Hikmah Ramadan
Hikmah Ramadan: Tadabbur Ayat tentang Puasa Ramadan
PUASA pada bulan Ramadan adalah kewajiban bagi seorang muslim. Setiap muslim dibebankan untuk melaksanakannya
Oleh H Saepul Ulum, Sekretaris MUI Cianjur
PUASA pada bulan Ramadan adalah kewajiban bagi seorang muslim. Setiap muslim dibebankan untuk melaksanakannya sebagai bentuk ketundukan kepada Allah Swt. Ayat yang disepakati mengenai kewajiban puasa adalah QS. al-Baqarah ayat 183. Ayat ini menurut para ulama tafsir turun pada bulan Sya’ban tahun ke-2 H.
Dalam Al-Qur'an Kemenag RI (2022), ayat ini diterjemahkan: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Ayat ini memiliki makna mendalam bukan hanya menginformasikan kewajiban berpuasa. Di dalamnya memuat isyarat-isyarat penting yang dapat direnungkan agar memberikan dampak positif pada kehidupan manusia.
Merenungkan ayat tentang puasa dapat dilakukan dengan tadabbur. Kata ini merujuk pada pengertian untuk merenungkan, memaknai, dan menghayati ayat sehingga memiliki dampak positif bagi pembaca.
Baca juga: Hikmah Ramadan: Menjemput Lailatul Qadar: Dan Doa yang Banyak Dibaca
Ahmad Thib Raya (2020) menuturkan tadabbur bermakna pemikiran yang komprehensif yang dapat mengantar kita kepada akhir dari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan tujuan-tujuan akhir yang ingin dicapai dari membaca Al-Qur'an
Apa saja aspek tadabbur pada QS al-Baqarah:183?
Pertama, redaksi “Wahai orang-orang yang beriman”. Al-Shawi dalam Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain menyatakan bahwa khitab “Wahai orang-orang yang beriman” pada awalnya ditujukan pada masyarakat Madinah pada waktu itu. Namun secara umum yang dimaksud adalah seluruh orang beriman.
Panggilan Allah terhadap mereka dengan artikel “orang-orang yang beriman” menunjukkan hanya orang beriman yang diseru bukan yang lainnya. Sebuah ungkapan yang indah bagi subjek yang diseru. Allah menyifati mereka dengan keimanannya, sebuah pengakuan terindah bagi orang yang beriman dalam pandangan-Nya. Sebab, tidak semuanya diseru dengan artikel ini.
Baca juga: Hikmah Ramadan: Fadilah dan Faidah Puasa
Ketika Allah menyeru dengan panggilan keimanan muncul dorongan positif untuk melaksanakannya dengan sepenuh hati dan keyakinan. Seperti ungkapan yang dicetuskan oleh al-Shabuni dalam Shafwah al-Tafasir.
Orang beriman meyakini bahwa Allah mewajibkan sesuatu yang harus ditaati yang menjadi tanda ketundukan kepada-Nya. Mereka akan menerimanya dan melaksanakan sesuai dengan perintah-Nya. Orang beriman tidak akan menolak jika Allah menetapkan kewajiban kepadanya.
Seruan ini secara psikologis akan menggerakan hati orang yang diseru dengan rasa ketaatannya. Khitab dengan “orang-orang yang beriman” meneguhkan sebuah penerimaan batin untuk mengetahui, memperhatikan, dan menyadari bahwa ada sesuatu yang mesti diperhatikan ketika Allah menyeru kepada mereka.
Panggilannya bersifat terpilih, hanya kepada orang-orang yang beriman, bukan kepada selainnya. Panggilan kepada yang dipilih lebih mengena sasaran daripada subjek lain secara umum.
Kedua, kalimat “diwajibkan atas kamu berpuasa”. Kalimat ini menjadi hal yang mesti diperhatikan. Keumumannya kalimat seruan selalu disertai dengan apa yang harus diperhatikan.
Penyebutannya setelah kalimat seruan seolah ingin menegaskan bahwa inilah yang diperintahkan kepada orang yang diseru. Makna ini seiring dengan penempelan kata ha setelah kata ya ayyu, yang bermakna li tanbih. Maksudnya ada sesuatu yang harus diperhatikan setelah mereka diseru dengan ya ayyu. Orang beriman memperhatikan bahwa setelah mereka diseru ada kewajiban berpuasa yang harus dilaksanakannya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/H-Saepul-Ulum-Sekretaris-MUI-Cianjur.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.