PPDB 2023

Banyak yang Memaksakan Anak Masuk Sekolah Favorit Jadi Kendala Ciptakan PPDB yang Sehat

Orang tua dan calon siswa dinilai masih ada yang memiliki pola pikir sekolah favorit, sehingga kondisi itu menjadi kendala menciptakan PPDB sehat

Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Darajat Arianto
Tribun Jabar/Nappisah
Ilustrasi PPDB. Orang tua dan calon siswa dinilai masih ada yang memiliki pola pikir sekolah favorit, sehingga kondisi itu menjadi kendala menciptakan PPDB sehat. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, CIMAHI - Orang tua dan calon siswa dinilai masih ada yang memiliki mindset atau pola pikir sekolah favorit, sehingga kondisi itu menjadi kendala menciptakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sehat.

Dengan pola pikir tersebut, orangtua banyak yang tetap memaksakan anaknya untuk masuk ke sekolah favorit atau yang sudah memiliki nama besar dalam pelaksanaan PPDB tahun 2023 ini.

Ketua PPDB Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII yang meliputi Kota Cimahi dan Kota Bandung, Nanang Wardhana mengatakan, masih banyaknya orang tua yang memaksakan anaknya masuk ke sekolah favorit itu kerap menimbulkan kekisruhan di setiap pelaksanaan PPDB.

"Padahal sejauh ini tidak ada yang salah dalam petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis (Juklak juknis) PPDB. Jadi masyarakat salah menyikapinya terkait mindset sekolah favorit," ujar Nanang di kantornya, Jalan Baros, Kota Cimahi, Rabu (5/7/2023).

Baca juga: Rawan Pungli saat PPDB, Satgas Saber Pungli Sebar Anggota ke Sekolah Favorit di Jawa Barat

Dengan adanya mindset tersebut, kata dia, menunjukan jika masih ada masyarakat yang belum dewasa dalam pemikiran untuk menyekolahkan anaknya meski PPDB ini sudah adil.

"Jadi kami meminta masyarakat sadar diri agar tidak memaksakan anaknya sekolah di tempat yang diinginkan, apalagi di sekolah yang dianggap favorit," katanya.

Ia mengatakan, jika dipahami lebih dalam persyaratan PPDB itu untuk mengikat dan mengapresiasi seluruh elemen masyarakat dan calon siswa, tetapi karena kuota sekolah terbatas, tidak semua calon siswa lulusan SMP diterima semua di SMA/SMK negeri.

"Contoh untuk jalur afirmasi, disitu ada orang miskin yang dihargai, anak berkebutuhan khusus, perpindahan tugas, anak guru dihargai," ucap Nanang.

Sementara untuk jalur prestasi, kata dia, memfasilitasi siswa berprestasi baik dari segi akademik maupun nilai non-akademik yakni prestasi kejuaraan serta masyarakat terdekat difasilitasi melalui jalur zonasi.

Baca juga: Hari Ini Terakhir Daftar PPDB Kota Bandung 2023 SD dan SMP, Laporkan ke Sini Jika Temukan Kecurangan

"Semua itu sebenarnya bukti penghargaan pemerintah dan sebagai upaya agar semua anak usia sekolah bisa terus melanjutkan pendidikan," ujarnya.

Hanya saja karena adanya keterbatasan kuota, maka harus ada persyaratan-persyaratan yang ditetapkan agar siswa bisa bersaing melalui nilai rapor dan melalui prestasi non-akademik.

Terkait jalur zonasi yang kuotanya lebih banyak, kata Nanang, tujuannya untuk menghilangkan mindset sekolah favorit dan meringankan biaya siswa.

Karena dengan dekatnya lokasi rumah dengan sekolah tidak perlu mengeluarkan biaya ongkos yang mahal.

"Mengapa (zonasi) kuotanya lebih banyak karena di situ ada berbagai elemen masyarakat, ada siswa berprestasi, tidak mampu, prestasi kejuaraan ada, dan anak guru juga ada. Jadi jalur zonasi itu kompleks, semua ada di situ," kata Nanang. (*)

Baca juga: Tata Cara Lapor Jika Salah Input Data pada PPDB Jabar 2023 Tahap 2, Simak Waktu Pengaduannya

Silakan baca berita terbaru Tribunjabar.id lainnya, klik GoogleNews

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved