SE Gubernur Jabar Atasi SIswa Nakal

Dedi Mulyadi Tegaskan Larangan Hukuman Fisik di Sekolah, Guru Diminta Lebih Edukatif

Dalam SE dijelaskan bahwa setiap bentuk sanksi yang diberikan kepada siswa hendaknya diarahkan untuk menjadi sarana pembelajaran yang mendidik.

tribunjabar.id / Deanza Falevi
Para siswa asal Purwakarta, Subang dan Karawang yang hendak menjalani pendidikan karakter di barak militer, Rindam Bandung, Senin (9/6/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran yang melarang guru memberikan hukuman fisik kepada siswa dan menggantinya dengan sanksi edukatif. 
  • Kebijakan ini diterapkan di seluruh jenjang pendidikan setelah muncul kasus guru menampar siswa di Subang. 
  • Pemerintah menegaskan pentingnya kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan membangun karakter siswa di era digital.

 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang menegaskan pelarangan bagi para guru untuk memberikan hukuman fisik kepada peserta didik di sekolah.

Dalam SE tersebut dijelaskan bahwa setiap bentuk sanksi yang diberikan kepada siswa hendaknya diarahkan untuk menjadi sarana pembelajaran yang mendidik, bukan berupa tindakan fisik yang berpotensi melukai.

Langkah ini diambil sebagai respons atas kasus perselisihan antara orang tua murid dengan seorang guru di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Subang.

Peristiwa itu mencuat setelah orang tua menyampaikan keberatannya terhadap tindakan guru yang menampar anaknya sebagai bentuk hukuman.

"Kalau anak salah itu cukup berikan hukuman mendidik, seperti bersihkan halaman, ngecat tembok, bersihkan kaca, ngurus sampah. Tidak boleh hukuman fisik karena berisiko hukum," ujar KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi, Jumat (7/11/2025).

Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menjelaskan bahwa surat edaran tersebut telah rampung disusun dan kini sudah didistribusikan ke seluruh satuan pendidikan di wilayah provinsi.

Ketentuan larangan hukuman fisik ini mencakup seluruh jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan (SMA/SMK), termasuk juga Madrasah Aliyah (MA) yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.

Menurut Herman, paradigma kedisiplinan di sekolah harus bertransformasi. Ia menilai bahwa pola lama yang menitikberatkan pada hukuman sebaiknya diganti menjadi pendekatan yang berorientasi pada pembinaan karakter dan nilai-nilai edukatif.

"Penyelesaian masalah anak-anak harus edukatif. Tujuannya menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Kalau pun ada hukuman, harus mendidik, bukan menyakiti," ujar Herman.

Lebih lanjut, kebijakan tersebut dianggap relevan dengan tantangan zaman, terutama dalam membentuk karakter siswa di tengah derasnya pengaruh media sosial dan perkembangan teknologi digital.

"Anak-anak sekarang punya dinamika yang khas. Pendekatannya tidak bisa keras, tapi harus pedagogik. Kalau tidak diedukasi dengan baik, bisa jadi pengaruh media sosial lebih kuat daripada nasihat guru atau orang tua," katanya.

Herman juga menambahkan bahwa pembentukan lingkungan belajar yang sehat tidak dapat berjalan hanya dari satu sisi. Ia menekankan pentingnya kerja sama yang erat antara sekolah, pemerintah daerah, orang tua, dan masyarakat luas agar tercipta suasana pendidikan yang aman, suportif, dan menumbuhkan nilai-nilai positif bagi perkembangan anak-anak.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved