Tetep Abdulatip Minta Pemerintah Perbarui Data Penerima Bansos agar Lebih Adil

Tetep Abdulatip menilai pemerintah melakukan pembaruan data penerima bantuan sosial (Bansos) dan hibah untuk masyarakat. 

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Siti Fatimah
Istimewa
TETEP ABDULATIP - Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, dari Fraksi PKS Tetep Abdulatip menilai pemerintah melakukan pembaruan data penerima bantuan sosial (Bansos) dan hibah untuk masyarakat.  

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, dari Fraksi PKS Tetep Abdulatip menilai pemerintah melakukan pembaruan data penerima bantuan sosial (Bansos) dan hibah untuk masyarakat. 

Selama ini, kata Tetep, distribusi bantuan tidak merata karena lemahnya data. Penyaluran bansos dan hibah selalu diberikan kepada kelompok tertentu serta berulang. Sementara ada kelompok lain yang layak menerima bantuan, belum tersentuh.

“Setiap turun ke masyarakat, baik saat reses maupun pengawasan, yang selalu ditanyakan warga itu ya soal bantuan ekonomi. Bantuan ternak, alat mesin pertanian, dan sejenisnya. Tapi kenyataannya, yang dapat bantuan itu-itu lagi,” ujar Tetep, Selasa (18/11/2025).

Menurutnya, pemutakhiran data dan verifikasi penting dilakukan agar kelompok masyarakat yang layak menerima bantuan seperti kelompok tani, UMKM, dan lembaga pendidikan keagamaan muncul dalam daftar penerima.

“Seperti kata Pak Gubernur, eta keneh eta eta keneh. Pesantren juga begitu. Yang dapat bantuan ya yang itu-itu lagi. Padahal banyak pesantren baru yang butuh perhatian,” katanya.

Tetep mendorong pemerintah melakukan pembenahan menyeluruh, data penerima pun harus lebih inklusif dan terbuka, seperti program 1000 Kobong yang dinilai lebih terukur dan memberi kesempatan lebih luas kepada pesantren.

“Dulu ada program 1000 kobong. Satu kobong dapat Rp100 juta. Kalau setahun 1000, berarti 100 miliar. Dalam empat tahun bisa menjangkau 4000 pesantren. Itu lebih adil,” ucapnya.

Model seperti itu, kata dia, hanya bisa berjalan jika pemerintah memiliki sistem data yang kuat untuk memastikan pemerataan dan menghindari dominasi kelompok tertentu dalam akses bantuan.

“Yang penting itu rasa keadilan. Jangan sampai muncul istilah ari gunung di saheuran, ari legok di kagalian. Yang tinggi dilihat, yang rendah dilupakan,” ucapnya. 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved