Urgensi Proyek Pagar Gedung Sate Disorot, Pengamat: Masyarakat Berkhak Tahu
Pengamat kebijakan publik menyoroti perbaikan pagar dan pembangunan gapura di seputar Gedung Sate.
Penulis: Nappisah | Editor: Kemal Setia Permana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menyoroti perbaikan pagar dan pembangunan gapura di seputar Gedung Sate.
Kristian mengatakan bahwa di tengah situasi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, kebijakan tersebut dinilai belum menyentuh persoalan mendasar yang dihadapi warga Jawa Barat.
Dari sisi politik anggaran, kebijakan itu perlu dikritisi secara terbuka.
“Ketika sebuah program atau proyek sudah masuk dan disahkan dalam dokumen anggaran formal seperti APBD-P yang disepakati Pemda dan DPRD, artinya itu dianggap sebagai prioritas penting."
"Masalahnya, apakah perbaikan pagar dan gapura ini memang betul-betul mendesak di tengah kondisi masyarakat seperti sekarang?” kata Kristian, kepada Tribunjabar.id, Sabtu (22/11/2025).
Baca juga: Di Tengah Renovasi yang Telan Anggaran Rp3,9 Miliar, Wisatawan Tetap Datang ke Gedung Sate
Ia menekankan pentingnya penjelasan terbuka dari pemerintah daerah dan DPRD kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas.
Menurutnya, masyarakat berhak tahu mengapa program tersebut lebih diprioritaskan dibanding kebutuhan lain yang lebih menyentuh kehidupan sehari-hari warga.
Kristian juga menyoroti penggunaan anggaran senilai Rp3,9 miliar untuk proyek tersebut, yang menurutnya perlu dilihat dari perspektif efisiensi belanja publik.
“Selama ini pemerintah selalu membawa narasi efisiensi. Tapi efisiensi itu bukan sekadar memotong anggaran di satu sisi. Yang lebih penting adalah menekan input untuk menghasilkan output yang lebih bermakna,” ujarnya.
Pertanyakan Besaran Anggaran
Kristian mempertanyakan apakah nilai pagar dan gapura tersebut benar-benar sebanding dengan dana yang digelontorkan, jika dilihat dari sudut pandang berbagai pemangku kepentingan, terutama masyarakat.
Baca juga: KNKT Selidiki Sebab Pesawat Mendarat Darurat di Karawang, Pihak Maskapai Tunggu Putusan Asuransi
“Apakah Rp3,9 miliar untuk pagar dan gapura itu lebih bermakna dibanding jika dialokasikan untuk program yang berdampak langsung pada kesejahteraan ekonomi warga? Penilaiannya pasti akan beragam, apalagi jika dilihat dari dampak nyatanya terhadap masyarakat,” tambahnya.
Dia menilai proyek tersebut cenderung bersifat simbolik dan lebih mengejar kesan visual semata.
“Perbaikan pagar dan pembuatan gapura ini lebih seperti proyek mercusuar. Secara fisik tampak megah, seolah menunjukkan ada pergerakan pembangunan. Tapi ketika dibenturkan dengan realitas ekonomi masyarakat Jawa Barat saat ini, itu terasa hampa karena tidak menyentuh akar persoalan publik,” tuturnya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih fokus pada kebijakan yang berdampak langsung pada perbaikan kualitas hidup masyarakat, ketimbang proyek-proyek yang hanya memperindah wajah kota namun minim manfaat substantif. (*)
| Di Tengah Renovasi yang Telan Anggaran Rp3,9 Miliar, Wisatawan Tetap Datang ke Gedung Sate |
|
|---|
| Dedi Mulyadi Jawab Kontroversi Gerbang Gedung Sate: Disusun Ahli Teknik Sipil, Bukan Cagar Budaya |
|
|---|
| Dedi Mulyadi Sebut Pagar Gedung Sate Bukan Heritage, Renovasi Adaptasi Budaya Kacirebonan |
|
|---|
| Zaini Shofari Soroti Kesesuaian Arsitektur Candi Bentar di Lingkungan Gedung Sate |
|
|---|
| Ahli Cagar Budaya Angkat Suara Soal Gapura Baru Gedung Sate: "Tidak Ada yang Salah" |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Pekerja-sedang-mengerjakan-proyek-renovasi-gerbangGedung-Sate-Sabtu-22112025.jpg)