Temilnas Apsifor, Psikologi Forensik Jadi Jembatan Hukum dan Kemanusiaan
Psikologi forensik diposisikan sebagai bagian inti dalam penegakan hukum, bukan lagi pelengkap.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Psikologi forensik diposisikan sebagai bagian inti dalam penegakan hukum, bukan lagi pelengkap. Ilmu ini kini diposisikan sebagai jembatan yang mempertemukan pendekatan legal formal dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Pandangan tersebut mencuat dalam Temu Ilmiah Nasional (Temilnas) Ke-14 Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) yang digelar Universitas Islam Bandung (Unisba) di Aula Utama Kampus Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Senin (10/11/2025).
Rektor Unisba, A Harits Nu’man, menyebut sistem hukum Indonesia sedang ada di masa transisi penting.
“Penegakan hukum bukan hanya soal benar atau salah secara legal, tetapi juga soal memahami manusia secara utuh," ujar Harits, Senin.
Ia menyebut, psikologi forensik menjadi jembatan yang mempertemukan pendekatan hukum dengan nilai-nilai kemanusiaan, terutama saat negara memasuki era hukum berbasis keadilan restoratif.
Menurutnya, keterlibatan psikolog forensik dapat memperkuat integritas sistem peradilan.
Ia juga mengajak seluruh akademisi dan praktisi untuk meningkatkan kompetensi forensik, memperkuat integrasi etika, serta membangun jejaring nasional.
Dekan Fakultas Psikologi Unisba, Dewi Sartika, menyebut, perubahan sistem hukum nasional menuntut peran psikologi yang lebih besar dalam proses penegakan hukum.
“Psikologi forensik membantu aparat penegak hukum memahami motif, kondisi mental, dan konteks psikologis dari pelaku, korban, maupun saksi,” tuturnya.
Ia menilai forum Temilnas menjadi ruang strategis untuk melahirkan rekomendasi ilmiah yang dapat memperkuat kebijakan hukum nasional.
Dewi juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin agar sistem hukum Indonesia lebih manusiawi dan berintegritas.
“Kolaborasi psikologi dan hukum bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan,” ujarnya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Asep Nana Mulyana, yang diwakili oleh Wakil Ketua Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Taufan Zakaria, memaparkan tantangan besar dalam integrasi psikologi forensik ke dalam sistem hukum Indonesia.
“Psikolog baru bisa masuk ke perkara jika diminta penyidik, jaksa, atau hakim. Padahal peran mereka sangat strategis sejak tahap awal penyidikan,” ujarnya.
Dia menyoroti perlunya standar nasional bagi psikolog forensik agar kesaksian dan asesmen mereka diterima secara konsisten di pengadilan.
Ia juga menilai kolaborasi dengan universitas sangat penting.
“Psikologi forensik hadir di setiap lini proses hukum. Mulai dari investigasi hingga rehabilitasi. Sistem hukum kita akan lebih manusiawi bila mengintegrasikan keilmuan ini,” jelasnya.
Ia mengingatkan banyak perkara kriminal seperti kekerasan seksual, pembunuhan berencana, dan radikalisme membutuhkan perspektif psikologis yang kuat untuk interpretasi perilaku. (*)
| JADWAL Lengkap Pekan Ke-13 Super League, Persib Bandung Jamu Tim Besar yang Sedang Memble |
|
|---|
| Komisi IV DPRD Kota Bandung Dorong Pemerintah Optimalkan Pemetaan dan Pemberdayaan Tenaga Kesehatan |
|
|---|
| Kemenkum Jabar Dorong PPPK Berdampak Positif, BPSDM Ingatkan Masih Ada Tes Penempatan di 2026 |
|
|---|
| Kemenkum Jabar Ingatkan Notaris Pengganti: Tanggung Jawab dan Marwah Sama Pentingnya |
|
|---|
| Aksi Getok Parkir di Dipati Ukur Bandung, Wali Kota Farhan: Sudah Dibereskan, Bukan Orang Bandung |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Asosiasi-Psikologi-Forensik-Apsifor-yang-digelar-Universitas-Islam-Bandung-Unisba.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.