Guru Rudapaksa Santri

MIRIS, Ada Korban Rudapaksa Guru Bejat yang Ditolak Sekolah, LPSK Desak Pemprov Jabar Beri Perhatian

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak Pemprov Jabar memberikan perhatian kepada para korban guru cabul bernama Herry Wirawan (36).

Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Hermawan Aksan
Istimewa dan Instagram/niluhdjelantik
Niluh Djelantik murka ada 12 santriwati dirudapaksa guru pesantren, Herry Wiryawan. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak Pemprov Jabar memberikan perhatian kepada para korban guru cabul bernama Herry Wirawan (36).

Wakil Ketua LPSK, Livia Istania Iskandar, mengaku telah menyampaikan hal tersebut secara langsung kepada Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, beberapa waktu lalu.

Bahkan, pihaknya juga meminta Pemprov Jabar memastikan anak-anak yang menjadi korban tersebut bisa kembali bersekolah.

Pasalnya, menurut dia, tujuan para korban masuk ke pondok pesantren pada awalnya untuk menempuh pendidikan sehingga harus dipastikan mereka mendapatkan haknya.

Baca juga: Herry Wirawan Guru Bejat Larang Anak Asuhnya Bicara ke Tetangga Panti, Belanja Pun Diantar

"Tapi, karena sudah menjadi korban, tentunya perlu dipastikan mereka bisa melanjutkan pendidikannya," kata Livia Istania Iskandar dalam keterangan tertulis yang diterima Tribuncirebon.com, Jumat (10/12/2021).

Ia mengatakan, LPSK menemukan ada anak yang ditolak sekolah karena mereka adalah korban tindakan bejat yang dilakukan Herry Wirawan.

Temuan itu pun sudah disampaikan kepada Gubernur Jabar untuk ditindaklanjuti sehingga ada upaya yang tepat bagi keberlangsungan pendidikan korban.

"Ini miris, karena sudah menjadi korban bukannya didukung malah tidak diterima untuk bersekolah," ujar Livia Istania Iskandar.

Livia berharap, para korban tidak diberi stigma negatif oleh masyarakat.

Sebab, dukungan masyarakat penting agar korban bisa melanjutkan kehidupannya secara normal.

Selain itu, pihaknya juga berharap kerahasiaan identitas para korban tetap dijaga karena stigmatisasi berdampak buruk sehingga harus selalu dihindari.

Ia pun mengingatkan anak-anak yang dilahirkan para korban harus mendapatkan perhatian dari Pemprov Jabar agar tumbuh kembangnya bisa berjalan dengan baik.

Baca juga: TERUNGKAP, Pesantren Milik Guru yang Rudapaksa Santriwati Dibangun dengan bantuan Orang Tua Murid

Sebab, anak-anak tersebut lahir dari ibu yang masih berusia belasan tahun sehingga tidak tertutup kemungkinan belum siap menjadi orang tua, bahkan beberapa di antaranya berasal dari keluarga tidak mampu.

"Ini tentunya perlu perhatian pula dari kita semua."

"Totalnya ada delapan anak yang terlahir akibat dari perkara ini," kata Livia Istania Iskandar.

Ia memastikan, LPSK memberikan perlindungan kepada 29 orang dan 12 orang di antaranya merupakan anak di bawah umur.

Mereka terdiri dari pelapor, saksi dan/atau korban, serta saksi saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana dengan terdakwa Herry Wirawan selaku Pemilik Ponpes Manarul Huda yang digelar di PN Kota Bandung dari 17 November 2021 - 7 Desember 2021.

Dari 12 anak di bawah umur, tujuh di antaranya telah melahirkan.

Livia mengaku bersyukur proses pemeriksaan telah selesai dan diharapkan majelis hakim memberikan hukuman setimpal.

"Di sisi lain, kami juga berharap majelis hakim memberikan keadilan kepada korban termasuk kemungkinan mendapatkan restitusi atau ganti rugi," ujar Livia Istania Iskandar. 

Pembangunan pesantren dibantu orang tua murid

Dari Garut dikabarkan, Pesantren Tahfidz Madani tempat Herry Wirawan mengajar di Cibiru, Kota Bandung, ternyata pembangunannya dibantu oleh orang tua korban.

Pelaku awalnya mengurus pesantren yang berada di Antapani bersama istrinya, namun setelah mendapat bantuan, dibangunlah pesantren yang berlokasi di Cibiru.

Baca juga: Mirisnya Nasib Santriwati di Ponpes Herry Wirawan di Bandung, Jadi Kuli Bangunan, Warga Kecolongan

"Nah itu awalnya seperti itu."

"Mirisnya, selama pesantren itu dibangun, itu dibantu juga oleh orang tua murid."

"Misalnya ada yang nyumbang kayu, ada yang nyumbang tenaga tapi mereka tidak tahu anaknya diperlakukan oleh si pelaku seperti itu," ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, Kamis (9/12/2021) malam. 

Adapun pesantren yang berlokasi di Antapani, diurus oleh istri pelaku.

Pelaku diketahui  memiliki istri dan tiga orang anak.

Diah menuturkan saat kejadian rudakpaksa itu terkuak, jumlah murid di pesantren itu ada 30 orang.

Pesantren itu juga hanya diurus hanya oleh pelaku, Herry Wirawan, sementara pengajar yang lain hanya sesekali datang untuk mengajar mereka.

"Mereka diperlakukan (saat) tidak ada orang."

"Mereka tidur bersama-sama seperti Kobong (kamar) gitu."

"Nah, si pelaku kalau itu (merudapaksa), ya main tarik aja (diambil dari kamar)," ucapnya.

Murid yang belajar di pesantren tersebut tidak hanya orang Bandung tapi dari daerah lain seperti, Cimahi, Tasik dan Garut.

Menurutnya orangtua murid memilih pesantren tersebut karena menawarkan pendidikan gratis.

Korban menurutnya masih terikat persaudaraan dengan korban lainnya karena sebelumnya saling ajak untuk bersekolah di pesantren tersebut.

Perilaku bejat Herry Wirawan pertama kali diketahui oleh keluarga korban yang melihat anaknya tengah mengandung.

Kemudian keluarga korban melaporkan hal tersebut ke kepala desa lalu melaporkan ke Polda Jabar.

"Ini kebongkarnya oleh seorang ibu yang anaknya di sana, yang melihat ada perubahan dalam tubuh anaknya lalu melaporkan ke kepala desa," ucap Diah. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved