Skema Cicilan Pajak Kendaraan Dorong Kepatuhan Membayar? Begini Kata Pengamat

Skema pembayaran PKB roda dua maupun roda empat dan SWDKLLJ dengan sistem cicilan melalui aplikasi T-Samsat dinilai menjadi solusi yang baik.

Penulis: Nappisah | Editor: Giri
dokumen pribadi
PENGAMAT ekonomi dari Universitas Islam Nusantara (Uninus), Mochammad Rizaldy Insan Baihaqqy, menyebut pembayaran pajak kendaraan bermotor bisa dicicil merupakan inovasi yang baik. 

“Jika tidak dikelola dengan baik, bisa berdampak pada likuiditas daerah. Misalnya pembiayaan pengeluaran jangka pendek. Jika sebelumnya PAD masuk Rp X dalam satu waktu, sekarang masuk bertahap,” tuturnya.

Ketiga, kondisi teknis dan pemanfaatan belum merata di Jawa Barat.

Rizaldy menyebut persyaratannya ialah nasabah dari bank bjb.

“Bagi warga yang belum memiliki atau memilih bank lain bisa terpaut. Ini bisa menciptakan ketidaksetaraan dalam akses,” kata dia.

Rizaldy mengatakan, meskipun disebut tidak ada biaya tambahan atau denda dalam awal peluncuran, namun tetap perlu waspada bahwa dalam jangka panjang mungkin muncul biaya layanan atau penalti cicilan.

“Juga memerlukan regulasi yang jelas agar tidak menjadi beban baru,” ucap dia.

Baca juga: Pemutihan Pajak Jabar Sukses Raup Rp814 M, Target Tunggakan Turun 45 Persen

Keempat, Ruzaldy menyoroti menggunakan aplikasi dan autodebet, maka ada risiko sistem down, data bocor, atau kesalahan transaksi muncul. Jika terjadi masalah teknis, bisa mengganggu wajib pajak dan pemerintah.

Hadirnya terobosan ini, lanjut dia, kemungkinan persepsi pasti bermunculan.

“Misalnya ketidakadilan bagi  yang sebelumnya sudah membayar penuh, bisa muncul rasa ‘kenapa saya harus bayar sekaligus sementara orang lain bisa cicil?” Ini soal persepsi keadilan pajak,” ucapnya.

Untuk itu, kata Rizaldy, sejumlah langkah strategis perlu diperhatikan, mulai dari pemantauan indikator kunci seperti jumlah wajib pajak yang memilih cicilan, tingkat kepatuhan, rasio tunggakan, hingga dampaknya terhadap arus kas PAD.

“Selain itu, edukasi dan sosialisasi menjadi kunci agar masyarakat memahami mekanisme cicilan, risiko gagal autodebet, serta konsekuensi jika mengganti rekening,” katanya.

Di sisi lain, kesiapan layanan teknis seperti aplikasi dan sistem pembayaran juga harus dipastikan aman dan mudah digunakan, terutama bagi masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi digital.

Bapenda juga didorong untuk membuat konten edukatif yang menjelaskan skema ini secara praktis.

“Seperti cara menghitung cicilan atau hal-hal yang perlu diperiksa sebelum mendaftar. Tak kalah penting, evaluasi jangka panjang perlu dilakukan untuk menilai apakah skema ini benar-benar meningkatkan kepatuhan atau justru menimbulkan tantangan fiskal akibat penurunan penerimaan dalam satu waktu,” ucap dia. (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved