Hikmah Ramadan
Hikmah Ramadan: Tadabbur Ayat tentang Puasa Ramadan
PUASA pada bulan Ramadan adalah kewajiban bagi seorang muslim. Setiap muslim dibebankan untuk melaksanakannya
Puasa menjadi wajib bukan sekadar pembebanan. Di dalamnya memuat kebaikan bagi orang yang beriman. Sebab, biasanya setelah diinformasikan kalimat perintah diakhiri dengan apa yang dapat dicapai oleh orang yang melaksanakannya. Perintah puasa memiliki dorongan agar manusia menyadari bahwa di dalamnya terdapat capaian yang mulia, yaitu ketakwaan. Kalimat “diwajibkan atas kamu berpuasa” berkorelasi dengan “agar kamu bertakwa”. Kewajiban puasa berujung pada pencapaian ketakwaan.
Kalimat puasa yang dalam bahasa al-Qur’an al-shiyam berarti menahan diri (al-imsak). Setiap subjek yang menahan diri tidak melakukan sesuatu secara bahasa disebut sedang berpuasa. Termasuk di dalamnya menahan diri untuk tidak berbicara. Seseorang yang menahan diri dari perilaku yang biasa dilakukan pasti memiliki tujuan tertentu. Sehingga, ketika istilah puasa masuk pada istilah fikih, ia berarti menahan diri dari makan, minum, dan dorongan syahwat dari mulai fajar hingga matahari terbenam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perilaku menahan diri ini berada dalam maksud untuk meraih sesuatu.
“Diwajibkan atas kamu berpuasa” bermakna bahwa puasa menyimpan kebaikan bagi orang yang diseru. Perintah puasa bukan hanya beban. Ia disertai dengan buah capaian terbaik untuk orang yang melaksanakannya.
Ketiga, kalimat “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu” menginformasikan bahwa puasa pernah diwajibkan pada umat sebelum umat Nabi Muhammad Saw. Seolah bermakna puasa bukan hanya diwajibkan padamu pada saat ayat ini turun. Puasa diwajibkan pula pada generasi sebelum kamu.
Kalimat tersebut menginformasikan adanya peristiwa masa lampau tentang puasa. Sebagaima puasa wajib ketika ayat turun yang memiliki sisi pencapaian kebaikan begitupun orang sebelum kamu diperintahkan puasa pasti ada sisi kebaikan pada mereka. Bagi orang yang beriman, ia meyakini informasi ini dengan sepenuh hati. Sebab, Allah yang menginformasikan. Umat Yahudi dan Nasrani diwajibkan berpuasa namun sebagian dari mereka ada yang mengubah waktu dan praktiknya.
Puasa mereka berbeda dengan puasa kita dalam beberapa hal. Puasa pada umat Nabi Muhammad Saw dan umat sebelumnya memiliki kesamaan dalam kewajiban bukan pada tatacara dan pahalanya. Al-Shawi menuturkan hikmah penyebutan kesamaan kewajiban adalah karena puasa tetap memiliki aspek yang menyusahkan (menahan lapar dan haus).
Keempat, tujuan puasa adalah “agar kamu bertakwa”. Redaksi ini berada di ujung ayat.
Penempatan diujung mengisyaratkan bahwa di akhir ada sesuatu yang dicapai oleh orang yang berpuasa. Ketakwaan dalam puasa tersirat dalam usahanya menahan diri untuk mengendalikan syahwat. Sebab puasa tidak hanya menahan lapar dan haus. Ia pun mampu mengendalikan hawa nafsu. Wallahu A’lam. (*)
Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.
IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/H-Saepul-Ulum-Sekretaris-MUI-Cianjur.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.