Tantangan Berat Reaktivasi Jalur Kereta Api Bandung-Ciwidey, Wakil Ketua DPRD: Butuh Kolaborasi

Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Bandung, M. Akhiri Hailuki menanggapi rencana Gubernur Jawa Barat terkait reaktivasi jalur kereta api Bandung-Ciwidey.

Tribun Jabar/Adi Ramadhan Pratama
DI ATAS REL - Rumah warga di Kampung Ciluncat, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, berdiri di atas rel kereta api Bandung-Ciwidey, Senin (21/4/2025). --- Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Bandung, M. Akhiri Hailuki menanggapi rencana Gubernur Jawa Barat terkait reaktivasi jalur kereta api Bandung-Ciwidey. 

TRIBUNJABAR.ID - Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Bandung, Dr. M. Akhiri Hailuki, M.Si menanggapi rencana Gubernur Jawa Barat terkait reaktivasi jalur kereta api Bandung - Ciwidey.

Pria yang akrab disapa Hailuki itu mengatakan wacana yang disampaikan oleh Dedi Mulyadi itu perlu dikaji bersama. 

"Ya, ini kan wacana yang disampaikan oleh Pak Gubernur dan tentu harus kita kaji bersama ya, kita kaji bersama. Dulu pemerintah Belanda itu, India Belanda membuat jalur kereta itu kan untuk mengangkut hasil bumi ya yang ada di selatan, baik teh, kina, kopra dan segala macam," kata Hailuki saat wawancara khusus bersama Tribun Jabar, Rabu (23/4/2025).

Hailuki menyebut bekas jalur rel kereta yang dulunya melintas di kawasan tersebut kini sebagian besar sudah tidak tampak lagi.

Meski begitu, jejak jalurnya masih dapat dikenali di beberapa titik. 

Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar bekas rel itu telah tertutup oleh pembangunan jalan dan aspal, sehingga keberadaannya kian tersamarkan.

Baca juga: Jalur Kereta Api Ciwidey - Bandung Akan Reaktivasi, Iim Resah Sampai Tak Bisa Tidur

"Nah, relnya relnya sudah sebenarnya sebagian besar sudah enggak ada ya, tapi jalurnya masih ada. Itu, kalaupun masih ada sudah tertutup sama aspal sama jalan yang sekarang," lanjutnya.

Hailuki mengatakan di Kabupaten Bandung, khususnya menuju wilayah selatan seperti Ciwidey, saat ini menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. 

Akses jalan telah mengalami perbaikan dengan adanya pelebaran di sisi kanan dan kiri, ditambah lagi dengan kehadiran akses Tol Soreang–Pasir Koja (Saroja) yang semakin mempermudah mobilitas masyarakat. 

Namun, meskipun infrastruktur jalan semakin baik, tantangan justru muncul ketika berbicara soal rencana reaktivasi jalur kereta api menuju Ciwidey. Semakin ke arah selatan, lebar jalur yang tersedia makin terbatas.

Hailuki menyebut rencana reaktivasi jalur kereta api Bandung-Ciwidey ini membutuhkan kajian yang matang, khususnya terkait efektivitas dan estimasi biaya. 

Selain itu, reaktivasi juga berpotensi menimbulkan dampak sosial, termasuk kemungkinan penggusuran permukiman yang sudah terlanjur berdiri di atas atau di sekitar bekas jalur rel.

"Yang digusur itu bayangan saya ya. Berarti dari Ciwidey terus ke Banjaran, Banjaran ke Bojongsoang, Baleendah, Baleendah, Bojongsoang, terus ke masuk ke wilayah kota. Nah, itu tentu pembebasannya tidak akan mudah ya. Pasti akan menimbulkan reaksi dari masyarakat," katanya.

Baca juga: Reaktivasi Kereta Api Butuh Anggaran Rp20 Triliun, Dedi Mulyadi: Minimal Kita Punya Mimpi

Maka, Hailuki menyebut perlu adanya kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).

"Jadi Pemprov Jabar, Pemkab, Pemkot dan PT KAI harus duduk bersama untuk mengambil kesepakatan apakah reaktivasi ini memang cukup visibel untuk dilakukan saat ini atau membutuhkan waktu yang panjang," katanya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved