Perempuan Sukabumi Tewas di Surabaya

Kejagung Soroti Pertimbangan Hakim Bebaskan Ronald Tannur, Pengaruh Alkohol sampai Tak Ada Saksi

Sebelumnya Gregorius Ronald Tannur disangkakan membunuh Dini, setelah pertengkaran di Blackhole KTV Club pada Oktober tahun lalu.

|
Editor: Ravianto
Ashri Fadilla/Tribunnews
Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat ditemui di Kompleks Kejaksaan Agung, Kamis (25/7/2024). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Gregorius Ronald Tannur, anak eks DPR RI yang dituding membunuh kekasihnya, menangis setelah ia dibebaskan dari tudingan.

Dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Surabaya, Hakim Erintuah Damanik menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald.

Dengan kata lain, Ronald dianggap tidak terbukti menjadi penyebab meninggalnya janda asal Sukabumi, Dini Sera Afrianti, yang merupakan kekasihnya.

Sebelumnya Gregorius Ronald Tannur disangkakan membunuh Dini, setelah pertengkaran di Blackhole KTV Club pada Oktober tahun lalu.

Namun dalam sidang, hakim menyatakan tidak ada bukti yang cukup untuk menguatkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), meskipun tuntutan awalnya mencapai hukuman 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 338 KUHP.

Disorot Kejagung

Erintuah Damanik (kiri) yang memvonis bebas Ronald Tannur (kanan), karena tak terbukti aniaya kekasih hingga tewas
Erintuah Damanik (kiri) yang memvonis bebas Ronald Tannur (kanan), karena tak terbukti aniaya kekasih hingga tewas (Kolase SURYA.CO.ID/Tony Hermawan)

Putusan bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait kasus pembunuhan terhadap janda asal Sukabumi, Dini Sera Afrianti mendapat sorotan dari Kejaksaan Agung.

Kasus tersebut menyeret Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa.

Gregorius diketahui merupakan anak dari mantan Anggota DPR RI Fraksi PKB, Edward Tannur.

Baca juga: Sulit Diterima Akal Sehat kata Anggota DPR RI Terkait Bebasnya Ronald Tannur di Kasus Dini Sera

Kejaksaan Agung menyoroti berbagai pertimbangan Majelis Hakim sehingga membebaskan Greegorius dari perkara tersebut.

Di antara pertimbangan yang dimaksud, Gregorius yang saat peristiwa sedang dalam pengaruh alkohol.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, pertimbangan tersebut merupakan cerminan dari Majelis Hakim yang tak utuh melihat perkara ini.

"Bahwa matinya atau meninggalnya korban itu lebih didasarkan pada pengaruh alkohol. Nah kami melihat bahwa hakim tidak melihat ini seperti holistik peristiwa ini, tapi hakim justru melihat secara sepotong-sepotong," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat ditemui di Kompleks Kejaksaan Agung, Kamis (25/7/2024).

Selain itu, Kejaksaan Agung juga mengkritisi pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa tidak ada saksi yang melihat langsung peristiwa pembunuhan tersebut.

Lagi-lagi, Hakim dinilai hanya melihat perkara ini sepotong-potong.

"Pertimbangan hakim membebaskan terdakwa karena tidak ada saksi yang melihat langsung peristiwa itu. Apakah bisa hanya didasarkan pada bukti yang menyatakan bahwa karena pengaruh alkohol atau karena tidak ada saksi," kata Harli.

Padahal jika diibaratkan kepingan puzzle, maka semestinya Hakim menjadi pihak yang merangkai perkara ini hingga utuh.

"Ini adalah puzzle-puzzle yang  harus dibangun oleh majelis sehingga harus dilihat pembuktian ini secara holistik," ujar Harli.

Harli pun membeberkan beberapa pertimbangan dari sisi jaksa terhadap perkara ini.

Di antaranya, fakta adanya korban yang meeninggal, di mana hal tersebut sudah tidak bisa terbantahkan.

"Seharusnya hakim harus mempertimbangkan, misalnya fakta yang menyatakan ada korban meninggal," katanya.

Kemudian ada pula fakta terkait hubungan korban dengan pelaku.

Percekcokan keduanya sebelum pembunuhan juga disebut Harli mesti menjadi pertimbangan.

Memang tidak terdapat saksi yang melihat langsung peristiwa pembunuhan. Namun di situ, terdapat barang bukti berupa CCTV yang merekam peristiwa secara jelas.

"Pada waktu yang bersamaan korban dengan pelaku itu bersama-sama. Ada percekcokan, ada bukti CCTV yang menggambarkan bahwa korban ada bekas terlindas," ujar Harli.

Selain itu, hasil visum korban, menurut Harli semestinya dapat menjadi salah satu bukti kuat.

"Ada visum et reperteum yang menjelaskan bahwa ada luka yang dialami oleh korban," katanya.

Dengan bebasnya terdakwa dalam perkara ini, pihak Kejaksaan lantas mempertanyakan siapa yang semestinya bertanggun jawab atas kematian korban.

"Lalu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap orang yang meninggal?"

Karena hal-hal tersebutlah, Kejaksaan dipastikan akan mengajukan kasasi atas putusan bebas ini.

Apalagi Gregorius telah dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHPidana.

"Dari kondisi ini karena ini putusan bebas, maka langkah hukumnya adalah kasasi," kata Harli.(*)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved