Warga Hulubanteng Cirebon Tuntut Kuwu Diberhentikan, Banyak Masalah Selama Memimpin

Kepala Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, menjadi sasaran kemarahan warga yang tak puas dengan kinerjanya.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Giri
Tribun Cirebon/Eki Yulianto
GERUDUK KANTOR DESA - Puluhan warga Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, menggeruduk kantor desa karena tak puas dengan kinerja kepala desa, Rabu (16/7/2025). 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Kepala Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, menjadi sasaran kemarahan warga yang tak puas dengan kinerjanya. Warga menilai kepala desa itu tak kunjung menepati janji-janjinya.

Warga pun menggeruduk balai desa, Rabu (16/7/2025).

Pantauan Tribun di lokasi, warga datang membawa berbagai spanduk berisi tuntutan.

Beberapa di antaranya menampilkan salinan surat teguran dari Bupati Cirebon kepada kuwu Hulubanteng, serta janji-janji saat kampanye yang dinilai tinggal omong kosong.

Spanduk-spanduk tersebut ditempelkan di pagar balai desa. Massa kemudian melakukan orasi dan membakar ban bekas di depan kantor desa. 

Setelah itu, warga merangsek masuk ke halaman balai desa dan bertemu langsung dengan Kepala Desa Hulubanteng beserta Camat Pabuaran.

Petugas kepolisian bersiaga untuk menjaga keamanan selama aksi berlangsung. 

Baca juga: Warga Waled Cirebon Digegerkan dengan Penemuan Mayat di Sungai Cisanggarung, Terungkap Identitasnya

Pertemuan sempat digelar antara warga, kuwu, dan camat. Namun dialog berjalan alot karena kedua belah pihak saling mempertahankan argumennya.

Koordinator aksi, Eka Andri, menyampaikan, warga datang membawa delapan poin tuntutan, termasuk dugaan pungutan liar, persoalan anggaran yang tak kunjung selesai, hingga permintaan pemberhentian kuwu secara permanen.

"Poin yang pertama adalah menagih janji kepada kepala desa, bahwa apabila tidak sesuai dengan kinerjanya, maka wajib mengundurkan diri,” ujar Eka Andri kepada wartawan, Rabu.

Satu poin yang disorot adalah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Menurut Eka, tarif resmi program ini seharusnya hanya Rp 150 ribu, namun warga diminta membayar jauh lebih besar.

"Fakta di lapangan, ada yang sampai Rp 650 ribu, Rp 800 ribu, bahkan Rp 1 juta,” ucapnya.

Tak hanya itu, Eka juga menyoroti soal Laporan Pertanggungjawaban (LPj) Dana Desa tahun 2022 yang hingga kini belum rampung. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved