Mengedepankan Ihsan
Sekurang-kurangnya sebelas kali Allah menggunakan kata “ihsan” dalam Al Qur’an untuk menyebut perbuatan yang baik.
Semuanya merupakan implementasi pengabdian hanya kepada-Nya untuk mewujudkan kebaikan.
Kita tidak cukup hanya menjadi seorang pemeluk agama. Beragama saja tidak cukup. Beragama (Islam) itu harus pula diikuti oleh sikap ihsan.
Demikianlah, Allah menjelaskan bahwa: ”(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri (ber-Islam) kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan (ber-ihsan), maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS, 2: 112).
Dalam kerangka inilah, kerja-kerja kemanusiaan, termasuk usaha mencari nafkah seperti petani berladang di sawah, pedagang pergi ke pasar, karyawan bekerja di kantor, guru mengajar di sekolah, atau pemerintah melayani rakyatnya, dapat dinilai sebagai perbuatan ibadah.
Ibadah menjadi demikian luas maknanya dan demikian banyak bentuknya. Karena itu, bukan sesuatu yang menyulitkan bila tugas manusia memang hanya untuk beribadah, yaitu ibadah dalam cakupan makna yang sangat luas seperti terungkap di atas.
Dengan demikian, ihsan merambah segala ikhtiar yang mencakup seluruh dimensi kehidupan, baik dimensi ritual maupun dimensi sosial. Ihsan harus hadir dalam setiap tindakan.
Dalam shalat, misalnya, ihsan akan meluruskan motivasi dan kekhusukan; dalam zakat, ihsan akan menjadi identitas pengabdian terhadap sesama manusia untuk tulus menolong kaum yang lemah, menjalin ukhuwah, sekaligus membangun solidaritas dengan sesama.
Demikian pula dalam menjalankan roda kekuasaan, ihsan sejatinya tetap hadir sebagai kekuatan moral yang dapat menggerakkan seluruh potensi spiritual manusia untuk berbuat hanya karena Allah, bukan karena alasan popularitas, ataupun alasan pragmatisme lainnya.
Demikian pula sebaliknya, dimensi sosial selalu menyertai ihsan karena pada gilirannya ia akan melibatkan proses hubungan antar sesama manusia sebagai makhluk sosial yang satu sama lain saling membutuhkan.
Jadi, dalam hubungan seperti itulah, ihsan akan terlibat bersama-sama dengan iman dan Islam yang telah menjadi keyakinan para pelakunya.
Di sinilah ihsan menjadi potret sempurnanya akhlak. Yaitu kebajikan yang telah mentradisi dalam setiap perilaku, memberikan nuansa moral dalam setiap amal, dan menjadi alat kontrol dalam setiap pengambilan keputusan.
Tidak ada ruang sedikitpun dalam beramal untuk memanjakan apapun selain Tuhan. Dalam proses kekuasaan, rakyat hanyalah jembatan yang menghubungkan penguasa dengan Tuhannya.
Kekuasaan yang sifatnya sangat sementara juga tidak lebih dari sekedar fasilitas pengabdian hanya kepada-Nya, bukan untuk mendapatkan penghargaan ataupun pujian dari rakyatnya, dan bukan pula untuk kepentingan pencitraan di hadapan masyarakatnya.
Ihsan akan membimbing kita untuk memperoleh kesempurnaan citra di hadapan Tuhan.
Karena itu, berbuatlah dengan tulus, hindari motif-motif pragmatisme yang hanya akan mengorbankan kepentingan orang banyak.
Berihsanlah dalam segala bentuk perbuatan, termasuk dalam menjalankan roda kekuasaan.
| Pertamina Patra Niaga Regional JBB Dukung Pelaksanaan Satuan Pendidikan Aman Bencana |
|
|---|
| Sekolah Seni Rakyat Longser: Dari Saung ke Kelas Model Edu Tourism yang Aman, Lucu, dan Berdaya |
|
|---|
| Musyawarah II Majelis Musyawarah Sunda Rumuskan Agenda Strategis untuk Dukung Pembangunan di Jabar |
|
|---|
| Merawat dan Menjaga Tebing Karst Citatah 125, Langkah EIGER untuk Warisan Panjat Tebing Indonesia |
|
|---|
| Semarak HBD di Garut, Daya Group & DAM Berikan Bantuan Mesin Air Minum untuk Yayasan Darul Azkia |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/ketua-mui-kota-bandung-prof-dr-kh-miftah-faridl_20160512_204103.jpg)