Pembelian BBM di Sri Lanka Dibatasi, Motor 4 Liter, Mobil 19,5 Liter, Mengapa Negeri Ini Bangkrut?

Sri Lanka bangkrut dan negara itu mulai memberlakukan penjatahan bahan bakar minyak (BBM) untuk warganya pada Jumat (15/4/2022).

Editor: Hermawan Aksan
Kompas.com
Warga Sri Lanka menggelar protes di luar kantor presiden di Colombo, Sri Lanka, Rabu (13/4/2022). Perdana Menteri Sri Lanka menawarkan untuk bertemu para pengunjuk rasa di tengah krisis ekonomi. 

Puluhan ribu orang melakukan protes di luar kantor Rajapaksa selama tujuh hari berturut-turut pada Jumat (15/4/2022), menuntut dia mundur karena kesulitan ekonomi yang diderita oleh 22 juta penduduk negara itu.

Krisis ekonomi Sri Lanka dimulai setelah pandemi virus corona merusak pendapatan vital dari pariwisata dan pengiriman uang.

Pemerintah telah mendesak warga di luar negeri untuk menyumbangkan devisa untuk membantu membayar kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan setelah mengumumkan default pada seluruh utang luar negerinya.

Pemerintah telah mengumumkan akan membuka negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mencari dana talangan (bailout).

Mengapa Sri Lanka Bangkrut? 

Sri Lanka sedang menghadapi krisis yang membuat pemerintah gagal membayar utang luar negerinya.

Beberapa pihak menyalahkan Cina atas hal ini. Negeri Tirai Bambu itu disebut-sebut berperan memicu krisis.

Tapi, benarkah begitu?

Profesor Ekonomi Tata Institute of Social Sciences R Ramakumar, dalam analisisnya di The Conversation, mencoba menelaah hal ini.

Pasca kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948, pertanian Sri Lanka didominasi oleh tanaman yang berorientasi ekspor seperti teh, kopi, karet, dan rempah-rempah.

Sebagian besar produk domestik brutonya berasal dari devisa yang diperoleh dari mengekspor tanaman ini. Uang itu digunakan untuk mengimpor bahan makanan penting.

Selama bertahun-tahun, negara ini juga mulai mengekspor garmen, dan mendapatkan devisa dari pariwisata dan pengiriman uang.

Setiap penurunan ekspor akan datang sebagai kejutan ekonomi dan menempatkan cadangan devisa di bawah tekanan.

Karena alasan ini, Sri Lanka sering mengalami krisis neraca pembayaran. Sejak tahun 1965 dan seterusnya, ia memperoleh 16 pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Setiap pinjaman ini datang dengan persyaratan, termasuk bahwa setelah Sri Lanka menerima pinjaman mereka harus mengurangi defisit anggaran mereka, dan mempertahankan kebijakan moneter yang ketat.

Sumber: Kompas
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved