KSPSI Jabar Tolak Draf RPP Pengupahan, Nilai Tidak Sesuai Putusan MK dan Batasi Kenaikan
Pihak Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat menolak draf RPP Perubahan Kedua PP 36/2021.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pihak Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat menolak draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perubahan Kedua PP 36/2021 yang dirilis pemerintah. RPP itu akan dijadikan dasar penetapan upah minimum 2026.
Ketua DPD KSPSI Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, menilai pemerintah keliru baik dari sisi prosedur maupun substansi.
“Kami menolak RPP itu untuk dijadikan dasar penetapan upah minimum 2026,” ujar Roy, kepada Tribunjabar.id, Minggu (16/11/2025).
Menurut Roy, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024 secara jelas memerintahkan pemerintah menyusun undang-undang ketenagakerjaan baru terlebih dahulu. Aturan turunan seperti RPP, kata dia, semestinya dibuat setelah undang-undang baru itu hadir.
Roy juga menyoroti substansi formula penghitungan dalam draf RPP. Di dalamnya, pemerintah masih membatasi indeks alfa dalam rentang 0,20 sampai 0,70.
Baca juga: Buruh Tuntut Upah di Jabar Naik 10,5 Persen, Pemprov Siap Tetapkan UMP 2026 Sesuai Regulasi
Menurutnya, pembatasan ini otomatis mengecilkan ruang kenaikan upah minimum, karena pertumbuhan ekonomi dan inflasi tetap dikalikan pada batas atas dan bawah tersebut.
“Isi RPP itu masih membatasi kenaikan upah minimum dengan indeks tertentu. Dengan alfa dibatasi segitu, hasil perhitungannya pasti kecil,” katanya.
Roy yang merupakan Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI menuturkan, menurut putusan MK, alfa merupakan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing kabupaten/kota.
"Jadi nilai alfa itu tidak boleh dibatasi. Harus diserahkan kepada Dewan Pengupahan kabupaten/kota atau provinsi,” ucapnya.
Roy juga mengingatkan bahwa putusan MK menegaskan upah minimum harus menggambarkan kebutuhan hidup layak.
Kata dia, jika rumus dibatasi dari awal, ia menilai arah kebijakan pengupahan justru makin menjauh dari prinsip tersebut.
Baca juga: Dedi Mulyadi Rayakan Hari Pahlawan Bersama Petani: “Hargai Pahlawan Pangan dengan Upah Layak”
Selain formula, Roy menilai pengaturan upah minimum sektoral dalam draf RPP semakin memberatkan.
Ia menyebut syarat yang diajukan pemerintah harus minimal ada dua perusahaan sejenis, harus ada kesepakatan, dan hanya berlaku untuk pekerjaan berisiko tinggi justru mempersempit ruang sektor untuk mengajukan penyesuaian upah.
“Dalam draf itu, syarat dan ketentuan untuk menetapkan upah minimum sektoral dibuat sangat sulit,” katanya.
| Buruh Jabar Siap Tolak Penetapan UMK jika Tak Sesuai Putusan MK, SPN Desak Kenaikan 8,5–10,5 Persen |
|
|---|
| Penetapan UMP Jabar 2026, Pemprov Masih Menunggu Aturan dari Pemerintah Pusat |
|
|---|
| UMP Jawa Barat dalam 5 Tahun Terakhir, Rata-rata Kenaikannya Kurang dari 5 Persen |
|
|---|
| Turun ke Jalan, Buruh Majalengka Tuntut Kenaikan UMK 2026 Jadi Rp3,4 Juta |
|
|---|
| Aksi Buruh di Gedung Sate Tuntut Kenaikan Upah Minimum 2026 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Ketua-DPD-Konfederasi-Serikat-Pekerja-Seluruh-Indonesia-KSPSI-Jawa-Barat-Roy-Jinto-Ferianto.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.