Warga Bandung Korban TPPO

PSMS Medan Angkat Suara Soal Kasus Remaja Bandung yang Terseret ke Kamboja

Dalam laporan keluarga, Rizki diyakini terjerumus dalam modus perekrutan pemain sepak bola palsu yang menggunakan identitas PSMS Medan.

Tribun Jabar/ Adi Ramadhan Pratama
NENEK KORBAN TPPO - Imas Siti Rohanah (52) warga Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung sedang memegang foto cucunya Riski Nur Fadhilah (18). 

Namun jalannya menuju dunia profesional itu mendadak berubah suram ketika ia terjebak dalam tipu muslihat seseorang yang mengaku sebagai manajer klub sepak bola asal Medan, dan justru membawanya bekerja paksa di luar negeri.

"Jadi awalnya Fadhil tahu seleksi itu dari media sosial Facebook, lalu ada orang yang mengaku sebagai manajemen itu. Katanya, mau seleksi masuk PSMS Medan dan untuk gabung SSB Sparta FC di Medan," ujarnya nenek Fadhil, Imas Siti Rohanah pada Selasa (18/11/2025).

Imas menuturkan bahwa cucunya kerap menempati posisi penjaga gawang dalam berbagai pertandingan sepak bola. Fadhil juga sempat terlibat dalam latihan di Sekolah Sepak Bola (SSB) lokal Kabupaten Bandung dan bahkan pernah bergabung dalam program Diklat Persib.

"Dia dulunya ikut SSB Hasebah. Pernah juga di Persib Junior atau Diklat Persib. Makanya mungkin dia mudah diiming-imingi ikut seleksi. Tapi SSB-nya, katanya tidak tahu kalau dia pergi ke Medan. Baru tahu setelah viral," katanya.

Dalam kesehariannya, Fadhil dikenal sebagai anak yang ceria dan senang berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Selain tekun berlatih sepak bola, ia juga kerap membantu usaha coklat milik pamannya.

"Dia tidak manja, tapi mungkin karena ibunya di Hongkong dan ayahnya bekerja, dia banyak menghabiskan waktu bersama pamannya. Pamannya punya usaha cokelat, jadi dia sering bantu-bantu di sana. Selain itu, dia latihan bola. Sehari-harinya seperti anak-anak lain," ucapnya.

Di tengah kecemasan keluarga, Imas mengungkapkan bahwa cucunya diduga mendapat perlakuan tidak manusiawi selama berada di Kamboja. Ia menyebut bahwa Fadhil mendapat tekanan jika tidak memenuhi target pekerjaan sebagai ‘menipu’ (scammer) di platform percintaan.

"Dia sering disiksa. Disiksanya seperti disuruh push-up ratusan kali, disuruh membawa galon ke lantai sepuluh. Padahal anak sekecil itu jelas tidak terbiasa kerja seperti itu," ujarnya.

Karena itu, Imas berharap pemerintah daerah dan pihak terkait dapat bertindak cepat untuk membawa pulang cucunya. Ia meminta agar keselamatan Fadhil dapat menjadi perhatian serius berbagai pihak.

"Kami berharap cucu kami bisa cepat dipulangkan dalam keadaan sehat. Kami minta semua pihak terkait, terutama pemerintah, membantu memulangkannya secepat mungkin," ucapnya.

Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa keluarga kembali dibuat gelisah setelah beredarnya video klarifikasi yang menampilkan Fadhil menyatakan dirinya tidak mengalami kekerasan. Video itu muncul sesaat setelah keluarga memviralkan kasus tersebut ke publik.

Tak lama kemudian muncul rekaman lanjutan yang menyebutkan bahwa keberangkatan Fadhil ke luar negeri dilakukan atas kemauannya sendiri. Namun, Imas meragukan bahwa pernyataan tersebut disampaikan secara bebas oleh cucunya.

Menurut Imas, ucapan dalam video itu tidak mencerminkan kondisi sebenarnya dan ia menduga ada tekanan dari pihak tertentu. Kecurigaannya makin kuat setelah pada Selasa (18/11), orang yang diduga membawa Fadhil ke Kamboja meminta keluarga untuk membuat klarifikasi serupa.

"Sebelum ada video itu (Fadhil klarifikasi), pelaku sempat minta saya buat klarifikasi atas video ibu. Katanya kalau Fadhil itu tidak di paksa datang ke Kamboja, bukan atas paksaan gitu dan Fadhil tahu," ujarnya saat dikonfirmasi pada Rabu (19/11/2025).

Karena keluarga menolak permintaan tersebut, Imas memperkirakan pelaku kemudian menekan Fadhil untuk menuruti keinginan mereka.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved