Pemerintah Serahkan Pengelolaan Data Pribadi Warga Indonesia ke AS, Ada Risiko Ketergantungan

Pengelolaan data pribadi warga Indonesia oleh AS muncul setelah ada kesepakatan dagang antara dua negara

Kolase Facebook The White House - Biro Pers Sekretariat Presiden
POLEMIK DATA PRIBADI - (kiri) Foto ini diambil dari Facebook The White House pada Kamis (3/4/2025). Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (kanan) residen Prabowo Subianto melontarkan istilah baru serakahnomics. Kabar Pemerintah Indonesia bakal menyerahkan pengelolaan data pribadi masyarakat ke Amerika Serikat jadi sorotan dan perhatian publik. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kabar Pemerintah Indonesi abakal menyerahkan pengelolaan data pribadi masyarakat ke Amerika Serikat jadi sorotan dan perhatian publik.

Pengelolaan data pribadi warga Indonesia oleh AS muncul setelah ada kesepakatan dagang antara dua negara tersebut pada Juli 2025.

Kini, AS menurunkan tarif impor ke Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen.

Baca juga: Data Pribadi WNI Ditransfer ke Amerika Serikat, Menkomdigi: Bentuk Perlindungan saat Bertransaksi

Pihak pemerintah AS memparkan bahwa penyerahan pengelolaan data pribadi masyarakat Indonesia ke AS merupakan pengakuan terhadap AS sebagai negara atau yuridiksi dengan perlindungan data yang memadai.

Kesepakatan tarif impor tersebut disebut-sebut jadi timbal balik dari Indonesia yang memberikan kepastian hukum atas transfer data pribadi ke AS.

Ini berarti Indonesia pun mengakui bahwa SM memiliki perlindungan data yang memadai sesuai dengan hukum Indonesia.

Kesepakatan tersebut jadibagian dari upaya menghapus hambatan perdagangan digital dan memperkuat kerja sama ekonomi bilateral.

Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada pengecualian hukum bagi AS, dan data pribadi tetap dilindungi sesuai regulasi Indonesia.

Beberapa pihak menyebut bahwa data yang ditransfer lebih bersifat komersial (seperti data transaksi dan analisis pasar), bukan data pribadi sensitif seperti nama atau umur.

Transfer data pribadi lintas negara memang diizinkan oleh UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), asalkan negara penerima memiliki standar perlindungan yang setara atau lebih tinggi.

Jika standar tidak terpenuhi, pengendali data wajib memastikan adanya mekanisme perlindungan yang mengikat, atau memperoleh persetujuan dari subjek data pribadi sebelum transfer dilakukan.

Baca juga: Viral QRIS Disebut Bisa Buka Data Pribadi, Warganet Khawatir, Ini Penjelasan Pakar Siber

Atas hal ini, Pemerintah Indonesia dan AS sepakat menyusun protokol keamanan khusus untuk menjaga data pribadi WNI yang melintas antarnegara, dan protokol ini sedang difinalisasi agar sesuai dengan UU PDP.

Dalam upaya hal di atas, pihak Gedung Putih juga mengatakan perusahaan-perusahaan di AS telah mengupayakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan perlindungan data pribadi.

Data pribadi adalah segala informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Ini mencakup data yang bersifat umum seperti nama dan alamat, maupun data yang lebih sensitif seperti informasi kesehatan atau biometrik.

Menanggapi hal tersebut, Chief Of Legal Division Sidik Cyber, Andrie Taruna menilai kalau langkah pemerintah Indonesia dalam perjanjian transfer data pribadi dengan Amerika Serikat sangat baik sebagai strategi dagang antardua negara. 

Persoalan keamanan data, Indonesia sudah memiliki instrumen hukum yang tepat, yakni Undang-Indang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 mulai berlaku sejak 17 Oktober 2022. 

UU ini merupakan tonggak penting dalam menjamin hak privasi warga negara di era digital.

Baca juga: AS Sepakat Pangkas Tarif Impor Indonesia, Tidak Lagi 32 Persen, Diumumkan Trump

"Pemerintah Indonesia telah memperkuat kerangka hukum melalui UU PDP," kata Andrie Taruna, Kamis (24/7/2025).

Ditambah lagi, ada regulasi yang juga memberikan penguatan teknis yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.

Sehingga dalam konteks transfer data tersebut, ada jaminan bahwa tata kelola data-data tersebut dilakukan dengan sangat profesional. Sebab negara penerima memiliki jaminan perlindungan data yang lebih kredibel.

"Regulasi ini menentukan bahwa transfer data lintas batas hanya boleh dilakukan jika negara tujuan memiliki perlindungan setara atau lebih tinggi, atau dengan penjaminan perlindungan adekuat, dan/atau persetujuan eksplisit pemilik data," ujarnya.

Pun demikian, perjanjian antara Indonesia dengan Amerika Serikat dalam Joint Statement on Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, harus bisa menjamin bahwa data-data Indonesia tidak disalahgunakan.

Terlebih kata dia, bahwa Indonesia pun belum memiliki lembaga khusus yang melakukan pengelolaan data pribadi, baik dalam bentuk Lembaga atau Badan, meskipun Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi sudah dibentuk.

"Masih terdapat ruang ambigu terkait apakah AS benar-benar dikategorikan sebagai negara dengan perlindungan setara? Belum ada daftar resmi negara whitelist dari BPDP, dan implementasi mekanisme ini masih dalam proses peraturan lanjutan," tuturnya.

Oleh sebab itu, pihaknya pun berharap pemerintah Indonesia khususnya dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital lebih menekankan transparansi bagaimana data-data pribadi yang dimaksud dalam perjanjian dengan Amerika Serikat dikelola.

Baca juga: Tarif Impor AS 19 Persen Dianggap Terendah di ASEAN, Pengamat: Waspadai Dampak bagi Industri Lokal

"Kami menekankan pentingnya kepastian hukum dan transparansi, klausul perjanjian harus disesuaikan dengan standar UU PDP, serta memperjelas mekanisme pengawasan dan sanksi jika terjadi pelanggaran," ujar Andrie.

Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia saat ini, ia berpendapat bahwa negara harus segera membentuk sebuah badan atau lembaga seperti Badan Perlindungan Data Pribadi (BPDP) untuk memberikan jaminan dan kepastian, bahwa data yang ditransfer lintas negara benar-benar dikelola dengan aman dan kredibel.

"Kami menyoroti perlunya pembentukan segera BPDP sebagai otoritas pengawasan. Kemudian Implementing regulations yang tegas terkait transfer lintas batas hingga adanya jaminan end-to-end data protection, baik itu enkripsi, audit, DPO (Data Protection Officer) dan breach notification," katanya.

Di sisi lain, pihaknya pun memberikan pandangannya, bahwa ada kemungkinan pelibatan korporasi nasional untuk melakukan kolaborasi yang lebih luas dengan platform global dalam rangka mengefisiensikan biaya infrastruktur, seperti misalnya tidak perlu lagi bangun data center lokal, dan meningkatkan investasi digital dari Amerika Serikat.

Risiko Ketergantungan 

Ada risiko yang juga harus diperhitungkan, yakni potensi terjadinya ketergantungan jangka panjang terhadap teknologi dan platform asing.

Alih-alih meningkatkan kerja sama antar negara, Indonesia harus memberikan daya tarik yang memiliki nilai tambah keuntungan bagi peningkatan dalam negeri.

"Kami merekomendasikan agar Indonesia memanfaatkan transfer ini sebagai tawar-menawar ekonomi, misalnya syaratkan alih teknologi, pelatihan lokal, atau proyek data center di Indonesia," saran Andrie.

Terakhir, pihaknya secara keseluruhan melihat bahwa kerja sama antara Indonesia dan Amerika dalam hal transfer data lintas batas sebagai peluang strategis, namun pihaknya berharap pemerintah Indonesia tetap harus memperhatikan kerangka regulasi yang lebih kuat. Bagaimana menghadirkan sebuah lembaga pengawasan yang melek digital, dan safeguarding nilai ekonomi. 

Baca juga: AS Sepakat Pangkas Tarif Impor Indonesia, Tidak Lagi 32 Persen, Diumumkan Trump

"Bila syarat ini dipenuhi, data privat bisa dijaga sekaligus mendorong kemajuan digital Indonesia, bukan hanya menjadi pasar pasif," tuturnya. 

Kesepakatan Dagang Bersejarah

Sebelumnya diberitakan, Gedung Putih merilis sebuah pernyataan mengenai 'kesepakatan perdagangan bersejarah' Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia dalam situs resmi mereka.

Presiden AS, Donald Trump menjelaskan kesepakatan perdagangan bersama Indonesia kali ini akan menjadi terobosan besar bagi sektor manufaktur, pertanian, dan digital Amerika.

Terdapat delapan poin kesepakatan tarif antara AS dan Indonesia, di mana salah satunya adalah "Menghapus Hambatan Perdagangan Digital".

Dalam hal ini, Gedung Putih memaparkan bahwa pemerintah Indonesia bakal menyerahkan pengelolaan data pribadi masyarakat kepada AS, sebagai pengakuan terhadap AS yang merupakan negara atau yurisdiksi dengan perlindungan data yang memadai.

Secara terang-terangan pihak Gedung Putih juga mengatakan perusahaan-perusahaan di AS telah mengupayakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan perlindungan data pribadi.

Dengan kata lain, AS dinilai mampu untuk mengelola data pribadi masyarakat Indonesia.

"Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data memadai berdasarkan hukum Indonesia. Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun," demikian pernyataan Gedung Putih. 

Pada poin tersebut, Indonesia disebut juga berkomitmen untuk menghapuskan lini tarif Harmonized Tariff Schedule (HTS) yang ada bagi 'produk tak berwujud' dan menangguhkan persyaratan terkait deklarasi impor, mendukung moratorium permanen bea masuk atas transmisi elektronik di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan segera dan tanpa syarat.

Baca juga: Data Pribadi WNI Ditransfer ke Amerika Serikat, Menkomdigi: Bentuk Perlindungan saat Bertransaksi

Gedung Putih juga menekankan bahwa Indonesia sepakat untuk mengambil tindakan efektif dalam mengimplementasikan inisiatif bersama terkait regulasi domestik jasa.

Termasuk dengan menyerahkan komitmen khusus yang telah direvisi untuk kemudian disertifikasi oleh WTO.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved