Masih Kurang Dikenali di Perkotaan, Seniman Benjang Terus Jaga Warisan Budaya

Masyarakat kota belum banyak mengenal seni benjang, baik sebagai seni helaran maupun sebagai seni gulat tradisional.

Tribun Jabar/ Putri Puspita Nilawati
BENJANG - Salah satu atraksi seni benjang di Pekan Kebudayaan Kota Bandung, Sabtu (22/11/2025). Masyarakat kota belum banyak mengenal seni benjang, baik sebagai seni helaran maupun sebagai seni gulat tradisional. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG - Suasana Pekan Kebudayaan Kota Bandung tampak ramai dengan suara hentakan kendang dan kecrek yang mengalun cepat mengikuti langkah para pemain benjang yang berputar lincah. 

Di penampilan tersebut tampak bangbarongan bergoyang, lalu kuda lumping pun tampak aktif bergoyang, sementara gerakan ibing para pemain seolah menarik penonton masuk ke suasana helaran khas Ujung Berung. 

Namun, meski bunyinya riuh dan geraknya memikat, pertunjukan benjang itu justru berlangsung di depan penonton yang hanya segelintir. 

Seniman benjang, Odang, mengatakan bahwa kondisi ini sudah bisa ditebak. 

Menurutnya, masyarakat kota memang belum banyak mengenal benjang, baik sebagai seni helaran maupun sebagai seni gulat tradisional.

“Kalau di kampung pasti sudah penuh, kalau ada benjang pasti ramai. Tapi di kota seni benjang tidak banyak yang tahu dan tertarik,” kata Odang saat ditemui di Balai Kota Bandung, Sabtu (22/11/2025).

Baca juga: Kafe di China Kenalkan Kopi Bubuk Kecoa, Minuman Menyeramkan yang Dianggap Sebagai Obat

Odang menjelaskan bahwa benjang memiliki dua bentuk utama, gulat dan helaran. 

Namun, gulat benjang kini hampir tak pernah ditampilkan lagi. 

Dahulu, gulat dilakukan aman di arena, kini, justru sering menimbulkan keributan ketika dilakukan di luar arena sehingga ditinggalkan.

“Sekarang gulat benjang sudah jarang. Dulu aman-aman saja, tapi sekarang anak muda kadang terbawa emosi. Makanya lebih banyak ditampilkan benjang helaran,” tuturnya.

Karena itu, seniman lebih mengembangkan benjang sebagai seni helaran yang bisa masuk ke berbagai acara, seperti syukuran panen, pesta pernikahan, ulang tahun, hingga festival budaya.

Di tengah tantangan itu, benjang tetap bertahan melalui kolaborasi dengan seni lain. 

“Benjang itu fleksibel. Bisa dikolaborasikan dengan pencak silat, karinding, atau tarawangsa. Kalau tidak ada pemain lain, saya sendiri kadang memainkan kujang,” katanya.

Lebih dari sekadar hiburan, benjang adalah seni dengan nilai pusaka yang diwariskan turun-temurun. 

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved