Bandung Disebut Kota Termacet, Disparbud Jabar Senang Kunjungan Wisata Tinggi, Bawa Dampak Positif

Kadisparbud menilai kemacetan justru bisa menjadi indikator positif karena menunjukan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Jawa Barat.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
TERJEBAK KEMACETAN - Kendaraan terjebak kemacetan saat melintas di Jalan Sukajadi, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/12/2024). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Menurut survei TomTom Traffic Index 2024, Kota Bandung disebut sebagai kota termacet di Indonesia yang dinilai berdasarkan data, tingkat kemacetan rata-rata di Bandung mengalahkan Jakarta dan Surabaya dengan waktu tempuh perjalanan rata-rata 15 menit per 10 kilometer.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Iendra Sofyan, kemacetan justru bisa menjadi indikator positif karena menunjukan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Jawa Barat.

“Saya melihat salah satu penyebab macet di Bandung itu ya karena kunjungan wisata. Jadi kalau saya mah senang-senang saja,” ujar Iendra saat ditemui di Gedung Sate, Senin (14/7/2025).

Baca juga: Siap-siap Bandung Macet Hari Minggu 13 Juli 2025, Ada Ceramah Zakir Naik hingga Piala Presiden

Iendra menambahkan bahwa meningkatnya kunjungan wisatawan tentu membawa dampak positif terhadap sektor ekonomi, mulai dari tingkat hunian hotel, pertumbuhan restoran, hingga perputaran ekonomi kreatif lokal.

“Kuncinya sekarang ada di daya dukung. Kalau semakin banyak yang datang, tinggal bagaimana sektor lain, seperti perhubungan, ikut menyesuaikan. Ini jadi PR Pak Wali Kota juga untuk mengantisipasi lonjakan kendaraan saat event-event besar,” katanya.

Iendra menyebutkan, sepanjang Juli hingga Oktober 2025, berbagai kegiatan dan event berskala besar akan digelar di Bandung dan beberapa kota lain di Jabar.

Salah satunya adalah Pasar Seni ITB yang akan datang. Event semacam ini kerap mengundang ribuan pengunjung dari dalam maupun luar kota, dan secara langsung mempengaruhi volume kendaraan di kawasan sekitar.

“Jadi kalau macet karena seni, budaya, atau olahraga, ya alhamdulillah. Itu berarti ekonomi bergerak. Tinggal bagaimana semua sektor berkolaborasi agar tetap nyaman bagi semua,” katanya.

Lebih jauh, Iendra juga menyoroti bahwa definisi wisata tidak melulu soal rekreasi.

Ia menjelaskan bahwa kunjungan untuk pelatihan, pendidikan, atau olahraga juga termasuk kategori wisata, sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Kepariwisataan.

“Jadi misalnya ada pelatihan di Bandung, atau orang berkunjung ke kampus, itu termasuk wisata. Termasuk yang kemarin Piala Presiden itu, itu masuk kategori wisata olahraga,” ujarnya.

Baca juga: Siap-siap Bandung Macet Hari Ini Sabtu 12 Juli 2025, Ada Zakir Naik di Cipadung hingga Konser Musik

Menurutnya, hal semacam ini penting untuk terus dicatat dan diakui sebagai bagian dari kunjungan wisatawan. Apalagi kini teknologi digital memudahkan proses pendataan, terutama untuk event-event besar.

“Yang susah itu justru destinasi kecil yang belum digital. Tapi event seperti Piala Presiden atau yang akan datang, seperti ajang lari Pocari Sweat, itu mudah dilacak karena sistemnya sudah digital,” katanya.

Dalam event seperti Pocari Sweat Run, kata Iendra, para pelari datang bukan hanya dari Bandung, tapi juga dari berbagai kota lain. Ini jelas memperbesar perputaran ekonomi sekaligus memperluas cakupan wisatawan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved