Makanan Kemasan dan Kurang Serat Picu Risiko Alergi, Ini Penjelasan Dokter Anak
Kebiasaan mengonsumsi makanan kemasan yang mudah disimpan dan praktis untuk dibawa.
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Siti Fatimah
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Fenomena meningkatnya kasus alergi dan penyakit autoimun pada masyarakat modern kian menjadi perhatian para ahli kesehatan.
Menurut Dr. Endah Citraresmi, Sp.A, Subsp.A.Im(K) dari Bidang Ilmiah Unit Kerja Koordinasi (UKK) Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pola hidup modern menjadi salah satu penyebab utama.
“Banyak penelitian menunjukkan kenapa masyarakat modern saat ini lebih banyak yang mengalami alergi atau penyakit sistem imun seperti autoimun. Ternyata ini berkaitan erat dengan pola konsumsi manusia modern,” kata dr Endah, Selasa (16/9/2025).
Baca juga: Berawal dari Anak Alergi Susu Sapi, Maria Handayani Sukses Bangun Bisnis Susu Almond Kira Almond
Salah satu faktor terbesar adalah kebiasaan mengonsumsi makanan kemasan yang mudah disimpan dan praktis untuk dibawa.
Meski praktis, dr Endah mengatakan makanan kemasan umumnya rendah serat. Padahal, serat sangat penting sebagai makanan bagi bakteri baik di usus.
“Bakteri baik ini jika mendapatkan serat yang sesuai akan memproduksi asam lemak rantai pendek, yang punya pengaruh besar terhadap sistem imun,” ujarnya.
Kurangnya konsumsi serat membuat keseimbangan bakteri usus terganggu.
Kondisi ini dikenal dengan istilah disbiosis usus, yang dapat meningkatkan risiko alergi makanan maupun alergi secara umum.
Selain rendah serat, makanan kemasan juga mengandung berbagai bahan tambahan seperti pengawet. Zat ini, menurutnya, berpotensi merusak sambungan antarsel usus (tight junction).
Baca juga: Sekolah Diminta Mendata Alergi dan Makanan Favorit Siswa untuk Makan Bergizi Gratis di Majalengka
Jika sambungan ini melemah, alergen dari makanan akan lebih mudah masuk ke saluran cerna dan memicu reaksi alergi, terutama pada anak.
“Jadi selain faktor genetik, ada juga faktor lingkungan yang berperan. Mulai dari kurangnya bakteri baik, paparan pengawet, hingga kekurangan vitamin D,” kata dia.
Ia menambahkan, defisiensi vitamin D atau kurang terpapar sinar matahari juga terbukti meningkatkan risiko alergi makanan.
“Di bidang alergi imunologi, kami mengenal kaitan yang kuat antara kekurangan vitamin D dengan meningkatnya risiko alergi,” tegasnya.
Dokter Endah mengingatkan pentingnya pola makan seimbang sejak dini, terutama dengan memperbanyak konsumsi makanan berserat alami, menjaga paparan sinar matahari, serta membatasi makanan kemasan.
SMPIT As-Syifa Juara 1 SIF 2025, Siswa Ciptakan Tempat Sampah Pintar Berbasis IoT |
![]() |
---|
Smarts Umrah Travel Antapani Gandeng Pegadaian Gelar Manasik Umroh, Perkenalkan Produk Arum Safar |
![]() |
---|
Wisata Sawah Lope dan Bumi Perkemahan Bukit Panagaran, Wujud Kekompakan Desa Cikaso Gerakkan Ekonomi |
![]() |
---|
PLN Kawal Pelatihan Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Proyek PLTA Upper Cisokan |
![]() |
---|
Karawang Tersembunyi: Pelabuhan Kuno yang Kini Jadi Benteng Terumbu Karang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.