Terdakwa Kematian Santri di Kabupaten Bandung Dituntut 15 Tahun, Pihak Korban Nilai Terlalu Ringan

JPU menuntut FH terdakwa dalam kasus kematian AN (14) santri Pondok Pesantren Ar-Rohmah Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, dengan hukuman 15 tahun.

Penulis: Adi Ramadhan Pratama | Editor: Giri
Tribun Jabar/Adi Ramadhan Pratama
SIDANG TUNTUTAN - FH (25) terdakwa kasus kematian seorang santri Pondok Pesantren Ar-Rohmah yang berinisial AN (14) saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/8/2025). FH dituntut hukuman 15 tahun penjara. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Adi Ramadhan Pratama 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut FH (25) dengan hukuman penjara 15 tahun. FH merupakan terdakwa dalam kasus kematian AN (14) santri Pondok Pesantren Ar-Rohmah, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Kabupaten Bandung, Rabu (6/8/2025), tuntutan JPU berdasarkan proses persidangan serta pasal yang dikenakan sejak awal penyidikan.

"JPU tadi telah melaksanakan pembacaan tuntutan terhadap terdakwa, yang diduga melanggar Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak dan alternatifnya Pasal 338," ujar Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, Ariyanto, saat ditemui di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Rabu.

Ariyanto menjelaskan, tuntutan 15 tahun penjara yang diajukan JPU merupakan hasil dari pembuktian unsur-unsur hukum selama proses persidangan.

Karena korban merupakan anak di bawah umur, jaksa menerapkan pasal perlindungan anak yang mengatur pidana maksimal bagi pelaku kekerasan yang menyebabkan kematian terhadap anak.

Menanggapi harapan keluarga korban yang menginginkan hukuman lebih berat hingga pidana mati dengan pasal pembunuhan berencana, Ariyanto menjelaskan, hal itu tidak bisa diterapkan. Alasannya, tidak termasuk dalam berkas perkara yang diterima dari kepolisian.

Baca juga: Sosok Santri Cianjur Jadi Korban Longsor di Megamendung Bogor, Jasadnya Tertimbun Dalam Pesantren

"Jadi memang pada awalnya, kita mendapatkan berkas perkara di kepolisian itu tidak ada pasal 340, hanya Undang-Undang Perlindungan Anak dan 338, dan itu memang ancaman maksimalnya 15 tahun. Yang tadi dibacakan oleh JPU adalah memang maksimalnya," ucapnya.

Kuasa hukum keluarga korban, I Made Rediyudana, menanggapi keras tuntutan jaksa yang hanya menjatuhkan hukuman maksimal 15 tahun kepada terdakwa.  

Menurutnya, tuntutan tersebut tidak mencerminkan fakta sebenarnya yang terungkap selama persidangan.

"Kami dari kuasa hukum pihak keluarga korban sangat tidak menerima atas tuntutan di 15 tahun, ini berarti berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak," ujarnya.

Dia menilai bahwa selama persidangan terdapat sejumlah kejanggalan antara keterangan terdakwa dan bukti yang dihadirkan. 

Menurutnya, dalam pemeriksaan di persidangan, terdakwa tidak memberikan alasan yang jelas terkait tindakan mengeluarkan senjata tajam. Hal ini dianggap tidak sejalan dengan keterangan para saksi maupun isi berkas perkara yang ada.

Baca juga: Kejari Kabupaten Bandung Fokus Usut Dugaan Korupsi di PT BDS, Pidana Umum Jadi Ranah Polisi

"Karena dia bilang bawa celurit ternyata di dalam berkas dan keterangan saksi lainnya membawa cutter. Ternyata pas kita lihat juga buktinya enggak ada juga bukti cutter-nya. Jadi kan berarti seharusnya orang ini memang ada niat untuk membunuh. Berarti dia mengambil itu ada jeda waktu untuk mengambil senjata," katanya.

Atas dasar ketidaksesuaian keterangan serta situasi yang terungkap di persidangan, Made berpandangan bahwa sejak awal jaksa seharusnya mempertimbangkan penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved