Jalur Kereta Api Ciwidey - Bandung Akan Reaktivasi, Iim Resah Sampai Tak Bisa Tidur

Jalur kereta api Ciwidey–Bandung diresmikan pada tahun 1921 oleh perusahaan kereta api milik Belanda, Staatsspoorwegen (SS). 

Tribun Jabar/Putri Puspita
JAUR CIWIDEY BANDUNG - Warung milik Teh Iim yang berada di pinggir rel kereta api di Kampung Cibeureum, yang kemungkinan tergusur jika reaktifasi jalur Ciwidey-Bandung. Foto diambll, Senin (28/4/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Jalur kereta api Ciwidey–Bandung diresmikan pada tahun 1921 oleh perusahaan kereta api milik Belanda, Staatsspoorwegen (SS). 

Jalur ini membentang sepanjang 37,8 kilometer dan berfungsi mengangkut hasil bumi seperti teh, kina, dan produk pertanian lainnya dari Ciwidey ke Bandung.

Wacana reaktivasi jalur ini kembali mencuat pada April 2025, diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. 

Reaktivasi bertujuan mengurangi kemacetan di wilayah selatan Bandung, terutama di daerah Pasirjambu, Ciwidey, dan Rancabali (Pacira), serta mendorong pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi lokal.

Kini, bekas jalur kereta tersebut telah banyak berubah fungsi menjadi area permukiman dan tempat usaha masyarakat. Salah satunya adalah warung kecil milik Teh Iim, yang berada di Kampung Cibeureum Jati, Desa Sadu, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung.

Teh Iim mengungkapkan, ia telah berjualan di lokasi tersebut selama 16 tahun, sejak jalur kereta api Ciwidey–Bandung sudah tidak lagi aktif. Rencana reaktivasi jalur kereta membuatnya merasa resah dan khawatir.

Baca juga: Gantungkan Hidup di Bekas Stasiun Dayeuhkolot, Eti Cemas Rencana Reaktivasi KA Bandung-Ciwidey 

“Tentunya khawatir banget. Kalau ini sampai digusur, saya tinggal di mana? Pendapatan saya dari jualan, untuk biaya sekolah anak-anak,” ujar Iim saat ditemui di warungnya, Senin (28/4/2025).

Ia juga bercerita, kekhawatiran serupa dirasakan warga sekitar yang kerap membahasnya saat berbelanja di warung. 

Sebagai pedagang sayuran dan camilan, penghasilan Iim digunakan untuk membiayai pendidikan dua anaknya.

“Sekarang kalau mau tidur jadi mikir, kapan ya kira-kira akan dilakukan aktivasinya? Setiap hari jadi ngecek video di media sosial juga, lihat perkembangannya,” katanya.

Iim tidak sendiri, bersama warga setempat, mereka saling memberikan dukungan di tengah ketidakpastian. 

Meski sadar tinggal di lahan yang tidak berizin, mereka berharap ada solusi terbaik.

“Dengar-dengar akan dikasih uang pengganti Rp 5 juta–Rp 10 juta, tapi setelah itu kita tinggal di mana? Rumah saja sekarang mahal, paling kita tidur di bantaran sungai,” ungkapnya.

Meski rasa takut dan bingung terus menghantui, Teh Iim tetap berusaha memberi semangat kepada pelanggannya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved