Begini Upaya Menekan Angka Pernikahan Dini yang Masih Tinggi di Jabar, Harus Jadi Perhatian
Pernikahan usia muda, dinilai akan berdampak pada kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan generasi berikutnya.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Angka pernikahan dini di Jawa Barat masih tinggi.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar mencatat, ada 5.523 pasangan melangsungkan pernikahan dini selama 2022.
Ribuan anak tersebut, bisa menikah setelah permohonan dispensasi menikahnya diterima Pengadilan Agama (PA).
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak pun, kembali disosialisasikan sebagai salah satu upaya menekan angka pernikahan dini.
Dalam sosialisasi Perda tersebut, Ketua DPD Partai Golkar Jabar, Tubagus Ace Hasan Syadzily mengatakan, angka pernikahan di bawah umur di Jabar mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Di Sumedang, Mereka yang Putus Sekolah karena Pernikahan Dini Bisa Lanjutkan Pendidikan
Selain mensosialisasikan Perda, pihaknya pun mengajak Himpunan Wanita Karya (HWK) untuk terjun ke lapangan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait masalah ini.
"Kami mengajak HWK menjadi garda terdepan dalam memberikan pemahaman bahwa pernikahan di bawah umur itu selayaknya dihindari. Hal ini dalam rangka mewujudkan generasi bangsa yang lebih baik," ujar Ace, saat menjadi Keynote Speech dalam kegiatan Sosialisasi Perda Prov. Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak di JI. Pelajar Pejuang Bandung, Jumat (10/2/2023).
Disebutkan Kang Ace, masalah pernikahan di bawah umur itu harus menjadi perhatian semua pihak. Jangan sampai, kata dia, anak yang baru berumur 18 tahun sudah berumah tangga.
"Anak 18 tahun seharusnya masih belajar di sekolah, karena persoalan tertentu justru ia harus memilih menikah atau dinikahkan," katanya.
Pernikahan usia muda, kata Ace, akan berdampak pada kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan generasi berikutnya.
Menurut Ace, pasca Covid ada sekitar 35 ribu anak Indonesia menjadi yatim, piatu dan yatim piatu. Mereka terpaksa tinggal atau diasuh oleh satu orang tua. Bahkan, ada juga yang diasuh kerabat atau tetangganya.
Kejadian ini, ujar Ace, tentu saja menjadi masalah serius karena memicu persoalan lanjutan bagi anak-anak Indonesia pasca Covid terjadi.
"Kondisi seperti itu, harus ada solusi," ucapnya.
Pihaknya selalu pimpinan komisi VIII, mengaku telah menginisiasi UU Perlindungan Yatim Piatu.
Kanwil Kemenkum Jabar Hadiri Diseminasi Evaluasi Tata Kelola Administrasi PPNS Secara Daring |
![]() |
---|
Kemenkum Jabar Tegaskan Komitmen Pembinaan, Asep Sutandar Minta Notaris Profesional |
![]() |
---|
Dindin Abdullah Ghozali Gelar Training Digital Marketing Bersama Bloomera Coaching Team |
![]() |
---|
Kemenkum Jabar Turun Tangan Harmonisasi Raperbup Bandung Barat, Status Aparatur Desa Jadi Perdebatan |
![]() |
---|
Kemenkum Jabar Dampingi Ujian Substantif Mangga Gincu Sumedang yang Sudah Ekspor ke Rusia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.