Jumlah Dokter Jantung di Indonesai Kurang, Sebarannya pun Tak Merata, Terbanyak di Jawa dan Sumatera

Idealnya, kata dia, rasio dokter jantung dengan penduduk itu sekitar 1 banding 100 ribu. Saat ini, jumlah Dokter jantung di Indonesia belum ideal

Tribun Jabar/ Nazmi Abdurrahman
ISI ACARA - Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), Ade Meidian Ambari, SpJP (K) saat mengisi acara Bridging Global Guidelines with Local Practices: Customizing Cardiovascular Prevention, Rehabilitation Care and Sports Cardiology in Indonesia, di Hotel Pulman, Bandung Sabtu (10/5/2025). 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Nazmi Abdurrahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), Ade Meidian Ambari, SpJP (K) menyebut jika rasio jumlah dokter spesialis Kardiovaskular atau jantung dan pembuluh darah di Tanah Air, belum ideal untuk memberikan pelayanan maksimal.

Idealnya, kata dia, rasio dokter jantung dengan penduduk itu sekitar 1 banding 100 ribu. Saat ini, jumlah dokter jantung di Indonesia baru sekitar 1.900.

"Anggap saja masyarakat Indonesia 300 juta, harusnya ada 3.000 dokter jantung, tapi sekarang masih 1.900," ujar Ade Meidian, saat ditemui seusai acara Bridging Global Guidelines with Local Practices: Customizing Cardiovascular Prevention, Rehabilitation Care and Sports Cardiology in Indonesia, di Hotel Pulman, Kota Bandung Sabtu (10/5/2025).

Selain jumlahnya yang kurang, kata dia, sebaran dokter spesialis jantung di Indonesia pun tidak merata. 

Baca juga: Mengapa Mudah Mengalami Sakit saat Musim Pancaroba? Berikut Penjelasan Dokter Dian

"Sebarannya paling tinggi itu ada di pulau Jawa sama Sumatra, sedangkan di Papua itu ada beberapa Provinsi baru yang belum ada dokter jantungnya," katanya.

"Jadi, masalah kita tidak hanya produksi, tapi penyebarannya juga," tambahnya.

Pihaknya pun sudah berkoordinasi dengan Kementerian dan Pemerintah daerah agar fokusnya tidak hanya mencetak sebanyak-banyaknya dokter spesialis, tapi menyediakan fasilitas penunjangnya.

"Oleh karena itu, kita sering mengadvokasi Kementerian dan Pemerintah Daerah, tentang kebutuhan Dokter jantung, maka harus disiapkan fasilitasnya minimal ada Eco dan Treadmill, terus dokternya digaji, kalau dokternya tidak digaji, ya kabur," ucapnya.

Sementara itu, Ketua pelaksana the 8th InaPrevent 2025, dr. Badai Bhatara Tiksnadi, SpJP (K) menambahkan, berdasarkan survei Kesehatan Indonesia pada 2023 ada 0,85 persen dari total penduduk Indonesia yang didiagnosis mengalami kardiovaskular atau penyakit jantung.

"Tapi ini yang didiagnosis oleh Dokter, mungkin masih banyak yang belum terdiagnosis dan jika dibandingkan 1990, peningkatannya 120 persen. Ada beberapa kemungkinan, bisa saja karena sekarang alatnya sudah canggih, mendeteksinya lebih mudah, dulu mungkin sedikit karena tidak ketahuan," ujar Badai. 

Baca juga: Jangan Asal Pencet Jerawat, Ini Bahayanya Menurut Dokter

Melalui kegiatan the 8th InaPrevent 2025, pihaknya mengajak semua tenaga kesehatan, pembuat kebijakan dan masyarakat luas agar bersama-sama membangun masa depan jantung yang lebih sehat untuk Indonesia untuk mengurangi angka kejadian dan dampak dari penyakit kardiovaskular. 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved