Manajemen Pertahanan di Ujung Tanduk: Ketika AI Menjadi "Spesies Baru" yang Menggeser Manusia

Mampu menguasai ribuan bahasa, menyusun strategi geopolitik, dan menciptakan inovasi teknologi tanpa campur tangan manusia, itulah AI hari ini.

istimewa
Kol. Dr. Ir. Hikmat Zakky Almubaroq, S.Pd., M.Si. Kepala Program Studi S2 Manajemen Pertahanan, Unhan RI 

Redefinisi di sini tidak sekadar perubahan kecil atau kosmetik, melainkan transformasi secara fundamental dan menyeluruh terhadap seluruh sistem pengelolaan pertahanan negara yg mencakup revisi mendalam atas paradigma, kebijakan, struktur organisasi, hingga pendekatan strategis yang digunakan. Beberapa aspek krusial yang perlu disesuaikan antara lain:

1. Tujuan pertahanan, dari sekadar menjaga kedaulatan wilayah fisik menjadi menjaga eksistensi digital, identitas nasional, dan kedaulatan data.

2. Pendekatan strategis, dari menghadapi ancaman militer konvensional menuju respons terhadap ancaman multidimensi seperti siber, informasi, dan kecerdasan buatan (AI).

3. Peran aktor, dari dominasi militer konvensional menjadi ekosistem pertahanan kolaboratif yang melibatkan ilmuwan, data scientist, cyber warrior, hingga ahli etika teknologi dsb.

Jika manajemen pertahanan tidak segera beradaptasi, maka kita akan menyaksikan transisi peradaban yang mengkhawatirkan: dari manusia sebagai pengendali teknologi, menjadi manusia sebagai entitas yang dikendalikan oleh algoritma yang ia ciptakan sendiri. 
 
Peran Unhan RI dalam Menjawab Tantangan Peradaban AI

Dalam menghadapi pergeseran peradaban ini, Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) memegang peran yang sangat vital, bukan hanya sebagai lembaga pendidikan militer, tetapi sebagai pusat pemikiran strategis nasional yang harus berdiri di garis depan transformasi pertahanan.

Unhan RI tidak boleh hanya menjadi tempat mentransfer ilmu konvensional, tetapi harus menjelma menjadi inkubator intelektual pertahanan masa depan yang siap menghadapi ancaman algoritmik, dominasi AI, serta perang tanpa bentuk (nontraditional warfare).

Beberapa hal yang kiranya perlu diperkuat antara lain:

1. Kurikulum Adaptif AI-Security
Kurikulum perlu memasukkan materi wajib mengenai AI ethics, autonomous warfare, hybrid warfare, data sovereignty, dan military grade cybersecurity, dengan pendekatan multidisipliner dan foresight strategis.

2. Kemitraan Inovatif
Aktif menjalin kerja sama dengan lembaga riset teknologi nasional maupun internasional seperti BRIN, BPPT, DeepMind, OpenAI, atau lembaga pertahanan digital, agar dapat menjadi think tank global yang diperhitungkan dalam isu pertahanan berbasis AI.

3. Laboratorium Pertahanan Digital & Simulasi Perang Algoritmik
Dibutuhkan Labkurhanneg (Laboratorium Pengukur Pertahanan Negara) di Unhan yang secara khusus mengembangkan simulasi perang otonom, analisis pertahanan berbasis big data, dan permodelan risiko nasional akibat penetrasi AI.

4. Unhan sebagai Mitra Strategis Pemerintah dan TNI
Unhan memainkan peran aktif dalam merumuskan doktrin pertahanan nasional berbasis teknologi mutakhir, serta menjadi pusat rekayasa kebijakan (policy engineering) untuk menyokong kedaulatan negara di era digital.

Dengan langkah-langkah tersebut, Unhan RI dapat menjadi pilar utama dalam membangun ekosistem manajemen pertahanan yang tangguh, cerdas, dan adaptif, di tengah gempuran revolusi teknologi yang tak kenal kompromi. 

Manusia menciptakan AI untuk membantu, tetapi jika kita lengah, AI dapat menjadi entitas pengendali baru, dengan logika yang bahkan belum sepenuhnya kita pahami. Oleh karena itu, manajemen pertahanan modern tidak boleh berhenti pada urusan senjata, tetapi harus tampil sebagai garda terdepan dalam menjaga eksistensi, martabat, dan kelangsungan umat manusia itu sendiri.

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved