Kemarahan Publik dan Pelajaran untuk Wakil Rakyat untuk Hidup Sederhana
Kesombongan seorang pemimpin selalu berakhir dengan kejatuhan, sementara kesederhanaan melahirkan penghormatan yang abadi.
Belajarlah dari mereka bahwa martabat seorang pemimpin itu tidak terletak pada kemegahan rumah, kemewahan kendaraan, atau tunjangan berlimpah, melainkan pada kerendahan hati, kedekatan dan pengorbanan pada rakyatnya.
Untuk para pemimpin dan anggota dewan yang mayoritasnya beragama Islam, Islam pun menegaskan bahwa seorang pemimpin sejati adalah pemimpin yang hidup sederhana dan penuh empati.
Rasulullah SAW tidur di atas tikar kasar, menambal sendiri pakaiannya, dan menolak berlebih-lebihan, padahal beliau mampu hidup dalam kelimpahan.
Rasulullah lebih memilih hartanya digunakan untuk dakwah dan ummat.
Khalifah Umar bin Khattab hanya memiliki satu jubah yang penuh tambalan, tetapi keadilannya membuat dunia tunduk pada wibawanya.
Al-Qur’an memberikan teguran keras pada perilaku boros dan berlebih-lebihan dengan menyebutnya sebagai saudara syaitan.
Pemimpin terbaik adalah pemimpin yang mencintai rakyatnya dan dicintai oleh rakyat, mereka saling mendoakan dan saling merasakan. Nilai-nilai luhur ini yang seharusnya menjadi pedoman dalam memimpin negeri baik itu di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Jangan hanya sekadar retorika di panggung politik untuk meraih suara rakyat, lalu setelahnya suaranya hilang tak terdengar.
Hidup sederhana juga sebetulnya sudah diatur dalam undang-undang tentang penyelenggaraan negara yang menegaskan bahwa pejabat wajib hidup bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pejabat dilarang menerima gratifikasi dan menikmati fasilitas berlebihan yang terkait jabatannya. Kode etik anggota dewan pun mewajibkan mereka menjaga martabat lembaga dengan hidup sederhana dan berintegritas. Namun sayangnya, aturan itu sering hanya tertulis indah di atas kertas, sementara di lapangan yang tampak justru sebaliknya.
Peristiwa ini adalah pelajaran yang sangat berharga khususnya bagi generasi muda pemimpin masa depan Indonesia. Jangan pernah menaruh hormat pada pemimpin yang hidup dari keserakahan, karena keserakahan adalah musuh bagi negeri.
Hormatilah mereka yang memilih kesederhanaan, yang berani menolak privilese demi tetap berdiri bersama rakyat. Kelak, ketika anda memimpin, ingatlah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Jadilah pemimpin yang rela tidur di tikar sederhana jika rakyatnya belum sejahtera, jadilah pemimpin yang lebih bangga makan bersama rakyat kecil daripada makan Bersama kalangan elit di restoran hotel berbintang.
Bangsa ini sedang krisis pemimpin. Bangsa butuh pemimpin yang tidak berlomba-lomba mengumpulkan harta apalagi dengan korupsi.
Bangsa ini butuh pemimpin yang berlomba-lomba menebar empati. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa mendengar rakyatnya dan mampu memberikan dan kesejahteraan pada rakyatnya.
Kemarahan rakyat hari ini adalah pesan kuat bahwa negeri ini akan berdiri kokoh dalam persatuan jika para pemimpinnya mampu hidup sederhana.
Pesan ini, terutama bagi generasi muda, bukan sekadar nasihat, melainkan amanah agar jangan ada lagi keserakahan yang menghancurkan negeri ini.
- Penulis adalah Dosen Hukum Internasional, Fakultas Hukum UNPAD
rachminawati@unpad.ac.id
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Rachminawati.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.