagai Kampung Berseri Astra. Sebuah program pendampingan yang sudah digalakkan di banyak tempat di Indonesia.
Dengan pengukuhan ini, warga Mitra Dago mendapatkan pendampingan, pelatihan dan bantuan dana untuk mendukung pengembangan kegiatan. Warga Mitra Dago seolah mendapat partner dalam pergerakan.
“Banyak ilmu baru sejak bergabung Kampung Berseri Astra, karena ada kelas-kelasnya dan pendampingan,” kata Fentiani.
Berkat pengukuhan ini, sejumlah bantuan fasilitas pun digelontorkan. Warga Mitra Dago kini memiliki rumah kompos, tempat pengolahan sampah organik komunal dengan sistem open windrow. Bangunan permanen memanjang sekitar lima meter itu, ditata apik agar tetap estetik.
Terdapat pula lima buah bata terawang dan sejumlah lubang biopori besar. Tak cuma itu, warga pun melakukan penghematan air tanah dengan menampung air hujan menggunakan pipa yang dialirkan dari atap rumah kompos ke tandon air kapasitas 520 liter.
“Tahun ini kami mendapat bantuan dana dan dipakai untuk pembangunan penampungan air hujan sama tempat penampungan kompos, kalau yang rumah komposnya pakai dari uang hadiah lain,” ucap Fentiani.
| Pengelolaan Sampah Terintegrasi di Waduk Saguling Berdayakan Ekonomi Ribuan Warga |
|
|---|
| Realisasi Investasi di Kota Bandung Melampaui Target, Tahun Ini Tembus Rp 10 Triliun |
|
|---|
| Banyak Genangan Saat Musim Hujan di Bandung, Dinkes Waspadai Peningkatan Kasus DBD |
|
|---|
| Penertiban Parkir Liar di Bandung Ditingkatkan pada Akhir Pekan, Biaya Derek Rp245 Ribu-Rp1,05 Juta |
|
|---|
| Jumlah SDM Tidak Ideal, Damkar Kota Bandung hanya Punya 278 Personel dan 54 Armada |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Warga-Mitra-Dago-Peduli-Nyaah-ka-B.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.