Vaksinasi Covid 19 di Jabar

Soal Suntik Vaksin, Ridwan Kamil : 15 Bulan Kelamaan, Cukup 6 Bulan, Siapkan 11 Ribu Tukang Suntik

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berupaya mempercepat waktu pemberian vaksin Covid-19 di Jabar menjadi enam bulan.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ichsan
Istimewa/Twitter/Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tunjukan tanda setelah disuntik vaksin Covid-19. 

Pihaknya, kata Lucia, juga telah melakukan evaluasi terhadap data uji praklinik, uji klinik fase 1 dan fase 2 untuk menilai keamanan dan respons imun dari penggunaan vaksin, serta hasil uji klinik fase 3 yang dipantau dalam periode 1 bulan setelah suntikan yang kedua.

"Tentunya, sesuai persyaratan dari WHO, minimal pengamatan harus dilakukan sampai 3 bulan untuk interim analisis, yang akan digunakan untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data dukung pemberian EUA," katanya.

Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito memastikan pihaknya terus mengawal keamanan dan mutu vaksin Covid-19 baik sebelum dan sesudah vaksin beredar.

Untuk menjamin mutu vaksin, ujar Penny, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin, yang mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional. Salah satunya melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac.

“Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan, Badan POM dapat memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya,” ujarnya.

Baca juga: Carabao Cup, Tottenham Hotspur ke Final, Tunggu Lawan Manchester United atau Manchester City

Sertifikat Halal

Meski BPOM telah menerbitkan sertifikat Lot Release untuk vaksin Covid yang akan dipergunakan mulai pertengahan Januari ini di Indonesia, hingga kemarin Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum bisa memastikan kehalalan vaksin tersebut.

Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Muti Arintawati, mengatakan kehalalan vaksin Sinovac untuk menangkal Covid-19 belum bisa dipastikan karena masih ada informasi yang perlu dilengkapi.

"Sehingga tentunya kami tidak bisa kemudian memberikan kesimpulan. Kesimpulan halal tidaknya juga tidak ada di LPPOM, tetapi di Komisi Fatwa (MUI)," ujarnya.

Keputusan halal atau tidaknya vaksin dari Komisi Fatwa MUI juga tergantung keputusan BPOM. Menurutnya, hal itu berkaitan dengan keamanan vaksin yang kini sedang diuji.

"Kalau semua informasi sudah lengkap, MUI tetap menunggu keputusan dari BPOM tentang safety, tentang thoyyib tadi untuk memutuskan kemudian apakah bisa dikeluarkan sertifikat halal atau tidak," ucapnya.

Berbeda dengan MUI, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) memutuskan membolehkan penggunaan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, meskipun belum mengetahui kadungan zat pada bahan pokok pembuatan vaksin tersebut.

"Statement Kiai Wapres (Wakil Presiden Ma'ruf Amin) menjadi pertimbangan kami untuk tidak melanjutkan pembahasan halal-haramnya," kata Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna.

Dia berpandangan, pernyataan Ma'ruf dilandaskan atas kegentingan situasi kehidupan akibat dampak Covid-19. Karena itu, penggunaan vaksin tidak berlabel halal dapat digunakan oleh umat Islam. (syarif abdussalam/tribun network/ras/rin/wly)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved