Vaksinasi Covid 19 di Jabar
Soal Suntik Vaksin, Ridwan Kamil : 15 Bulan Kelamaan, Cukup 6 Bulan, Siapkan 11 Ribu Tukang Suntik
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berupaya mempercepat waktu pemberian vaksin Covid-19 di Jabar menjadi enam bulan.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berupaya mempercepat waktu pemberian vaksin Covid-19 di Jabar menjadi enam bulan.
Durasi tersebut jauh lebih cepat dari target durasi pemberian vaksin Covid-19 yang dicanangkan Kementerian Kesehatan RI yakni selama 15 bulan.
"Kami koordinasi ke pemerintah pusat, karena informasi yang didapat vaksinasi selesai 15 bulan, menurut kami kelamaan. Jadi, mendekati pertengahan 2022 orang terakhir divaksin. Bisa enggak kita simulasikan di 12 bulan bahkan di 6 bulan itu selesai," ujar Gubernur di Gedung Sate, Selasa (5/12).
Emil, begitu Ridwan Kamil biasa disapa, mengatakan sejumlah langkah bisa dilakukan untuk mempercepat durasi vaksinasi ini.
Mulai dari memperbanyak tempat vaksinasi, menambah jumlah vaksinator atau petugas pemberi vaksin, mempersingkat waktu vaksinasi untuk setiap orangnya, dan penguatan koordinasi dalam distribusi vaksin.
Sejumlah persiapan, menurut Emil, sudah dilakukan Jabar untuk mewujudkan itu. Salah satunya pelatihan kepada 9.503 vaksinator.
Baca juga: Rizky Febian Tanya Duit Rp 5 Miliar yang Dititipkan ke Ibunya, Begini Jawaban Teddy Pardiyana
Tambahan vaksinator ini akan membua Jabar memiliki 11 ribuan vaksinator karena sebelumnya sudah dipersiapkan 1.489 vaksinator.
"Alhamdulillah Provinsi Jabar siap 10 kali lipat, mungkin lebih, sehingga kita akan berlimpah tim yang menyuntikkan vaksin," katanya.
Mengenai penyiapan tempat vaksinasi, kata Emil, baru terdapat 1.094 puskesmas, 27 wakil supervisor di kota dan kabupaten, 67 rumah sakit umum di 27 kota dan kabupaten, dan 18 rumah sakit TNI, Polri, dan BUMN.
"Jumlah tempat pemvaksinan di Jabar kami harap bisa dua kali lipat. Jika, sementara baru 1.000 lokasi, kami harap bisa 2.000 lokasi. Kalau bisa 2.000 lokasi, berarti fasilitas negara, fasilitas TNI dan Polri, itu akan kami simulasikan sebagai zona tambahan vaksinasi di Jawa Barat," ujarnya.
Mengenai durasi vaksinasi per orang, pemangkasan waktu juga akan diupayakan. Jika semula durasi vaksinasi per orang itu 45 menit, terdiri dari pemeriksaan, penyuntikan, dan 30 menit untuk menunggu kemungkinan reaksi sampingan vaksin. Durasi itu, kata Emil akan dipercepat menjadi 30 menitan.
"Itu akan membantu penyuntikan pada waktu normal tanpa jam lembur," kata Emil.
Emil mengatakan di Jabar akan ada sekitar 33,5 juta orang yang akan divaksin. Itu berarti dibutuhkan 67 juta dosis vaksin karena setiap orang harus divaksin sebanyak dua kali.
Emil mengatakan, jika 33,5 juta orang harus divaksinasi dalam waktu 15 bulan, dengan masa pemberian vaksin satu jam per orangnya, maka setiap puskesmas di Jabar akan buka 15 jam per hari, dari jam 06.00 sampai 21.00 nonstop hanya untuk vaksinasi.
"Satu orang butuh hampir satu jam, itu karena teorinya setelah disuntik orang harus nunggu, itu yang bikin lama. Jadi saya mengusulkan ke nasional, tolong didiskusikan dengan pihak dokter, bisa enggak nggak usah nunggu. Kalau ada keluhan, warga kembali ke puskesmas," katanya.
Jika skenario ini bisa dilakukan, kata Emil, Jabar bisa menyelesaikan vaksinasi hanya 12 bulan, tidak usah 15 bulan, dengan jam kerja hanya 8 jam per titik, asalkan satu orang divaksinasi cukup 30 menit.
"Jadi tolong dikaji usulan tidak ada prosedur menunggu di akhir vaksin yang membuang waktu banyak, kemudian jam kerja normal delapan jam. Itu menurut saya rekomendasi pribadi saya, bisa enggak tidak 15 bulan, tidak 12 bulan, tapi 6 bulan saja, supaya ekonomi bisa jalan," katanya.
Namun, vaksinasi di Jabar selama enam bulan ini, kata Emil, hanya bisa dilaksanakan jika koordinasi dan distribusi dengan Biofarma selaku penyedia vaksin berjalan baik. Di sisi ini Jabar diuntungkan karena Biofarma berada di Jabar sehingga memudahkan distribusi.
Emil juga meminta 27 kepala daerah di Jabar dalam sepekan ini mempersiapkan penyuntikan vaksin di daerahnya masing-masing. Kota Bogor, katanya, telah ditinjau persiapan vaksinasinya oleh Presiden RI, Kabupaten Bekasi oleh Wapres RI, dan Kota Depok oleh Pemprov Jabar.
"Kami memerintahkan bupati dan wali kota untuk melakukan simulasi vaksinasi di wilayah masing-masing.
Depok sudah oleh saya, Bogor sudah oleh Pak Presiden, Kabupaten Bekasi oleh Wapres, sisanya oleh bupati wali kota masing-masing," katanya.
Baca juga: Kasus Prostitusi, Pramugari dan Pegawai Bank hingga Model Hot Sassha Carissa Diperiksa Polisi

Orang Pertama
Upaya percepatan vaksinasi, kemarin, juga diungkapkan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Presiden mengatakan telah meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk menuntaskan vaksinasi Covid-19 dalam kurun waktu satu tahun.
”Insya Allah hitung-hitungan Pak Menteri 15 bulan, tapi saya tawar kurang dari setahun harus selesai. Ini kita memang harus kerja keras agar pandemi ini segera bisa kita atasi,” kata Jokowi.
Sejauh ini, 3 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac, perusahaan asal Cina, sudah tiba di Indonesia dan siap digunakan setelah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Vaksin-vaksin itu rencananya akan diberikan kepada kelompok prioritas seperti tenaga kesehatan, TNI/Polri, dan guru.
Selain 3 juta dosis vaksin dari Sinovac, kata Jokowi, akan ada 15 juta vaksin dalam bentuk bahan baku yang akan tiba di Indonesia pada pekan depan. Vaksin tersebut nantinya akan diproduksi oleh PT Bio Farma lalu didistribusikan ke daerah-daerah untuk vaksinasi.
Presiden menegaskan, rencananya vaksinasi perdana akan dimulai, Rabu (13/1). Presiden bakal menjadi orang pertama yang menerima suntikan vaksin Covid-19 produksi Sinovac.
Baca juga: Tiga Nama Calon Kuat Kapolri, Menguasai Kehumasan hingga Reserse, Berikut Profil Lengkapnya
Kota Bandung Mulai 14 Januari
LEBIH dari separuh vaksin Covid-19 tahap pertama yang diperoleh Jawa Barat diperuntukan untuk Kota Bandung. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Ahyani Raksanegara, mengatakan dari total 97 ribu dosis vaksin tahap pertama untuk Jabar ini, Kota Bandung mendapatkan 45 ribu dosis.
"Itu sudah dialokasikan oleh pemerintah pusat sesuai dengan data yang tercatat. Terakhir angkanya masih 45 ribu, namun angka ini masih akan terus berkembang sesuai dengan jumlah sasaran yang harus kami vaksinasi," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Selasa (5/1).
Ahyani mengatakan, jumlah 45 ribu dosis vaksin pada tahap awal ini akan diprioritaskan untuk semua pegawai yang bekerja di fasilitas kesehatan. Sejauh ini yang sudah terdaftar baru 23.891 orang.
"Jadi bukan hanya dokter dan perawat, tapi semua yang bertugas di fasilitas layanan kesehatan, seperti cleaning service, pegawai non-ASN, petugas lapangan, termasuk juga satpam. Intinya semua yang bekerja di fasilitas kesehatan semua menjadi prioritas vaksinasi," ujarnya.
Ahyani mengatakan terdapat 180 fasilitas layanan kesehatan di Kota Bandung yang telah disiapkan sebagai lokasi vaksinasi. Terdiri dari 80 puskesmas dan 34 rumah sakit. Sisanya menggunakan kantor kesehatan pelabuhan, dan beberapa klinik kesehatan.
"Selain mempersiapkan lokasi vaksinasi, kami pun telah mempersiapkan sejumlah petugas penyuntikan atau vaksinator yang telah mengikuti pelatihan. Untuk yang telah melakukan pelatihan tahap pertama saja ada sebanyak 499 tenaga kesehatan. Maka diharapkan jumlahnya terus meningkat, seiring bertambahnya rombongan tenaga kesehatan yang akan mengikuti pelatihan vaksinasi di tahap kedua mulai hari ini," ujarnya.
Terkait rencana penjadwalan simulasi vaksinasi di Kota Bandung, Ahyani menjelaskan, pihaknya masih menunggu keputusan dari Pemerintah provinsi Jawa Barat.
"Karena kita harus tahu timeline dari provinsi juga. Tapi untuk kapan vaksinasi, bila sesuai dengan jadwal awal kami di tanggal 14 Januari" katanya. (cipta permana)
Baca juga: AC Milan vs Juventus Terancam Batal Digelar, Dua Pemain Si Nyonya Tua Positif COVID-19
Pegal dan Demam Usai Disuntik
MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan efek samping mungkin akan terjadi pascapenyuntikan vaksin Covid-19, yang akan dimulai pada 13 Januari nanti. Menkes mengatakan, mereka yang telah disuntik vaksin Covid-19 mungkin akan merasakan pegal-pegal dan demam.
Oleh karena itu, para tenaga kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi tahap pertama, sebaiknya tidak diberi suntikan vaksin pada hari yang sama secara sekaligus.
"Arahan dari Bapak Presiden, karena kemungkinan akan ada sedikit dampak, misalnya pegal sedikit, demam sedikit, jadi dalam satu Puskesmas, misalnya ada 4 perawat, jangan sampai di hari yang sama kita vaksin semua, kita antisipasi betul efek itu, maka vaksin dulu untuk 2 orang," ujar Menkes di Gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa(5/1).
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan bahwa mutu dan keamanan vaksin Covid-19 terjaga sejak kedatangan vaksin Coronavac pada tanggal 6 dan 31 Desember 2020, hingga keluarnya izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Lucia Rizka Andalusia, mengatakan BPOM telah menerbitkan sertifikat Lot Release untuk 1,2 juta vaksin dari kedatangan pertama pada 6 Desember 2020, dan akan segera menerbitkan sertifikat lot release untuk 1,8 juta vaksin yang datang pada 31 Desember 2020.
Sertifikat Lot Release ialah persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memastikan kualitas vaksin. Persyaratan ini merupakan standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO), yaitu berupa proses evaluasi yang dilakukan otoritas obat di setiap negara untuk menjamin mutu setiap lot atau setiap batch vaksin tersebut.
"Untuk penerbitan sertifikat ini, Badan POM melakukan pengujian di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional," ujarnya saat memberi keterangan pers perkembangan vaksinasi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/1) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Pihaknya, kata Lucia, juga telah melakukan evaluasi terhadap data uji praklinik, uji klinik fase 1 dan fase 2 untuk menilai keamanan dan respons imun dari penggunaan vaksin, serta hasil uji klinik fase 3 yang dipantau dalam periode 1 bulan setelah suntikan yang kedua.
"Tentunya, sesuai persyaratan dari WHO, minimal pengamatan harus dilakukan sampai 3 bulan untuk interim analisis, yang akan digunakan untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data dukung pemberian EUA," katanya.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito memastikan pihaknya terus mengawal keamanan dan mutu vaksin Covid-19 baik sebelum dan sesudah vaksin beredar.
Untuk menjamin mutu vaksin, ujar Penny, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin, yang mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional. Salah satunya melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac.
“Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan, Badan POM dapat memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya,” ujarnya.
Baca juga: Carabao Cup, Tottenham Hotspur ke Final, Tunggu Lawan Manchester United atau Manchester City
Sertifikat Halal
Meski BPOM telah menerbitkan sertifikat Lot Release untuk vaksin Covid yang akan dipergunakan mulai pertengahan Januari ini di Indonesia, hingga kemarin Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum bisa memastikan kehalalan vaksin tersebut.
Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Muti Arintawati, mengatakan kehalalan vaksin Sinovac untuk menangkal Covid-19 belum bisa dipastikan karena masih ada informasi yang perlu dilengkapi.
"Sehingga tentunya kami tidak bisa kemudian memberikan kesimpulan. Kesimpulan halal tidaknya juga tidak ada di LPPOM, tetapi di Komisi Fatwa (MUI)," ujarnya.
Keputusan halal atau tidaknya vaksin dari Komisi Fatwa MUI juga tergantung keputusan BPOM. Menurutnya, hal itu berkaitan dengan keamanan vaksin yang kini sedang diuji.
"Kalau semua informasi sudah lengkap, MUI tetap menunggu keputusan dari BPOM tentang safety, tentang thoyyib tadi untuk memutuskan kemudian apakah bisa dikeluarkan sertifikat halal atau tidak," ucapnya.
Berbeda dengan MUI, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) memutuskan membolehkan penggunaan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, meskipun belum mengetahui kadungan zat pada bahan pokok pembuatan vaksin tersebut.
"Statement Kiai Wapres (Wakil Presiden Ma'ruf Amin) menjadi pertimbangan kami untuk tidak melanjutkan pembahasan halal-haramnya," kata Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna.
Dia berpandangan, pernyataan Ma'ruf dilandaskan atas kegentingan situasi kehidupan akibat dampak Covid-19. Karena itu, penggunaan vaksin tidak berlabel halal dapat digunakan oleh umat Islam. (syarif abdussalam/tribun network/ras/rin/wly)