Uang Dugaan Korupsi Tol Cisumdawu Rp 320 Miliar Masih Tersimpan di PN Sumedang

Dadan Setiadi Megantara ditetapkan sebagai penerima ganti rugi sejumlah bidang lahan. Dia mendapat ganti untung dari pemerintah senilai Rp 320 miliar.

|
istimewa
Dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Tol Cisumdawu yang melibatkan lima terdakwa masih bergulir di Pengadilan Tipikor Bandung. Sebanyak enam saksi dihadirkan dalam persidangan, Rabu (23/10/2024). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Tol Cisumdawu yang melibatkan lima terdakwa masih bergulir di Pengadilan Tipikor Bandung. Sebanyak enam saksi dihadirkan dalam persidangan, Rabu (23/10/2024).

Kelima terdakwa kasus ini, antara lain, satu orang dari unsur swasta, yakni Dadan Setiadi Megantara selaku Direktur PT Priwista Raya. Terdakwa dari unsur pemerintah, antara lain Atang Rahmat - Anggota Tim P2T, Pegawai BPN, Agus Priyono - Ketua Satgas B Tim P2T, Pegawai BPN, Mono Igfirly - Pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Mushofah Uyun selaku Kades Cilayung. 

Dugaan korupsi merugikan negara Rp 329 miliar itu bermula saat Dadan Setiadi megantara, pengusaha properti, jauh sebelum ada proyek Tol Cisumdawu, mengajukan pengadaan tanah untuk perumahan.

Proses pengadaan tanah itu kemudian diurus sehingga keluar izin prinsip, izin lokasi dan perizinan lainnya dari Pemkab Sumedang. Hingga akhirnya, muncullah rencana proyek Tol Cisumdawu yang diusulkan Pemkab Sumedang. Setelah itu, keluar penetapan lokasi pengadaan Tol Cisumdawu, namun belum ada detail jalur tol.

Dalam perjalanannya, pada kurun waktu 2018-2019,  tanah yang diajukan oleh Dadan, yang sudah mendapat izin prinsip hingga izin lokasi, ternyata masuk ke dalam jalur Tol Cisumdawu.

Singkat cerita, Dadan Setiadi Megantara ditetapkan sebagai penerima ganti rugi sejumlah bidang lahan. Dia mendapat ganti untung dari pemerintah senilai Rp 320 miliar lebih.

Namun, saat Dadan ditetapkan sebagai penerima ganti rugi, sejumlah pihak mengklaim tanah yang dikuasai Dadan sehingga bersengketa perdata di Pengadilan Negeri Sumedang.

Mengetahui hal itu, pemerintah kemudian menitipkan uang ganti rugi tersebut secara konsinyasi ke PN Sumedang

Penyidik Kejari Sumedang lalu mengendus ada perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tanah tersebut dan berakibat pada kerugian keuangan negara.

"Proses pengadaan tanah oleh pak Dadan untuk perumahan ini jauh sebelum ada penetapan lokasi Tol Cisumdawu," ujar Kuasa Hukum Dadan Setiadi Megantara, Jainal RF Tampubolon.

Hal itu pun didukung dengan fakta di persidangan Rabu (23/10/2024), di mana saksi menjelaskan saat Dadan Setiadi memproses pengadaan tanah, memang tidak ada informasi detail soal jalur mana saja yang akan digunakan.

"Pernah mendengar ada rencana Tol Cisumdawu, tapi lokasinya tidak tahu, penetapan lokasi juga tidak tahu detailnya seperti apa," ujar Sudjatmoko, Kepala Dinas PUPR 2015-2018, Sudjatmoko, di ruang sidang.

Dengan minimnya informasi soal detail rencana jalur tol Cisumdawu, proses pengadaan tanah untuk Dadan ini terus berlanjut, salah satunya di Desa Cilayung.

"Karena minimnya informasi itulah, pak Dadan meneruskan proses pengadaan tanahnya untuk perumahan, sesuai dengan RTRW Pemkab Subang, bahwa tanah yang digunakan Dadan itu memang untuk perumahan," ucapnya.

Hal itu dibenarkan oleh saksi Usep Komaruzaman, yang saat proses tersebut sedang menjabat sebagai PNS Bappeda Pemkab Sumedang.

"Di Desa Cilayung itu memang peruntukannya untuk pemukiman," ucap Usep, di persidangan.

Jaksa kasus itu, Arlin Aditya, menanggapi soal masih minimnya informasi soal penetapan lokasi, menilai harusnya para terdakwa memahami fiksi hukum, bahwa semua orang harus mengetahui hukum.

"Harusnya kan mereka (terdakwa) harus tahu fiksi hukum, bahwa saat ada penetapan lokasi untuk tol Cisumdawu, jangan ada pengalihan hak. Itulah yang jadi perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tanah di perkara ini," ujar Arlin.

Duit Kerugian Negaranya Masih Ada

Karena perbuatan melawan hukum itu, akhirnya pemerintah menganggarkan uang Rp 320 miliar lebih untuk penggantian tanah. Sebab, tanah masih terjadi sengketa, uang tersebut kemudian dititipkan ke BTN melalui PN Sumedang melalui mekanisme konsinyasi.

"Kerugian negara dalam kasus ini, uangnya masih ada, di bank BTN melalui PN Sumedang lewat konsinyasi. Uangnya tidak dinikmati oleh pak Dadan, peristiwa korupsi memperkaya diri nya ini belum terjadi karena uangnya masih konsinyasi," ucap Jainal.

Mengkonfirmasi hal itu, jaksa Arlin Aditya membenarkannya.

"Uangnya (masih ada) di bank BTN melalui konsinyasi di PN Sumedang," ujar Arlin Aditya.

Terkait unsur kerugian negara dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor yang didakwakan pada para terdakwa, itu akan menjadi substansi pemeriksaan di persidangan.

"Itu kami serahkan ke hakim," ujar Arlin. Namun, dia menyebut bahwa peristiwa korupsi ini berawal dari adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tanah, yang berdampak pada kerugian keuangan negara.

"Ya seperti itu, ada perbuatan melawan hukum dalam prosesnya, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara," ujar dia.(*)

 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved