Wamenkomdigi Panggil TikTok hingga Meta Soal Konten Disinformasi dan Fitnah Imbas Kericuhan Demo DPR

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital bakal panggil TikTok dan Meta, dua platform media sosial terkait konten provokasi dan disinformasi imbas demo DPR

Editor: Hilda Rubiah
KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA
DEMO PEMBUBARAN DPR: Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo di Kantor PCO, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025). - Wamenkomdigi panggil TikTok hingga Meta soal konten diinformasi dan fitnah imbas kericuhan demo di DPR RI, Senin (25/8/2025). 

TRIBUNJABAR.ID - Kericuhan demo pembubaran DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) di Jakarta dinilai terjadi karena dipengaruhi konten provokasi dan disinformasi.

Terkait hal itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo menegaskan, fenomena disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) tersebut pada akhirnya akan merusak sendi demokrasi.

Oleh karena itu, sebagai bentuk upaya menteralkan, pihaknya akan memanggil sejumlah platform media sosial yang dinilai bertanggung jawab atas informasi yang beredar.

Beberapa platform media sosial yang dipanggil di antaranya TikTok dan Meta untuk meminta kejelasan kebijakan moderasi konten-konten berbau DFK dan atas mudahnya penyebaran konten provokatif.

Pemanggilan ini menyusul demo yang terjadi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang berujung ricuh karena konten provokatif.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Dasco Beber Penjelasan Tunjangan Rp 50 Juta Anggota DPR Hanya Sampai Oktober 2025

Sejauh ini, pihaknya sudah memanggil Kepala TikTok Asia Pasifik untuk membahas masalah itu.

"Iya (akan memanggil). Saya pribadi, tadi sama Pak Dirjen juga, saya hubungi. Yang pertama, saya sudah hubungi Head TikTok Asia Pasifik, Helena. Saya minta mereka ke Jakarta, kita akan bercerita tentang fenomena ini," kata Angga Raka di Kantor PCO, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).

"Dan kita juga sudah komunikasi dengan TikTok Indonesia," ucapnya.

Selain TikTok, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) juga sudah berbicara dengan pihak Meta Indonesia.

Adapun platform X belum berkomunikasi lantaran tidak memiliki kantor di Indonesia.

"Yang belum adalah karena platform X tidak ada kantor. Dan ini kita juga harus sampaikan ke publik bahwa X itu tidak punya kantor di Indonesia," tutur Angga.

Menurutnya, sebuah aspirasi bisa menjadi bias jika disampaikan secara provokarif dan menggunakan prinsip-prinsip produksi konten serupa DFK.

Di sisi lain, algoritma media sosial sering menempatkan hal-hal yang sifatnya misinformasi, disinformasi, dan hal-hal yang berbau emosional yang bahkan berupa fitnah serta kebencian justru berpotensi viral. 

Angga menilai, seharusnya platform media sosial yang beroperasi di Indonesia bertanggung jawab dengan melakukan filterisasi agar konten yang beredar lebih jernih.

Beberapa konten fabrikasi yang dihasilkan oleh AI dan mengandung unsur DFK juga mendapat tempat di media sosial, viral di berbagai media sosial, yang pada akhirnya memicu sentimen negatif.

Baca juga: Ucapan Ahmad Sahroni Sebut Orang Tolol Dinilai Tak Pantas, Purnawirawan Polri Sampai Sakit Hati

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved