Mengedepankan Ihsan

Sekurang-kurangnya sebelas kali Allah menggunakan kata “ihsan” dalam Al Qur’an untuk menyebut perbuatan yang baik.

Editor: Siti Fatimah
Dok.Pribadi/Twitter
MIFTAH FARIDL - Ketua MUI Kota Bandung, Prof Dr KH Miftah Faridl 

Bahkan ayat ke-83 dari surah al-Baqarah,  “ihsan” digunakan sebagai pengganti kata berbuat baik kepada kedua orang tua,  sebagaimana dalam firman-Nya: “Janganlah kamu menyembah sesuatu selain Allah,  dan berbuat baiklah (ihsan) kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan  orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah  shalat dan tunaikanlah zakat.” 

Pada ayat tersebut, Allah menyebut “ihsan” sejajar dengan larangan berbuat  syirik, perintah berbuat baik kepada orang tua dan kaum kerabat, berbuat baik kepada  fakir miskin dan anak-anak yatim, mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama  manusia, serta mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

Secara sederhana dapat  dipahami bahwa konsep “ihsan” adalah sama dan sebangun dengan konsep akhlak,  baik akhlak kepada Sang Pencipta, maupun akhlak kepada sesama manusia.  

Kata “ihsan” kemudian menjadi kontroversi ketika digunakan untuk melabeli  sesuatu karya manusia.

Terlepas dari kontroversi seperti itu, ihsan tetap bermakna luhur  sebagai derajat penyempurna amal seorang pemeluk Islam.

Suatu ketika Jibril bertanya  kepada Rasulullah tentang iman, Islam, dah ihsan. Setelah Nabi menjelaskan tentang  iman dan Islam, Jibril pun bertanya, ”Apakah ihsan itu?” Lalu Nabi menjelaskannya,  ”Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat Dia, dan apabila engkau  tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” 

Makna inilah yang selanjutnya menjadi definisi “ihsan” yang kemudian sangat  populer digunakan, baik dalam kehidupan maupun hanya sebatas sumber referensi.  

Secara implisit makna tersebut mengisyaratkan pentingnya ikhlas sebagai faktor utama dalam beramal, seperti terungkap pada kalimat “seakan-akan engkau melihat Dia, dan  apabila engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” 

Kunci Ketulusan dalam Berbuat 

Pendeknya, dapat pula diartikan bahwa faktor “ihsan” harus selalu hadir  menyertai setiap motif dan seluruh perilaku manusiawi. Ihsan sejatinya menjadi napas  dan inspirasi dari keseluruhan amal manusia, bersenyawa dengan jenis pekerjaan dan  profesi apapun.

Karena itu, ihsan adalah juga pengendali motif-motif insani yang  mendasari keseluruhan tindakan aktivitas yang dilaluinya setiap saat. 

Itulah sebabnya, ketika berdialog dengan Rasulullah, Jibril menempatkan  pertanyaan tentang ihsan ini pada urutan terakhir setelah iman dan islam.

Ihsan dalam  hal ini menjadi dimensi penggenap amal setelah seseorang menyatakan keimanan dan  melaksanakan serangkaian ajaran seperti disyariatkan Islam.

Ihsan merupakan  kekuatan moral yang menyempurnakan setiap tindakan. 

Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi serta budaya masyarakat saat ini, kita  perlu menghidupkan kembali spirit ihsan yang mungkin telah mati, sehingga tidak ada  lagi kebijakan, program, dan tindakan yang hanya berorientasi pada kepentingan  pribadi ataupun kelompok.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengedepankan Ihsan

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved