Kemenkum Jabar Harmonisasi Aturan Perdagangan demi Stabilitas Ekonomi Daerah Kabupaten Tasikmalaya

Kemenkum Jabar menggelar Rapat Harmonisasi terhadap satu Raperda Kabupaten Tasikmalaya tentang Perdagangan, Jumat, 21 November 2025.

Istimewa
RAPAT HARMONISASI - Kemenkum Jabar menggelar Rapat Harmonisasi terhadap satu Raperda Kabupaten Tasikmalaya tentang Perdagangan, Jumat, 21 November 2025. 

TRIBUNJABAR.ID - BANDUNG - Kanwil Kemenkum Jabar kembali menunjukkan komitmennya dalam mengawal pembentukan produk hukum daerah yang berkualitas dan implementatif. Pada Jumat, 21 November 2025, bertempat di Bandung, Tim Kelompok Kerja Harmonisasi 2 Kemenkum Jabar menggelar Rapat Harmonisasi terhadap satu Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Tasikmalaya tentang Perdagangan.

Kegiatan ini dilaksanakan sebagai wujud kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang bertujuan menyelaraskan norma daerah agar tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi serta aspirasi masyarakat. Rapat ini dihadiri oleh perwakilan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (DKUKM Perindag), serta perwakilan bagian hukum instansi terkait yang terlibat dalam penyusunan naskah akademik dan draf regulasi tersebut.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat, Asep Sutandar, melalui Tim Pokja Harmonisasi 2, memberikan atensi khusus terhadap urgensi Raperda ini dalam menata ekosistem ekonomi daerah. Asep menekankan bahwa produk hukum daerah harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif sekaligus memberikan perlindungan nyata bagi pelaku usaha kecil. Dalam arahannya, Kemenkum Jabar menyoroti tiga isu krusial dalam Raperda Perdagangan Kabupaten Tasikmalaya yang perlu perbaikan mendalam.

Sorotan utama tertuju pada isu zonasi dan jarak toko swalayan atau minimarket. Berdasarkan analisis, pengaturan lokasi yang hanya menyebutkan larangan di "kawasan pelayanan lokal" dinilai bias dan multitafsir. Kemenkum Jabar mendorong adanya batasan jarak spesifik, misalnya 500 meter atau 1 kilometer, antara toko swalayan dengan pasar rakyat untuk mencegah konflik sosial di lapangan dan persaingan usaha yang tidak sehat.

Selain masalah zonasi, Kemenkum Jabar juga mengkritisi sifat kemitraan antara usaha besar dengan UMKM yang tertuang dalam draf tersebut. Pasal yang menyebutkan bahwa toko swalayan "dapat" melakukan kemitraan dinilai melemahkan semangat pemberdayaan ekonomi lokal. Tim Perancang menegaskan pentingnya mengubah frasa tersebut menjadi "wajib", sehingga toko modern berjejaring nasional memiliki tanggung jawab hukum yang mengikat untuk memasarkan produk lokal atau menyediakan ruang usaha bagi UMKM.

Hal ini sejalan dengan semangat naskah akademik yang ingin melindungi eksistensi pedagang kecil di tengah gempuran pasar modern. Jika bersifat sukarela, pasal tersebut dikhawatirkan tidak akan memiliki daya paksa yang efektif dalam penerapannya. Isu ketiga yang menjadi bahasan panas dalam rapat tersebut adalah mengenai kewenangan mengatur penjualan langsung atau Multi Level Marketing (MLM). Draf Raperda dinilai terlalu teknis mengatur detail kode etik hingga skema komisi bisnis MLM, yang sejatinya merupakan kewenangan atribusi pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan.

Kemenkum Jabar mengingatkan agar pemerintah daerah fokus pada fungsi pengawasan operasional dan perizinan tempat usaha, bukan masuk ke ranah skema bisnis internal korporasi agar tidak terjadi tumpang tindih aturan. Melalui harmonisasi ini, Kemenkum Jabar berharap Raperda yang dihasilkan nantinya benar-benar solutif, tidak memicu sengketa, dan mampu menjadi payung hukum yang kuat bagi tata niaga di Kabupaten Tasikmalaya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved