Tragedi Nikahan Anak KDM di Garut

Polisi Sudah Periksa Berbagai Pihak pada Kasus Makan Gratis Anak Gubernur, Ditangani Polda

Polisi telah memeriksa berbagai pihak berkaitan tragedi yang terjadi dalam rangkaian acara pernikahan Maula Akbar dengan Putri Karlina.

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Giri
Tribun Jabar/Sidqi Al Ghifari
SAKSI BISU - Gerbang Barat Pendopo Garut, Kabupaten Garut, Jawa Barat, titik lokasi tragedi maut saat warga berdesak-desakan dalam pembagian makanan pada rangkaian acara pernikahan Wakil Bupati Luthfianisa Putri Karlina dan Maula Akbar, Jumat (18/7/2025). Tiga orang meninggal dunia dalam insiden ini. 

Praktisi hukum sekaligus advokat senior di Garut, Yudi Kurnia, meminta Mabes Polri turun tangan menangani kasus tragedi makan gratis di Garut dalam rangkaian pernikahan anak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Yudi menilai, keberadaan Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto, menjadi alasannya. 

"Karena di dalam struktur acara ada nama Kapolda Metro Jaya, maka penyidikannya harus dilakukan oleh tingkat yang lebih tinggi, yaitu Mabes Polri," ucap Yudi, Minggu (20/7/2025).

Irjen Karyoto merupakan ayah Wakil Bupati Garut, Putri Karlina, yang menikah dengan Maula Akbar, anak Dedi Mulyadi.

Setelah melangsungkan pernikahan pada Rabu (16/7/2025), rangkaian acara juga digelar pada Jumat (18/7/2025). Nahas, gelaran makan gratis yang dilaksanakan di Pendopo Kabupaten Garut itu merenggut tiga nyawa akibat berdesakan di pintu masuk gerbang.

Baca juga: Dedi Mulyadi Terjunkan Psikolog di Kasus Siswa SMA Garut yang Akhiri Hidup, Singgung Peran Guru BK

Satu di antaranya korban meninggal adalah aparat kepolisian yang bertugas. Selain itu, 30 warga pingsan.

Kasus ini, menurut, Yudi Kurnia, merupakan ujian besar bagi penegakan hukum di Indonesia.

"Itu harus diproses secara hukum dan dipertanggungjawabkan. Ini akibat dari kelalaian dalam penyelenggaraan pembagian makan yang dihadiri ribuan warga, tanpa perhitungan matang terhadap faktor keamanan dan keselamatan," kata Yudi.

Ia menolak anggapan bahwa peristiwa tersebut adalah pesta rakyat. Menurutnya, itu adalah pesta pernikahan pejabat yang coba dilegitimasi sebagai acara kerakyatan lewat pembagian konsumsi gratis.

Lebih jauh, Yudi menekankan, proses hukum terhadap peristiwa ini harus menjunjung asas equality before the law.

Baca juga: Sahabat yang Ajak Vania Antre Makan Gratis di Pendopo Bupati Garut Masih Syok, Kerap Melamun

"Harus ada perlakuan yang sama di mata hukum, baik terhadap rakyat kecil maupun pejabat. Maka, selama proses hukum berjalan, semua pihak yang menjabat di pemerintahan maupun kepolisian sebaiknya dinonaktifkan untuk menghindari intervensi relasi kuasa," ucap dia.

Ia juga mengingatkan, tanggung jawab tidak cukup hanya berupa permintaan maaf atau ganti rugi materiel.

Penyelenggara hajatan juga, katanya, harus bertanggung jawab secara hukum.

"Ada pasal-pasal yang mengatur dalam KUHP, suka tidak suka harus diproses untuk penegakan hukum," kata Yudi.

Dia menilai, tragedi ini menjadi tantangan serius bagi aparat penegak hukum, lantaran berhadapan dengan pejabat pemerintah dan unsur kepolisian.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved