Viral! Pocari Sweat Run 2025 Bandung Diwarnai Bagi-bagi Bir, Wali Kota M Farhan Akui Lengah

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengatakan, aksi bagi-bagi bir saat event lari tersebut dilakukan oleh salah satu komunitas lari

Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Ravianto
Kolase Tribun Jabar
LOMBA LARI - Event lomba lari Pocari Sweat Run Indonesia 2025 yang digelar dua hari dan diikuti sebanyak 15 ribu pelari di sejumlah ruas jalan Kota Bandung. Farhan mengatakan, tidak memperhatikan adanya aksi bagi-bagi bir tersebut karena pada saat itu pihaknya lebih fokus mengurus masalah kemacetan yang timbul akibat event lomba lari itu. 

Kemacetan Lalu Lintas yang Parah:

  • Ini adalah keluhan paling dominan dari warga Bandung, terutama pengendara ojek online (ojol) dan taksi. Penutupan atau rekayasa jalur lari menyebabkan kemacetan di berbagai ruas jalan utama kota, terutama di titik-titik seperti Cicadas, Kiaracondong, Viaduct, dan sekitar Gedung Pakuan.
  • Warga dan pengendara merasa terganggu karena kesulitan beraktivitas dan mencari nafkah. Beberapa pelari bahkan mengaku "dimaki-maki" oleh pengendara yang kesal.
  • Meskipun panitia dan Pemkot Bandung sudah melakukan penyesuaian rute dan waktu start lebih pagi dibanding tahun sebelumnya (2024 yang juga menuai kritik serupa), masalah kemacetan masih tetap terjadi.

Kurangnya Sosialisasi yang Masif dan Efektif:

  • Kritik muncul karena sosialisasi mengenai penutupan jalan atau rekayasa lalu lintas dinilai kurang menyeluruh dan hanya menyasar komunitas pelari, bukan masyarakat umum yang terdampak.
  • Masyarakat berharap ada pemberitahuan yang lebih intensif dan masif, bahkan disarankan agar Pemkot Bandung dapat mengirimkan surat pemberitahuan ke setiap rumah yang dilewati rute.

Pertanyaan Mengenai Kontribusi Langsung ke Pemerintah Daerah (PAD):

  • Salah satu poin kritik, terutama dari anggota DPRD Kota Bandung, adalah mengenai kontribusi finansial langsung dari event sebesar Pocari Sweat Run kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
  • Pertanyaan yang diajukan adalah "siapa yang menikmati dan siapa yang menjadi korban" dari event ini. Pengamat tata kota juga mempertanyakan apakah event ini sudah menjadi agenda rutin Pemkot Bandung, dan jika iya, mengapa tidak ada kerja sama lebih lanjut dengan brand untuk membuat jalur tetap yang tidak berubah setiap tahunnya, serta fasilitas penunjang.
  • Kritik ini menyiratkan bahwa meskipun ada dampak ekonomi tidak langsung (seperti peningkatan okupansi hotel dan UMKM), kontribusi langsung berupa retribusi atau pajak kepada kas daerah perlu diperjelas, mengingat gangguan yang ditimbulkan bagi sebagian masyarakat.

(*)

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved