Reaksi HLKI Soal Temuan Banyak Merek Beras Oplosan, Firman: Bukti Lemahnya Pengawasan Pemerintah

Temuan 212 merek beras yang diduga sebagai beras oplosan mencerminkan betapa rapuhnya perlindungan konsumen di Indonesia.

Penulis: Nappisah | Editor: Kemal Setia Permana
istimewa
BEAS OPLOSAN - Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar–Banten–DKI, Firman Tumantara Endipradja. Firman memberikan reaksi soal adanya dugaan ratusan merk beras oplosan.   

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Temuan 212 merek beras yang diduga tidak sesuai standar dan dicurigai sebagai beras oplosan mencerminkan betapa rapuhnya perlindungan konsumen di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar-Banten-DKI, Firman Tumantara Endipradja. 

Firman mengatakan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran dagang, melainkan kejahatan terhadap hak dasar rakyat sebagai konsumen.

Ia mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum agar tidak abai dan segera menindak tegas semua pelaku usaha yang terlibat.

“Ini betul-betul menyedihkan. Nasib konsumen di Indonesia ini sudah terpuruk. Keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya,” kata Firman saat diwawancara di Bandung, Minggu (13/7/2025).

Baca juga: Mengejutkan, 212 Merek Beras Diduga Oplosan, yang Biasa Diklaim Premium, Potensi Rugi Rp1.000 T

Firman menilai kasus ini memperpanjang daftar penderitaan masyarakat terhadap praktik-praktik dagang curang. 

Ia mengingatkan, publik belum lupa skandal minyak goreng, gas 3 kg yang tidak sesuai takaran, serta harga beras yang melonjak tinggi dalam beberapa tahun terakhir. 

“Sekarang muncul lagi beras oplosan. Ini tidak main-main karena menyangkut kebutuhan pokok,” ujarnya.

Firman menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah terhadap peredaran bahan pangan. Padahal, menurutnya, praktik pengoplosan beras bukan peristiwa baru, melainkan kejadian berulang. 

Oleh karena itu, ia menilai akar masalahnya bukan hanya pada keserakahan pelaku usaha, tetapi juga pada kegagalan negara menjalankan pengawasan.

“Pemerintah terkesan kurang hadir. Pengusaha pasti mencari keuntungan sebesar-besarnya, tapi yang lalai di sini adalah sistem pengawasan negara,” katanya.

Firman merujuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dalam Pasal 29 menyatakan bahwa pengawasan terhadap perlindungan konsumen adalah tanggung jawab pemerintah. Sementara Pasal 30 menekankan perlunya pembinaan terhadap pelaku usaha. 

“Sudah jelas ini perintah undang-undang. Tapi pengawasannya lemah, pembinaannya tidak berjalan. Lalu rakyat jadi korban,” imbuhnya.

Firman menegaskan bahwa pengungkapan saja tidak cukup. Pemerintah, termasuk Kapolri dan Jaksa Agung, harus memberikan sanksi tegas kepada para oknum yang terlibat.

Baca juga: WILUJENG SUMPING di ISL Calon Wonderkid Persib Bandung, Pemain Timnas Junior Resmi ke Klub Senior

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved