Dulu Supervisor di Perusahaan Asal India, Supriyanto Kini Jadi Penjaga Makam dan Sempat Dihina Warga

Inilah kisah Supriyanto, seorang mantan supervisor yang banting setir menjadi penjaga makam.

(KOMPAS.COM/Fitri Anggiawati)
PENJAGA MAKAM - Supriyanto saat menunjukkan luasan area TPU Karang Baru Banyuwangi. Supriyanto adalah seorang mantan supervisor yang banting setir menjadi penjaga makam. 

TRIBUNJABAR.ID - Inilah kisah Supriyanto, seorang mantan supervisor yang banting setir menjadi penjaga makam.

Supriyanto bekerja di area tempat pemakamaman umum (TPU) Karang Baru, Banyuwangi, Jawa Timur.

Setiap harinya, ia menjamin kebersihan rea pemakaman tersebut.

Mulai dari mencabuti rumput, menyapu, dan mengumpulkan daun-daun jati yang berguguran.

Bapak tiga anak itu telah tujuh tahun melakoni aktivitasnya sebagai penjaga makam.

Setahun belakangan, pria berusia 62 tahun tersebut mendapatkan honor Rp 500.000 yang diterima setiap awal bulan.

Nominal itu tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari, namun Supriyanto memilih ikhlas sebagai bentuk pengabdian diri serta kepasrahan menjalani roda kehidupan yang berputar.

Ia mengaku telah merasakan bagaimana roda kehidupannya sedang berada di atas dan ia sejahtera, jauh dibandingkan yang dijalaninya saat ini.

Baca juga: Besaran Tunjangan Profesi Guru November 2025, Lengkap Cara Cek SKTP Lewat Info GTK

"Tahun 1987-1988 itu saya sejahtera, gaji saya Rp 4,8 juta saat itu dan punya 60 anak buah," kata Supriyanto, dikutip dari Kompas.com.

Dulu ia bekerja di sebuah perusahaan tekstil asal India yang berbasis di Pekalongan, Jawa Tengah.

Saat itu kesejahteraanya terjamin, mulai dari pangan hingga rumah, semua fasilitas diberikan oleh perusahaan.

Memiliki dua anak kala itu, keluarganya pun ikut terjamin. Gizi anak-anaknya juga terjamin.

Namun, kehidupannya berubah 180 derajat usai Presiden ke-2, Soeharto lengser pada tahun 1998 dan Indonesia mengalami resesi pada tahun 1999. 

Pabrik dengan 13.000 karyawan tempat Supriyanto menggantungkan hidup itu bangkrut. 

"Semua karyawan dipulangkan, rumah yang saya dapatkan dilelang dan saya kembali ke Banyuwangi," ujarnya.

Ia pun putar otak agar keluarganya bisa menyambung hidup.

Sebelum kembali ke Banyuwangi, ia telah lebih dulu mencari lowongan pekerjaan melalui kerabat dan mendapatkan pekerjaan di Kantor Pemda Banyuwangi dengan gaji Rp 650.000 kala itu, nominal yang jauh di bawah gajinya sebagai supervisor di Pekalongan.

Sedangkan istrinya mengabdi sebagai guru agama di sebuah sekolah swasta dengan gaji Rp 400.000.

Akan tetapi karena terdesak berbagai macam kebutuhan, ia melakoni berbagai macam pekerjaan serabutan yang membuatnya kewalahan dan gagal terjaring ketika tes pengangkatan apatur sipil negara.

Meski mimpinya padam, ia tetap bersusah payah menjaga mimpi anak-anaknya tetap hidup, anak keduanya bahkan berhasil menempuh S2 dari universitas kenamaan di Indonesia dan mendapatkan tawaran pekerjaan ke Jepang. 

Namun, kehidupan terus berjalan, begitu juga dengan ujian yang juga datang silih berganti. 

Mulai dari istrinya yang sakit-sakitan, hingga anak keduanya yang menjadi kebanggaan keluarga, berpulang karena penyakit tifus.

Dengan berbagai ujian hidup, Supriyanto mengakui ada kalanya dirinya merasa lelah, namun ia tidak ingin menyerah.

Ia memilih untuk menghadapi ujian itu dan terus berbaik sangka kepada Tuhan.

Sejak lulus SMK, ia telah dilatih mandiri dan ditempa menjadi sekeras baja.

Maka ia kuatkan diri untuk bertahan menghadapi ujian hidup.

Baginya, itu fondasi penting karena ia menjadi sandaran bagi anak istrinya. Namun, Supriyanto memilih jalan tenang serta berpisah, dan kehidupannya kemudian bermuara pada tugasnya kini sebagai juru makam.

Menjadi seorang penjaga makam, ia meniatkan untuk mengabdikan diri dan berbagai pertolongan Tuhan datang kepadanya.

Di mana istrinya yang dulu sakit-sakitan karena riwayat komplikasi dan bergantung pada obat, kini telah pulih.

Kini meski pendapatannya hanya Rp 500.000 tanpa bisa bekerja serabutan lagi karena kondisi fisiknya, Supriyanto tetap dipenuhi rasa syukur.

Sebab, ia kerap mendapatkan bantuan tak terduga mulai dari Jumat Berkah hingga pembagian sembako yang kadang datang tiba-tiba. 

"Tuhan Maha Baik, Tuhan Maha Adil," ucapnya lirih.

Baca juga: Kisah Anak Buruh Bengkel Berhasil Diterima Kedokteran Unand, Kini Didatangi Dirjen Dikti dan Rektor

Sempat Dihina Warga Karena Kesalahpahaman

Supriyanto bercerita, suatu hari air matanya jatuh setelah harga dirinya direndahkan oleh orang lain.

Saat itu warga yang merasa telah membayar secara kolektif ke pihak RT merasa tidak terima karena makam keluarga dianggap kotor, sedangkan dana tersebut sejatinya tidak pernah sampai ke Supriyanto.

Dibantu sang anak dan ditengahi oleh pihak yayasan, warga tersebut akhirnya meminta maaf kepadanya. Namun, hati Supriyanto kala itu kepalang kecewa karena hinaan dan ancaman yang ia terima. Pengabdiannya seperti tak dihargai.

"Kemudian Pak Lurah mengusulkan, sama yayasan dipanggil dan saya diberitahu bahwa saya akan dapat sedikit honor katanya. Saya syukuri itu," ujarnya dikutip dari Kompas.com.

Enam bulan setelah kejadian tersbeut, honor pertamanya cair, meringankan sedikit beban di pundaknya yang saat itu tidak bisa lagi bekerja serabutan karena usianya yang telah menua. 

Dulu ia melakoni berbagai macam pekerjaan, mulai dari berjualan ikan asin, buka bengkel kecil-kecilan hingga jual beli burung. Namun, seiring usia dan musibah yang sempat menimpa, ia kini hanya mengandalkan pendapatan dari makam.

"Saya juga izin ke yayasan untuk mendirikan warung kopi. Dulu ini tempat sampah, saya bersihkan, saya buat warung kopi, lumayan membantu juga," tuturnya.

Karena menjalani profesinya dengan keikhlasan, tak jarang Supriyanto tak keberatan jika harus merogoh kocek pribadinya untuk mendukung perawatan makam, salah satunya membeli alat potong rumput sendiri. 

Diakui Supriyanto, di usia tuanya serta kecelakaan motor yang sempat ia alami, kaki kanannya tak dapat bergerak bebas, sehingga ia memilih untuk menggunakan alat bantuan untuk meringankan kerjanya.

"Saya tidak minta ganti. Saya ikhlasnya," ucapnya lagi. 

Baca juga: Besaran Denda Pelanggaran dalam Operasi Zebra Lodaya 2025 Berlaku di Jawa Barat

Baginya, tak perlu meragukan kebaikan Tuhan. 

Jika mengerjakan rutinitas itu dengan tulus ikhlas, kebaikan pun akan datang kepadanya. 

Dia dengan antusias bercerita bahwa sering mendapatkan rezeki, baik melalui Jumat Berkah hingga pembagian sembako yang tak terduga.

Ke depan, ia bertekad tetap menekuni pekerjaan yang halal. Dari profesi itu, ia merasakan ketenangan karena tidak merugikan siapa pun.

Ia juga mengungkapkan harapan kecilnya di mana masyarakat tak lagi mendiskrimasi seseorang karena pekerjaan mereka, sebab sebagai sesama manusia tentu saling membutuhkan satu sama lain. 

"Semoga orang-orang lebih menghargai, sekedar bilang terima kasih saja sudah cukup bagi saya," ucapnya.

Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved