Gugat Keputusan Gubernur soal Rombel ke PTUN, Ketua FKSS SMA Jabar: Gagasan Bagus Tapi Keliru

FKSS SMA Jawa Barat dan tujuh organisasi BMPS melakukan upaya hukum melalui gugatan ke PTUN Bandung terhadap kepgub tersebut.

jaenal abidin/tribun jabar
KURANG DIMINATI - Kondisi sekolah swasta SMA Pasundan 2 Tasikmalaya kurang diminati dan baru memiliki 8 calon peserta didik baru tahun 2025. Dampak ini akibat kebijakan gubernur Jabar yang menambah jumlah rombel sebanyak 50 orang. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ahmad Imam Baehaqi

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Delapan organisasi sekolah swasta jenjang SMA menggugat Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang petunjuk teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

Seluruh organisasi tersebut, di antaranya, Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) SMA Jawa Barat hingga Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dari Kabupaten Bandung, Cianjur, Garut, Kuningan, Kota Bogor, Cirebon dan Sukabumi.

Ketua FKSS SMA Jawa Barat, Ade D Hendriana, mengatakan, kepgub itu pada dasarnya merupakan gagasan yang bagus, tetapi dinilai keliru, karena menabrak peraturan perundang-undangan di atasnya.

Baca juga: Legislator PKB Nilai Gugatan PTUN Alarm Buruknya Komunikasi Gubernur dengan Sekolah Swasta

Menurut dia, salah satunya ialah Permendikbudristek RI Nomor 47 Tahun 2023 tentang standar pengelolaan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

"Kami sudah melayangkan surat keberatan, dialog dengan pihak terkait, dan rapat kerja berdama Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, tetapi tidak ada penyelesaian yang konkret," ujar Ade D Hendriana saat dihubungi melalui pesan singkatnya, Sabtu (9/8/2025).

Karenanya, FKSS SMA Jawa Barat dan tujuh organisasi BMPS melakukan upaya hukum melalui gugatan ke PTUN Bandung terhadap kepgub tersebut.

Ia mengatakan, gugatan ke PTUN itu sekaligus menjadi upaya dari jajarannya selaku warga Jawa Barat untuk mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

"Untuk mencerdaskan anak-anak Jawa Barat agar tidak putus sekolah berdasarkan peraturan perundang-undangan selain negara harus hadir juga harus melibatkan peran serta masyarakat, dalam hal ini adalah sekolah swasta," kata Ade D Hendriana.

Ia mengatakan, dilibatkannya kalangan masyarakat tersebut dari mulai tahap perencanaan hingga pelaksanaan, dan kebijakab PAPS pun seharusnya dilaksanakan setelah SPMB berakhir.

Selain itu, kuotanya pun harus sudah ditentukan dalam surat keputusan, dan baru satu atau dua bulan berikutnya diadakan tracking siswa PAPS agar tidak salah sasaran.

"Perkara ini sebagai pengingat kepada pemerintah bahwa setiap kebijakan harus bepegang teguh pada prinsip keadilan dan melibatkan seluruh ekosistem pendidikan di Jawa Barat baik negeri maupun swasta," ujar Ade D Hendriana.

Baca juga: Bukan Soal Bisnis, Dedi Mulyadi Tanggapi Gugatan Sekolah Swasta: Kami Selamatkan 47 Ribu Anak

Ade mengakui, gugatan tersebut didaftarkan ke PTUN pada 31 Juli 2025, dan sidang dismisal proses pertama telah dilaksanakan pada 7 Agustus 2025 dengan agenda pemeriksaan surat kuasa, kemudian sidang berikutnya direncanakan pada 14 Agustus 2025 terkait materi gugatan.

"Jika dinyatakan layak, maka akan masuk persidangan pokok perkara yang menfakip pembacaan gugatan, replik, duplik, saksi ahli, pembuktian, dan lainnya," kata Ade D Hendriana.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved