Potensi Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa, Begini Kata Ridwan Kamil

Institut Teknologi Bandung (ITB) menerbitkan hasil riset yang mengungkapkan adanya potensi tsunami

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ichsan
Tribun Jabar/Lutfi AM
Ridwan Kamil 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Institut Teknologi Bandung (ITB) menerbitkan hasil riset yang mengungkapkan adanya potensi tsunami setinggi 20 meter di selatan Pulau Jawa.

Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta masyarakat untuk selalu waspada dan menambah pengetahuannya mengenai kebencanaan.

"Potensi tsunami selalu ada dalam sejarah ribuan tahun Pulau Jawa. Jadi, kewaspadaan itu segera ditingkatkan. Kurangi pergerakan-pergerakan di wilayah itu yang tidak perlu," kata Gubernur yang akrab disapa Emil ini di Youth Center Sport Jabar Arcamanik, Jumat (25/9).

Kewaspadaan terhadap bencana, katanya, terakhir disampaikannya waktu terjadi banjir bandang Kabupaten Sukabumi. Dirinya berkoordinasi agar kepala daerah di wilayah masing-masing melakukan Siaga 1 terkait dengan bencana hidrologis. Sebab, musim hujan satu bulan datang lebih cepat.

Emil mengatakan terdapat 1.500 hingga 2.000 bencana yang terjadi di Jabar setiap tahun. Dengan risiko kebencanaan itu, warga Jabar diminta menyesuaikan diri dan memiliki budaya tangguh bencana.

Pemerintah Provinsi Jabar pun menyiapkan cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana (resilience culture province). Budaya Tangguh Bencana Jabar ini akan ditanamkan kepada seluruh warga melalui pendidikan sekolah sejak dini hingga pelatihan.

Antisipasi Hengkangnya Xherdan Shaqiri, Liverpool Yakin Dapatkan Ousmane Dembele dari Barcelona

Sebelumnya, Emil pun meresmikan dan membuka Seminar Internasional Jabar Risilience Culture Province (JRCP) didampingi Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat Dani Ramdan.

Seminar Internasional dengan tema Toward West Java Disaster Resilience menghadirkan narasumber-narasumber yang expert di bidangnya selain itu seminar internasional tersebut sekaligus menjadi ajang peer review cetak biru JRCP, yang akan dilaunching dekat-dekat ini.

“Saya minta masyarakat Jabar mulai menyesuaikan diri dengan budaya tangguh dalam menghadapi bencana, karena letak geografis Jabar yang kelihatannya indah, tapi juga berbahaya dan tentunya dapat menimbulkan bencana,“ kata Kang Emil melalui siaran digital, Kamis (24/9).

Dalam menyusun Budaya Tangguh Bencana Jabar, Kang Emil berujar bahwa pihaknya merujuk kepada Jepang, di mana budaya tangguh untuk menghadapi bencana sudah ditanam dalam pola pikir dan budaya masyarakatnya sejak sekolah dasar.

“Maka dari itu, kami mencoba belajar ke arah yang sama, yang kami butuhkan adalah mengubah semua kondisi yang ada dalam penanganan bencana menjadi sebuah budaya tangguh dalam menghadapi bencana,” kata Kang Emil.

Doa-doa Memohon Petunjuk Ketika Bimbang dan Kesulitan Dalam Segala Urusan, Lengkap dengan Artinya

“Oleh karena itu, dalam kepemimpinan saya sebagai gubernur, kami (Pemerintah Provinsi Jabar) mencoba mengubah pola pikir baru ini menjadi apa yang kami sebut budaya tangguh," tambahnya.

Adapun menurut Kang Emil, terdapat enam faktor atau pilar penting untuk menciptakan budaya tangguh bencana di Jabar. Pertama, mendidik warga dan memberikan pengetahuan agar mereka bisa bersikap preventif soal kebencanaan.

"Jadi warga harus paham tentang budaya tangguh bencana ini untuk kebutuhan dirinya sendiri ketika terjadi bencana," ucap Kang Emil.

Kedua, memberikan pengetahuan tentang budaya tangguh bencana kepada seluruh pemangku pendidikan mulai dari sekolah dasar sehingga tangguh bencana menjadi bagian dari ilmu pengetahuan sehari-hari masyarakat Jabar.

"Ketiga, kami mencoba merancang infrastruktur yang tahan bencana, dimulai (contohnya) dari kawasan yang berpotensi tsunami, nantinya akan didesain berbeda dengan infrastruktur yang rawan banjir di perkotaan," kata Kang Emil.

Keempat, lanjutnya, menciptakan karakater tangguh bencana melalui kinerja lembaga pemerintahan dalam mengambil kebijakan, termasuk contohnya terkait pandemi COVID-19 yang saat ini terjadi.

“Kami belajar bahwa regulasi dan kebijakan harus menyesuaikan dengan jenis bencana, mulai dari bencana alam, bencana kesehatan, hingga bencana buatan manusia,” ucap Kang Emil.

Kelima, membuat lingkungan tempat tinggal yang memiliki konsep berkelanjutan dengan memperhatikan faktor penting 3P yaitu planet, people, dan profit.

Dua Balita Asal Tomo Sumedang yang Positif Covid-19 Kakak Adik, Tertular dari Saudarnya

"Jadi ada keseimbangan ekonomi, lingkungan, dan keadilan sosial. Itulah yang kami sebut ekologi ketahanan,” tutur Kang Emil.

Terakhir, pilar keenam bertujuan menghidupi kebutuhan pascabencana melalui pembiayaan yang sudah disiapkan.

"Kami sebut pembiayaan tangguh. Artinya anggaran yang kita miliki untuk pembangunan tidak hanya dilakukan selama bencana, tetapi juga dalam keadaan darurat ataupun pascabencana, dengan mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk pendidikan,” kata Kang Emil.

Selain itu, untuk menyokong enam pilar Budaya Tangguh Bencana Jabar, Pemda Provinsi Jabar akan memiliki Command Center untuk ketahanan, di mana terdapat sistem peringatan dini, membaca potensi perubahan iklim menjadi potensi bencana, hingga indeks ketangguhan masing-masing daerah di Jabar.

“Jadi harapannya, dalam beberapa tahun ke depan, 27 kabupaten/kota se-Jabar paham mana area dari enam poin itu yang kuat atau lemah sehingga punya indeks tentang penanganan bencana yang tepat,” tuturnya.

Berita Persib Hari Ini, Banyak Bobotoh Wanita Terkagum-kagum, Omid Nazari Tanggapi Gini

Begini Riset yang Dilakukan ITB

Sebelumnya, seperti yang dilansir kompas.com, hasil riset para peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report pekan lalu mengungkapkan adanya potensi tsunami 20 meter di selatan Pulau Jawa.

Salah satu anggota tim peneliti tersebut, Endra Gunawan mengatakan riset ini menggunakan analisis multi-data dari berbagai peneliti. Selama ini, sejarah gempa besar di kawasan Pulau Jawa tidak diketahui atau tidak terdokumentasi.

"Pascagempa 2004 di Aceh, beberapa peneliti melakukan pengambilan sampel, atau yang dikenal dengan paleoseismologi, untuk mengetahui sejarah gempa besar di masa lalu di kawasan tersebut," ungkap Endra, Jumat (25/9/2020).

Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa gempa besar yang di Aceh pada tahun 2004 lalu, pernah terjadi 600 tahun yang lalu. Sedangkan di Jawa, dokumentasi tentang sejarah gempa besar tidak terdokumentasi dan tidak diketahui.

Riset yang dimulai sejak 5 tahun tersebut, mengusulkan pemodelan potensi bencana gempa bumi di zona subduksi di sepanjang selatan Jawa berbasis analisis multi-hazard dan multi-data untuk pengurangan risiko atau mitigasi bencana.

Terkait potensi tsunami dan gempa besar di selatan Jawa, Endra menjelaskan hasil riset itu berasal dari analisis data GPS dan data gempa yang terekam.

"Catatan gempa besar di pulau Jawa tidak terdokumentasikan, oleh karenanya, kami menggunakan GPS untuk mendeteksi potensi gempa yang dapat terjadi," ungkap Endra.

Berdasarkan data GPS menunjukkan adanya zona sepi gempa. Artinya, bisa jadi zona itu mungkin hanya terjadi pergerakan pelan-pelan, sehingga gempa tidak terjadi, atau sebaliknya terjadi locking, daerah itu terkunci sehingga tidak dapat bergerak.

Surat Perjanjian Cerai Soekarno dan Inggit Garnasih, Ridwan Kamil Jajaki Kesepakatan dengan Keluarga

"Karena gempa itu siklus, maka ada saatnya di mana di wilayah itu ada pengumpulan energi, lalu akan melepaskan saat gempa," ungkap Endra.

Berdasarkan dua aspek studi, yakni menggabungkan data GPS dan data gempa yang saling berkorelasi ini, menyatakan ternyata wilayah Jawa bagian selatan ada potensi gempa di Jawa bagian barat, Jawa bagian tengah dan timur.

Lebih lanjut Endra mengatakan kalau seandainya wilayah-wilayah tersebut terjadi gempa dalam waktu bersamaan, maka worst case menunjukkan akan adanya potensi gempa hingga M 9,1.

"Kemudian dari informasi tersebut, kami modelkan potensi tsunaminya, dan muncullah (potensi tsunami) 20 meter di Jawa bagian barat, dan 10 meter di Jawa bagian tengah dan timur," ungkap dosen Teknis Geofisika ITB ini.

 Potensi tsunami di Jawa bagian barat ini berkisar terjadi di wilayah Sukabumi, dan untuk wilayah bagian tengah terjadi di sekitar pantai-pantai di provinsi DIY.

"Namun, perlu diingat gelombang tsunami yang akan terjadi, tergantung pada topografi dari tempat yang bersangkutan," jelas Endra.

Riset ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat mengurangi potensi bencana atau upaya mitigasi yang dapat dipersiapkan.

Sebab, Endra menegaskan bahwa dalam studi ini tidak bicara tentang prediksi kapan gempa besar itu akan terjadi. Endra menegaskan sains atau peneliti manapun hingga saat ini tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi waktu terjadinya gempa bumi tersebut.

Perlu diketahui bahwa jalur gempa atau sumber gempa dapat diketahui dari sejarah kegempaan. Seperti diketahui ada beberapa daerah yang berpotensi gempa dari barat Aceh, Nias, Bengkulu, Mentawai dan jalur itu, kata Endra, menerus ke selatan Jawa.

"Itu adalah jalur yang memang berpotensi terjadi gempa bumi, tetapi kita harus pahami bahwa di sepanjang jalur tersebut kita tidak tahu kapan akan terjadi gempa," ungkap Endra.

Berdasarkan data gempa bumi yang terekam dari BMKG, dikolaborasikan dengan data analisis GPS dan simulasi tsunami dalam studi Prof. Ir. Sri Widyantoro, serta data pendukung lainnya, riset ini menghasilkan laut selatan Jawa memiliki potensi tsunami dan gempa besar. 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved