Mengedepankan Ihsan
Sekurang-kurangnya sebelas kali Allah menggunakan kata “ihsan” dalam Al Qur’an untuk menyebut perbuatan yang baik.
Bahkan ayat ke-83 dari surah al-Baqarah, “ihsan” digunakan sebagai pengganti kata berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana dalam firman-Nya: “Janganlah kamu menyembah sesuatu selain Allah, dan berbuat baiklah (ihsan) kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
Pada ayat tersebut, Allah menyebut “ihsan” sejajar dengan larangan berbuat syirik, perintah berbuat baik kepada orang tua dan kaum kerabat, berbuat baik kepada fakir miskin dan anak-anak yatim, mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama manusia, serta mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa konsep “ihsan” adalah sama dan sebangun dengan konsep akhlak, baik akhlak kepada Sang Pencipta, maupun akhlak kepada sesama manusia.
Kata “ihsan” kemudian menjadi kontroversi ketika digunakan untuk melabeli sesuatu karya manusia.
Terlepas dari kontroversi seperti itu, ihsan tetap bermakna luhur sebagai derajat penyempurna amal seorang pemeluk Islam.
Suatu ketika Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang iman, Islam, dah ihsan. Setelah Nabi menjelaskan tentang iman dan Islam, Jibril pun bertanya, ”Apakah ihsan itu?” Lalu Nabi menjelaskannya, ”Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat Dia, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Makna inilah yang selanjutnya menjadi definisi “ihsan” yang kemudian sangat populer digunakan, baik dalam kehidupan maupun hanya sebatas sumber referensi.
Secara implisit makna tersebut mengisyaratkan pentingnya ikhlas sebagai faktor utama dalam beramal, seperti terungkap pada kalimat “seakan-akan engkau melihat Dia, dan apabila engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kunci Ketulusan dalam Berbuat
Pendeknya, dapat pula diartikan bahwa faktor “ihsan” harus selalu hadir menyertai setiap motif dan seluruh perilaku manusiawi. Ihsan sejatinya menjadi napas dan inspirasi dari keseluruhan amal manusia, bersenyawa dengan jenis pekerjaan dan profesi apapun.
Karena itu, ihsan adalah juga pengendali motif-motif insani yang mendasari keseluruhan tindakan aktivitas yang dilaluinya setiap saat.
Itulah sebabnya, ketika berdialog dengan Rasulullah, Jibril menempatkan pertanyaan tentang ihsan ini pada urutan terakhir setelah iman dan islam.
Ihsan dalam hal ini menjadi dimensi penggenap amal setelah seseorang menyatakan keimanan dan melaksanakan serangkaian ajaran seperti disyariatkan Islam.
Ihsan merupakan kekuatan moral yang menyempurnakan setiap tindakan.
Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi serta budaya masyarakat saat ini, kita perlu menghidupkan kembali spirit ihsan yang mungkin telah mati, sehingga tidak ada lagi kebijakan, program, dan tindakan yang hanya berorientasi pada kepentingan pribadi ataupun kelompok.
Penataan Jatinangor hingga Jalan Ambles Surian Jadi Usulan Bupati Sumedang ke KDM |
![]() |
---|
Wabup Fajar Aldila Lepas Ekspor Jaring Sabut Kelapa Kreasi Warga Binaan Lapas Kelas II B Sumedang |
![]() |
---|
Irjen Kemenag Sampaikan Arahan dari Menteri Agama Saat Pembinaan ASN di Kanwil Jabar |
![]() |
---|
UKM dan Startup Sangat Perlu Chatbot Semacam OCA AI Plus |
![]() |
---|
Dihadapan Irjen, Kakanwil Sampaikan Tantangan yang Dihadapi Kemenag Jabar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.