Gunung Tangkuban Parahu Masih di Level 1, namun Potensi Letusan Freatik Tetap Mengintai

Gunung api ini, kata dia, memiliki 9 kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas. 

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Ravianto
Tribun Jabar/Rahmat Kurniawan
KONDISI KAWAH RATU - Kondisi terkini Kawah Ratu dan aktivitas wisatawan di Gunung Tangkuban Parahu, Selasa (3/6/2025). Potensi letusan freatik masih mengintai, apalagi setelah diguncang gempa ringan pada Minggu 29 Juni 2025.Tribun Jabar/Rahmat Kurniawan 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Badan Geologi memastikan tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Perahu masih berada pada Level I atau normal. 

Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid mengatakan, gunung api Tangkuban Parahu merupakan gunung api aktif yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. 

Gunung api ini, kata dia, memiliki 9 kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas. 

Dikatakan Muhammad Wafid, berdasarkan data BMKG, gempa yang terjadi pada Minggu 29 Juni 2025 memiliki Magnitudo 2,7 skala Richter pada lokasi 6,76 LS – 107,63 BT dengan kedalaman 6 Km di bawah permukaan laut. 

Pasca gempa ringan tersebut, aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu secara visual tidak terjadi peningkatan.

"Terpantau hembusan asap putih tipis hingga sedang dengan ketinggian berkisar antara 20 hingga 200 meter dari dasar Kawah Ratu dan 5 hingga 10 meter dari dasar Kawah Ecoma dengan tekanan lemah hingga sedang," ujar Wafid, Senin (30/6/2025). 

Menurutnya, manifestasi bualan lumpur di Kawah Ratu yang terbentuk pada tanggal 5 Juni 2025 hingga saat ini masih teramati, dengan tingkat intensitas dan luasan area bualan lumpur ini masih sama. 

Berdasarkan pemantauan kegempaan, kata dia, hingga saat ini tidak menunjukkan peningkatan, rekaman kegempaan masih didominasi oleh getaran Tremor Menerus yang berasosiasi dengan aktivitas bualan lumpur di Kawah Ratu. 

"Rekaman kegempaan pada tanggal 28 Juni 2025 tercatat 3 kali Gempa Hembusan, 84 kali Gempa Low-Frequency (LF), 1 kali Gempa Tektonik Jauh (TJ) dan getaran Tremor Menerus dengan amplitudo 0,5 – 1,5 mm," katanya. 

Kemudian pada 29 Juni 2029 hingga 12:00 WIB, terekam Gempa LowFrequency (LF) sebanyak 41 kejadian, 2 kali Gempa Vulkanik Dalam (VA), 1 kali Gempa Hembusan, 1 kali gempa Tektonik Jauh (TJ), 1 kali Gempa Terasa pada skala III/MMI dan getaran Tremor Menerus dengan amplitudo 0,5 – 1 mm. 

"Pengamatan deformasi permukaan menggunakan alat EDM, GNSS dan Tiltmeter pasca kejadian gempa terasa tersebut tidak mempengaruhi secara signifikan perubahan tekanan di bawah tubuh gunung api," katanya.

Namun, kata dia, data pemantauan EDM masih menunjukkan kecenderungan pola inflasi, yang mengindikasikan akumulasi tekanan pada kedalaman dangkal di bawah tubuh gunung api. 

"Hal ini perlu menjadi perhatian karena potensi erupsi freatik tetap dapat terjadi secara tiba-tiba, tanpa didahului gejala vulkanik yang jelas," ucapnya.

Pihaknya pun mengimbau agar masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan para pengunjung tetap diimbau untuk tidak mendekati area dasar kawah, tidak berlama-lama di kawasan kawah aktif, serta segera menjauh jika teramati peningkatan intensitas hembusan atau tercium bau gas menyengat. 

"Meskipun aktivitas menurun, kewaspadaan harus tetap diperhatikan. Pemerintah Daerah dan BPBD diminta terus menjalin koordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu di Desa Cikole serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung," katanya. 

"Masyarakat diharapkan tetap tenang, tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang belum dapat dipertanggungjawabkan, serta mengikuti perkembangan informasi resmi melalui aplikasi MAGMA Indonesia atau situs web https://magma.esdm.go.id," tambahnya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved