Manajemen Pertahanan di Ujung Tanduk: Ketika AI Menjadi "Spesies Baru" yang Menggeser Manusia

Mampu menguasai ribuan bahasa, menyusun strategi geopolitik, dan menciptakan inovasi teknologi tanpa campur tangan manusia, itulah AI hari ini.

istimewa
Kol. Dr. Ir. Hikmat Zakky Almubaroq, S.Pd., M.Si. Kepala Program Studi S2 Manajemen Pertahanan, Unhan RI 

Oleh: Kol. Dr. Ir. Hikmat Zakky Almubaroq, S.Pd., M.Si. Kepala Program Studi S2 Manajemen Pertahanan, Unhan RI

TRIBUNJABAR.ID - Bayangkan sebuah entitas yang tidak mengenal lelah, tidak membutuhkan makan atau tidur, tidak memiliki rasa takut, dan mampu belajar apa pun dalam waktu singkat. Mampu membaca seluruh kitab suci, manual militer, jurnal ilmiah, doktrin filsafat, algoritma kuantum, dan membaca jutaan dokumen dalam hitungan detik.

Mampu menguasai ribuan bahasa, menyusun strategi geopolitik, dan menciptakan inovasi teknologi tanpa campur tangan manusia, itulah Artificial Intelligence (AI) hari ini.

Namun yang lebih menggentarkan lagi, sekarang mari kita bayangkan ini:

Saat AI tidak lagi sekadar hidup dalam server dan layar monitor, tapi diberi tubuh (robotik, bionik, organik, atau hybrid) berupa drone, robot, atau kendaraan tempur, maka kita tidak lagi berbicara tentang alat dan revolusi teknologi, tetapi tentang kemunculan "spesies baru" yang berpotensi menggeser dominasi manusia di bumi.

Karena ia akan lebih pintar dari manusia, Lebih patuh daripada prajurit elit, Dan lebih dingin daripada algojo. Dengan kecepatan pengambilan keputusan yang melampaui manusia, AI militer dapat membuat strategi pertahanan tradisional menjadi usang.

Ini bukan sesuatu yang hiperbolik yang dimaksudkan untuk menakut-nakuti atau menggugah emosi sesaat, tetapi ini adalah fakta yang harus dihadapi dengan kesadaran penuh: bahwa kita sedang berada di ambang revolusi peradaban, di mana algoritma dapat mengambil alih pengambilan keputusan strategis, dan keberlangsungan eksistensi bangsa ditentukan bukan lagi oleh jumlah pasukan tetapi oleh superioritas data, kecepatan adaptasi, dan ketangguhan sistem pertahanan nirmiliter.

Manajemen Pertahanan Era Baru

Dalam perspektif manajemen pertahanan, ini adalah titik kritis. Kita tidak lagi bicara soal ancaman konvensional dari negara lain, atau gangguan dalam bentuk serangan fisik semata.

Ancaman kini bersumber dari makhluk buatan kita sendiri, entitas cerdas yang bisa berpikir strategis, mengatur logistik, menjalankan operasi tempur, bahkan memutuskan siapa yang hidup atau mati tanpa moralitas dan tanpa empati. 

Fakta2 Mencengangkan Tentang AI Saat Ini:

  1. Kemampuan Kreatif:
    AI kini mampu menciptakan film, lukisan, musik, bahkan skenario militer hanya dari input teks, menghapus batas antara mesin dan manusia kreatif. Teknologi ini menyaingi kemampuan sutradara, editor, dan animator sekaligus.
  2. Kemampuan Super-Kognitif:
    GPT-4 memiliki parameter hingga 1,8 triliun, mampu membuat esai, pidato, rencana bisnis, hingga memprogram software dalam berbagai bahasa. Google Gemini dan Claude AI bahkan bisa menyarikan 10.000 halaman laporan menjadi satu paragraf dengan ketepatan luar biasa.
  3. Kecepatan Pembelajaran:
    AlphaZero dari DeepMind mampu menjadi juara catur dunia hanya dalam waktu 4 jam belajar tanpa bimbingan manusia.
  4. Produksi Sistem Otonom Tempur:
    Negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Cina, Inggris, Israel, Korea, dan Turki telah mengembangkan drone otonom yang mampu mengambil keputusan menyerang tanpa kendali langsung manusia. Dalam Latihan militernya, China telah mengintegrasikan AI ke dalam sistem drone swarm, yang memungkinkan ratusan drone beroperasi bersama tanpa komando. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah memberikan peringatan atau perhatian serius atas hal ini sejak tahun 2021.

AI Tidak Hanya Cerdas, Tapi Juga Belajar, Adaptif, dan Tak Terbatas

Dalam riset terbaru oleh World Economic Forum (2024), 80 persen jenis pekerjaan akan berubah atau hilang karena otomasi dan AI dalam 10 tahun ke depan. Artinya: kompetisi manusia bukan hanya dengan mesin, tetapi dengan sesuatu yang bisa berkembang lebih cepat daripada kita belajar.

Pertanyaannya sekarang bukan lagi: “Apakah manusia bisa bersaing?”
Melainkan: “Apakah manajemen pertahanan kita sudah siap menghadapi “spesies baru” ini?”

Perlunya Redefinisi Total Manajemen Pertahanan.

Redefinisi di sini tidak sekadar perubahan kecil atau kosmetik, melainkan transformasi secara fundamental dan menyeluruh terhadap seluruh sistem pengelolaan pertahanan negara yg mencakup revisi mendalam atas paradigma, kebijakan, struktur organisasi, hingga pendekatan strategis yang digunakan. Beberapa aspek krusial yang perlu disesuaikan antara lain:

1. Tujuan pertahanan, dari sekadar menjaga kedaulatan wilayah fisik menjadi menjaga eksistensi digital, identitas nasional, dan kedaulatan data.

2. Pendekatan strategis, dari menghadapi ancaman militer konvensional menuju respons terhadap ancaman multidimensi seperti siber, informasi, dan kecerdasan buatan (AI).

3. Peran aktor, dari dominasi militer konvensional menjadi ekosistem pertahanan kolaboratif yang melibatkan ilmuwan, data scientist, cyber warrior, hingga ahli etika teknologi dsb.

Jika manajemen pertahanan tidak segera beradaptasi, maka kita akan menyaksikan transisi peradaban yang mengkhawatirkan: dari manusia sebagai pengendali teknologi, menjadi manusia sebagai entitas yang dikendalikan oleh algoritma yang ia ciptakan sendiri. 
 
Peran Unhan RI dalam Menjawab Tantangan Peradaban AI

Dalam menghadapi pergeseran peradaban ini, Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) memegang peran yang sangat vital, bukan hanya sebagai lembaga pendidikan militer, tetapi sebagai pusat pemikiran strategis nasional yang harus berdiri di garis depan transformasi pertahanan.

Unhan RI tidak boleh hanya menjadi tempat mentransfer ilmu konvensional, tetapi harus menjelma menjadi inkubator intelektual pertahanan masa depan yang siap menghadapi ancaman algoritmik, dominasi AI, serta perang tanpa bentuk (nontraditional warfare).

Beberapa hal yang kiranya perlu diperkuat antara lain:

1. Kurikulum Adaptif AI-Security
Kurikulum perlu memasukkan materi wajib mengenai AI ethics, autonomous warfare, hybrid warfare, data sovereignty, dan military grade cybersecurity, dengan pendekatan multidisipliner dan foresight strategis.

2. Kemitraan Inovatif
Aktif menjalin kerja sama dengan lembaga riset teknologi nasional maupun internasional seperti BRIN, BPPT, DeepMind, OpenAI, atau lembaga pertahanan digital, agar dapat menjadi think tank global yang diperhitungkan dalam isu pertahanan berbasis AI.

3. Laboratorium Pertahanan Digital & Simulasi Perang Algoritmik
Dibutuhkan Labkurhanneg (Laboratorium Pengukur Pertahanan Negara) di Unhan yang secara khusus mengembangkan simulasi perang otonom, analisis pertahanan berbasis big data, dan permodelan risiko nasional akibat penetrasi AI.

4. Unhan sebagai Mitra Strategis Pemerintah dan TNI
Unhan memainkan peran aktif dalam merumuskan doktrin pertahanan nasional berbasis teknologi mutakhir, serta menjadi pusat rekayasa kebijakan (policy engineering) untuk menyokong kedaulatan negara di era digital.

Dengan langkah-langkah tersebut, Unhan RI dapat menjadi pilar utama dalam membangun ekosistem manajemen pertahanan yang tangguh, cerdas, dan adaptif, di tengah gempuran revolusi teknologi yang tak kenal kompromi. 

Manusia menciptakan AI untuk membantu, tetapi jika kita lengah, AI dapat menjadi entitas pengendali baru, dengan logika yang bahkan belum sepenuhnya kita pahami. Oleh karena itu, manajemen pertahanan modern tidak boleh berhenti pada urusan senjata, tetapi harus tampil sebagai garda terdepan dalam menjaga eksistensi, martabat, dan kelangsungan umat manusia itu sendiri.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved