Dedi Mulyadi Sebut Harga Beras Bakal Turun Meski Sebenarnya Kenaikan Untungkan Petani

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memastikan harga beras di pasaran akan stabil, karena panen raya sudah dimulai pekan ini.

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Giri
Tribun Jabar/Dian Herdiansyah/ARSIP
ILUSTRASI HARGA BERAS - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memastikan harga beras di pasaran akan stabil, karena panen raya sudah dimulai pekan ini. Harga beras medium dan premium naikan di pasaran sejak akhir Juli 2025. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memastikan harga beras di pasaran akan stabil, karena panen raya sudah dimulai pekan ini. Harga beras medium dan premium naikan di pasaran sejak akhir Juli 2025.

Harga beras medium naik Rp 1.000 dari sebelumnya Rp13 ribu. Sedangkan beras premium naik dari Rp 15 ribu menjadi Rp 16 ribu per kilogram.

Kenaikan saat ini, kata Dedi, justru menguntungkan petani.

"Hari ini sudah mulai panen nih, di berbagai tempat nanti seiring dengan mulai panen, harga beras pasti stabil. Tetapi memang harga gabah sekarang agak bagus," ujar Dedi, Selasa (5/8/2025).

Menurutnya, kenaikan harga gabah ini tengah dinikmati petani. Harga gabah yang biasanya Rp 6.000, kini ada selisih kenaikan Rp 1.000 hingga Rp 1.500. 

Dedi sudah memerintahkan dinas terkait untuk melakukan percepatan penanaman padi. 

"Karena saya lihat kemaraunya pendek. Karena kemaraunya pendek, maka produksi pangan akan aman di bulan Desember," katanya.

Kondisi cuaca tahun ini pun, menurutnya, harus menjadi bahan analisis bagi ketersediaan pangan ke depan.

Baca juga: Penghapusan Beras Premium dan Medium Dinilai Tidak Sederhana, Khudori Tunjukkan Masalahnya

"Kita hari ini sangat terbantu oleh musim. Di mana musim hujannya kan agak panjang, sehingga kita bisa menanam dua sampai tiga kali. Artinya bahwa ini akan memberikan jaminan terhadap ketersediaan pangan dengan baik," ucapnya.

Sebelumnya, pedagang beras di pasar tradisional Bandung mengeluhkan lonjakan harga beras yang terjadi secara bertahap.

Kenaikan ini dinilai memberatkan pembeli, khususnya kalangan rumah tangga.

Menurut pantauan TribunJabar di sejumlah pasar tradisional di Kota Bandung, seperti Pasar Kosambi, Pasar Kordon hingga Pasar Anyar, harga beras medium yang semula berada di kisaran Rp13.000 kini telah naik menjadi Rp14.000- Rp15.000 per kilogram.

Sedangkan beras premium mencapai Rp18.000 per kilogram.

Menurut, Aldi (45) pedagang di Pasar Anyar, Jalan Astanaanyar, Kota Bandung menyebut harga beras telah naik dalam beberapa kurun terakhir.

“Ada dua tahunan ini harga memang merangkak naik. Dulu, kan bermacam-macam, cuaca buruk, sampai harga gabah mempengaruhi. Sekarang kondisinya berbeda, stoknya banyak,” kata dia, saat berbincang dengan Tribun Jabar, Sabtu (2/8/2025).

Baca juga: Stok Beras di Bandung Dijamin Aman tapi Harga Mulai Merangkak Naik, Cuaca Jadi Pemicu

Dalam beberapa tahun terakhir, kata dia, pemerintah mengatasinya dengan berbagai cara. Contohnya gerakan harga pangan murah.

“Kalau sekarang ditanya stok beras ada, harga naik memang harga gabahnya naik,” kata dia.

Kondisi tersebut, lanjut dia, dikeluhkan oleh para konsumen.

"Pembeli banyak yang mengeluh. Biasanya ambil lima kilo, sekarang cuma dua atau tiga karena harganya mahal. Kita juga bingung, kalau nggak ikut naik harga, kita rugi,” jelasnya.

Sementara pedagang di Pasar Kosambi, Wahyu, berharap  pemerintah segera menggelontorkan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) ke lebih banyak titik pasar untuk menekan lonjakan harga.

"Kalau beras SPHP bisa masuk lebih banyak, harga mungkin bisa turun lagi," kata Wahyu.

Terpisah, Siti Masitoh (40), warga asal Batununggal menyebut harga beras yang kian merangkak naik memicu kekhawatiran di kalangan konsumen.

“Kita sebagai pembeli tentu menjerit. Semuanya mahal. Sekarang bawa uang Rp50 ribu ke pasar cuma dapat beras, tahu, tempe sama bumbu dapur. Meskipun sekarang mahal (beras), mau tidak mau dibeli, kan itu yang pokok,” kata dia.

Penyebab Harga Beras Naik

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, Otong Wiranta, menyebut penyebab utama melonjaknya harga beras dalam beberapa waktu terakhir bukan disebabkan oleh kekurangan stok beras secara nasional, melainkan karena stok gabah di lapangan sangat terbatas.

Otong menjelaskan bahwa keterbatasan gabah ini terjadi di tingkat petani, di mana hasil panen yang tersedia sangat sedikit.

Akibatnya, para pelaku pasar berlomba-lomba mendapatkan gabah, yang menyebabkan harga naik secara perlahan namun pasti.

Baca juga: Menteri ATR Targetkan 700 Ribu Tanah Tempat Ibadah dan Pesantren Tersertifikasi Tiga Tahun ke Depan

Pasar itu, kata dia, terus menyerap beras, sementara beras yang di Bulog ditahan sampai dengan 4 juta ton lebih.

“Sehingga yang di lapangan, padi yang sedikit pun berebut sehingga harganya merangkak naik," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa tidak ada kondisi istimewa yang sedang dihadapi para petani saat ini. Menurut Otong, para petani hanya berharap mendapatkan kemudahan dalam menjalankan usaha taninya, baik dari sisi permodalan, pupuk, maupun distribusi.

Dia mengatakan, kenaikan harga gabah kering panen (GKP) yang sempat menembus Rp7.500 per kilogram memang diharapkan jadi angin segar bagi dunia pertanian, terutama bagi petani padi.

Kendarti demikian, ia  menegaskan menilai fenomena ini tidak serta-merta membawa keuntungan merata bagi semua pelaku usaha tani.

Kondisi ini, lanjutnya, seharusnya menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah. Dengan memperbaiki tata kelola distribusi dan menyelaraskan penyerapan gabah, diharapkan harga beras bisa kembali stabil di pasaran.

Otong juga menambahkan pentingnya memperhatikan situasi di lapangan secara langsung agar kebijakan yang diambil lebih tepat sasaran. (*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved