Badan Geologi Catat Kenaikan Kegempaan Gunung Tangkuban Parahu, Ada Aktivitas Pergerakan Dangkal

Badan Geologi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat sejumlah kenaikan kegempaan di Gunung Tangkuban Parahu selama 2024.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Darajat Arianto
TRIBUNJABAR.ID
Ilustrasi masyarakat berwisata ke Gunung Tangkuban Parahu. Badan Geologi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat sejumlah kenaikan kegempaan di Gunung Tangkuban Parahu selama 2024. 

Hasil pemantauan deformasi Electronic Distance Measurement (EDM) pada bulan ini belum menunjukkan adanya pola penambahan tekanan yang signifikan.

Pengukuran deformasi dengan menggunakan EDM dilakukan di area kawah permukaan Gunung Tangkuban Parahu.

Dari hasil pemantauan deformasi dengan peralatan Global Positioning System (GPS GNSS) dan Tiltmeter sampai bulan Maret 2024 menunjukkan adanya tekanan pada tubuh gunung Tangkuban Parahu di arah barat daya sehingga menyebabkan terjadinya penggembungan di tubuh Gunung Tangkuban Parahu dan sumber
tekanan penyebab deformasi cukup dangkal.

Hasil dari pemantauan gas di Gunung Tangkuban Parahu mengindikasikan belum menunjukkan peningkatan, hasil dari pengukuran gas masih di bawah ambang batas.

"Berdasarkan data pemantauan saat ini, perlu diwaspadai potensi bahaya berupa erupsi freatik, yaitu erupsi yang terjadi tanpa ada peningkatan gejala vulkanik yang jelas atau signifikan. Erupsi freatik jika terjadi dapat disertai hujan abu dan lontaran material di sekitar kawah," katanya.

"Berdasarkan hasil evaluasi secara visual dan instrumental, maka tingkat aktivitas
Gunung Tangkuban Parahu pada tanggal 22 Maret 2024 pukul 12.00 WIB masih pada Level I (Normal) dengan rekomendasi agar masyarakat dan pengunjung atau wisatawan tidak mendekat ke dasar kawah, tidak berlama-lama dan tidak menginap di area kawasan kawah-kawah aktif yang berada di Gunung Tangkuban Parahu," katanya.

Pengunjung diminta segera menjauhi atau meninggalkan area sekitar kawah jika teramati peningkatan intensitas atau ketebalan asap kawah atau jika tercium bau gas yang menyengat untuk menghindari potensi bahaya paparan gas beracun maupun erupsi freatik.

"Masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu diharap tenang, beraktivitas seperti
biasa, tidak terpancing isu-isu tentang erupsi Gunung Tangkuban Parahu dan tetap mengikuti perkembangan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu melalui aplikasi MAGMA Indonesia. Pemerintah Daerah, BPBD Provinsi dan Kabupaten agar senantiasa berkoordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung," katanya.

Tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu akan dievaluasi kembali secara berkala atau jika terjadi perubahan aktivitas yang signifikan. Tingkat aktivitas dan rekomendasi Gunung Tangkuban Parahu ini tetap berlaku selama surat/laporan evaluasi berikutnya belum diterbitkan.

Gunung Tangkuban Parahu merupakan gunungapi aktif yang berada di wilayah
Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Gunungapi ini memiliki 9 kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas.

Erupsi Gunung Tangkuban Parahu pada umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu.

Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu terakhir terjadi pada tahun 2019.

Fase erupsi dimulai tanggal 26 Juli 2019 pukul 15.48 WIB di kawah Ratu dengan ketinggian kolom lumpur bercampur sedikit abu mencapai 200 meter dari dasar kawah, berwarna kelabu tebal kehitaman.

Aktivitas erupsi terus berlangsung hingga tanggal 9 Agustus 2019.

Sebaran material pasiran umumnya jatuh kembali ke dalam dasar kawah, sedangkan abu erupsi tersebar di sekitar kawah tergantung arah dan kecepatan angin. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved