FKSS Jabar Akan Ajukan Gugatan Kepgub Penambahan Rombel ke PTUN, Tapi Tunggu Hal Ini Dulu

Forum Kepala SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat menyiapkan tim hukum untuk mengajukan gugatan terhadap Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat Nomor: 463.1.

Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Giri
dian herdiansyah/tribun jabar
ILUSTRASI ROMBEL - Forum Kepala SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat menyiapkan tim hukum untuk mengajukan gugatan terhadap Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Akibat kepgub itu, rombongan belajar SMA/SMK yang sebelumnya hanya 36 berubah menjadi maksimal 50 siswa. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ahmad Imam Baehaqi

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Forum Kepala SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat menyiapkan tim hukum untuk mengajukan gugatan terhadap Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Akibat kepgub itu, rombongan belajar SMA/SMK yang sebelumnya hanya 36 berubah menjadi maksimal 50 siswa.

Ketua FKSS Jawa Barat, Ade D Hendriana, mengatakan, hingga kini tim hukum tersebut masih merumuskan gugatan dan akan dilayangkan secepatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Namun, menurut dia, persiapan pengajuan gugatan PTUN itu sambil menunggu respons dari pihak-pihak terkait mengenai surat terbuka FKSS Jawa Barat beberapa waktu lalu.

"Jika hasilnya (surat terbuka) positif maka tidak lanjut (ke PTUN). Sehingga sambil menunggu (respons), kami masih merumuskan (gugatan) dengan tim hukum," kata Ade saat dihubungi melalui pesan singkatnya, Selasa (8/7/2025).

Ia mengatakan, gugatan ke PTUN bisa diajukan 90 hari setelah diterbitkannya kepgub mengenai penambahan jumlah rombel.

Baca juga: Komisi V DPRD dan FKSS Jabar Gelar Pertemuan Tertutup Bahas Kebijakan KDM soal Rombel

"Intinya, kami sudah siap apabila harus berlanjut di PTUN, makanya dari sekarang mulai dirumuskan segala sesuatunya kalau nantinya harus mengajukan gugatan," ujar Ade.

Pihaknya mengakui, surat terbuka itu sebagai bentuk penolakan FKSS Jawa Barat terhadap kepgub penambahan rombel di sekolah negeri untuk mencegah anak putus sekolah.

Padahal, para siswa dari keluarga kurang mampu yang tidak tertampung di sekolah negeri dapat disalurkan ke sekolah swasta, kemudian dibiayai oleh Pemprov Jabar.

"Kan, sekolah swasta juga bisa berkontribusi mencegah anak putus sekolah," kata Ade.

Ade memastikan, 1.300-an sekolah swasta yang tergabung dalan FKSS Jawa Barat siap menerima siswa kurang mampu yang dibiayai pemerintah untuk mendukung program pencegahan anak putus sekolah.

"Jika tidak ada tanggapan dari pihak terkait mengenai surat terbuka FKSS Jawa Barat, maka kami akan melayangkan gugatan ke PTUN secepatnya," ujar Ade.

Baca juga: Rombel Menjadi 50 Siswa, Bupati Bandung Ingatkan Kondisi Ukuran Ruangan Kelas: Terlalu Penuh

Alasan Dedi Mulyadi

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan, menambah jumlah siswa dari 36 menjadi 50 setiap rombel karena negara meminta rakyatnya untuk sekolah. Maka, menurutnya, sudah menjadi tugas pemerintah menyediakan fasilitas dan kemudahan untuk warganya mendapat pendidikan. 

“Negara tidak boleh menelantarkan warganya sehingga tidak bersekolah. Jangan sampai warga mendaftar capek-capek ingin sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi. Maka saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jabar. Saya tidak menginginkan anak-anak Jabar putus sekolah,” ujar Dedi, Kamis. 

Kebijakan menambah rombel dari maksimal 36 menjadi 50 siswa, merupakan salah satu upaya yang dilakukan agar tidak ada lagi warga yang putus sekolah. 

Dikatakan Dedi, dalam kebijakannya maksimal 50 siswa dalam satu rombel. Artinya, setiap kelas bisa menerima 30, 35 atau 40 siswa.

Pertimbangan penambahan rombel itu, kata dia, berdasarkan ketersediaan sekolah di suatu daerah dan kemampuan ekonomi warganya. 

Misalnya, kata dia, di suatu daerah terdapat siswa yang tidak keterima masuk SMA/SMK Negeri terdekat dan karena ketidakmampuan ekonomi, tidak sanggup sekolah ke SMA swasta, sehingga membuat warganya putus sekolah.

“Tidak mampu itu bukan hanya tidak mampu membayar setiap bulan. Bisa saja dia membayar setiap bulan Rp 200 atau Rp 300 ribu. Tetapi misalnya dia berat diongkos menuju sekolahnya, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil kebijakan, daripada tidak sekolah, dia lebih baik sekolah walaupun di kelasnya 50 siswa,” katanya. 

Baca juga: 2 Cara Daftar Ulang SPMB Jabar 2025 Online dan Offline Berikut Dokumen Persyaratan yang Wajib Dibawa

Tapi, kata dia, itu baru awal. Ke depan, pada semester berikutnya Pemprov Jabar membangun ruang kelas baru dan bisa menurunkan jumlah rombel siswanya. 

“Kenapa cara ini dilakukan, karena darurat. Kenapa darurat, karena daripada rakyat tidak sekolah lebih baik sekolah, daripada mereka nongkrong di pinggir jalan kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sederhana, itu prinsip saya,” ucapnya. 

Selain itu, kata dia, Jawa Barat adalah provinsi dengan angka putus sekolah yang sangat tinggi, sehingga kebijakan penambahan rombel ini diharapkan dapat menurunkan angka tersebut. 

Baca juga: Tentang Kasus Soal Tes Tertandar pada SPMB Tak Ada Jawabannya, Kadisdik Jabar Tegaskan Hal Ini

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat per November 2024, terdapat 658.831 anak di Jawa Barat yang tidak bersekolah. Angka ini mencakup anak yang putus sekolah (drop out) 164.631 anak, lulus tapi tidak melanjutkan 198.570 anak, dan yang belum pernah bersekolah sama sekali 295.530 anak.

Dedi pun meminta agar sekolah negeri di Jawa Barat harus mau menampung siswa yang mendaftar demi mencegah putus sekolah.

“Sekolah negeri yang dimaksud adalah SMA dan SMK Negeri yang merupakan kewenangan Pemprov Jabar, semoga kebijakan ini bisa mencegah masyarakat Jabar untuk tidak putus sekolah,” katanya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved