Suara Lantang Dewan Terkait RSUD Cibabat Bedakan Pelayanan Pasien BPJS, 'Ini Tidak Boleh Terjadi'

Ketua DPRD Cimahi, Wahyu Widyatmoko, menegaskan, tak boleh terjadi lagi ada rumah sakit membedakan pelayanan terhadap pasien umum atau BPJS.

Penulis: Rahmat Kurniawan | Editor: Giri
Istimewa
PANGGIL RSUD CIBABAT - Ketua DPRD Kota Cimahi, Wahyu Widyatmoko. DPRD Cimahi akan memanggil manajemen RSUD Cibabat, terkait viralnya pasien meninggal diduga lambannya penanganan. 

Laporan kontributor Tribunjabar.id Rahmat Kurniawan

TRIBUNJABAR.ID, CIMAHI - Ketua DPRD Cimahi, Wahyu Widyatmoko, menegaskan, tak boleh terjadi lagi ada rumah sakit membedakan pelayanan terhadap pasien umum atau BPJS.

Dia mengatakan itu berkenaan peristiwa meninggalnya pasien di RSUD Cibabat, Kota Cimahi, yang viral di media sosial. Pasien tersebut diduga meninggal karena lambatnya penanganan medis. Bahkan, ada narasi yang menyebut lambannya penanganan karena pasien menggunakan BPJS.

Mengenai kasus itu, Wahyu mengatakan, DPRD pun akan segera memanggil pihak RSUD Cibabat untuk dimintai klarifikasi.

"Ini tidak boleh terjadi, saya orang yang tidak setuju perbedaan pelayanan terhadap pasien umum atau BPJS," kata Wahyu, Rabu (2/7/2025).

Wahyu menegaskan, rumah sakit tidak boleh melakukan diskriminasi dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Apalagi, RSUD Cibabat merupakan milik dan dikelola langsung oleh pemerintah daerah.

"Pasien BPJS itu program pemerintah itu tidak boleh dipandang sebelah mata. Fungsi rumah sakit bukan untuk membedakan seperti itu, apalagi mencari keuntungan yang lebih. Tapi tugasnya melayani sebaik-baiknya pasien yang datang ke sana. Baik BPJS atau umum, toh semua ada aturannya. Tidak boleh dibeda-bedakan," ucapnya.

Mengenai pemanggilan manajemen RSUD Cibabat, Wahyu mengatakan, hal ini dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi atau tupoksi dewan. 

Baca juga: DPRD Cimahi akan Panggil Manajemen RSUD Cibabat Usai Viral Pasien Meninggal Diduga Lamban Ditangani

"Kita akan lakukan pemanggilan terhadap RSUD Cibabat terkait dengan berita yang cukup viral itu," kata Wahyu.

Wahyu mengaku belum mengetahui kronologi utuh pasien RSUD Cibabat yang meninggal karena dugaan penanganan yang lamban tersebut. 

Meski begitu, Wahyu tak menampik jika isu-isu miring terkait pelayanan di RSUD Cibabat telah kerap muncul ke publik.

"Fungsi pengawasan kami akan dipakai untuk menindaklanjuti itu. Minimal kita klarifikasi kejadian seperti apa. Apakah sesuai dengan asumsi masyarakat karena keterlambatan, atau ada terkait dengan pihak lain, seperti BPJS. Kita dalami semuanya," ungkapnya.

Ultimatum Ngatiyana

Wali Kota Cimahi, Ngatiyana, mengultimatum RSUD Cibabat setelah viral pasien meninggal karena lambatnya penanganan medis. Ngatiyana pun memunculkan opsi perombakan hingga penyegaran sumber daya manusia (SDM) di RSUD Cibabat.

"Semuanya perlu penyegaran, agar tidak terjadi kejenuhan di dalam pelaksanaan tugas. Pembinaan karier biasanya lima tahun harus bergeser, itu paling lambat. Bagian keuangan sebenarnya kalau itu yang terbaik sebenarnya tiga tahun juga harus bergeser. Jangan terlalu lama sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan," kata Ngatiyana di RSUD Cibabat, Cimahi, Rabu (2/7/2025).

Baca juga: Dedi Mulyadi Ancam Dirut RSUD Cibabat, Bakal Beri Sanksi bila Benar Ada Keterlambatan Pelayanan

Ngatiyana juga menyodorkan pensiun dini hingga mutasi bagi ASN RSUD Cibabat yang sudah tidak mampu melayani masyarakat.

Ngatiyana menegaskan, ASN telah terikat dengan janji Panca Prasetya Korpri yang menjadi komitmen untuk pengabdian kepada negara hingga bekerja secara profesional.

"Saya tawarkan, kalau ada yang sudah tidak sanggup di RSUD silakan ajukan untuk pindah, saya tanda tangani. Ada yang mau pensiun dini, mangga, saya tanda tangani. Kalau memang sudah tidak sanggup melayani masyarakat," ucap dia.

Evaluasi menyeluruh akan segera dilakukan terhadap manajemen RSUD Cibabat. Tidak menutup kemungkinan, perombakan struktur RSUD Cibabat akan dilakukan untuk memastikan adanya peningkatan pelayanan kualitas.

"Kita perlu evaluasi agar RSUD Cibabat meningkatkan pelayanan maupun insfrastruktur yang lain. Di sini manajemen harus dievaluasi, evaluasi manajemennya, evaluasi struktur organisasinya. Sistem operasionalnya, baik itu tenaga medisnya, sarana infrastruktur. Kita harus benahi semua, manajemen, mungkin orang ini sudah terlalu lama, jenuh di situ," ucap dia.

Nandang histeris

Sebelumnya, beredar video yang memperlihatkan suasana histeris seorang pria di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibabat, Kota Cimahi. Pria itu memprotes lambatnya penanganan medis hingga berujung pada kematian istrinya.

Baca juga: Ngatiyana Sodorkan Opsi Pindah untuk ASN RSUD Cibabat Jika Merasa Tak Sanggup Layani Masyarakat

Nandang Rusmana (34), warga Kampung Cukangkawung RT 02 RW 05, Desa Pakuhaji, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mengkonfirmasi jika pria yang histeris dalam video viral tersebut adalah dirinya.

Saat itu, Nandang mengaku sudah tak sanggup lagi menahan emosi lantaran buruknya pelayanan dari petugas medis di RSUD Cibabat, Kota Cimahi.

"Saat itu istri sudah kejang. Saya pegang nadinya sudah tidak ada, baru pada datang setelah saya teriak-teriak seperti di video. Saya makin kepancing emosi saat dokter jaga nyuruh saya diam dan tidak asal bicara. Saya ngomong saya sudah minta tolong dari kemarin, istri saya sudah sekarat, tapi tidak ada yang mau dengar," kata Nandang saat ditemui, Selasa (1/7/2025).

Nandang menjelaskan, sang istri yang bernama Ulfa Yulia Lestari (30) menderita radang usus dan tumor jinak hingga menimbulkan cairan di area perut. Almarhumah telah menjalani penanganan medis di sejumlah fasilitas kesehatan hingga akhirnya dirujuk ke RSUD Cibabat, Kota Cimahi.

Ulfa masuk dan terdaftar sebagai pasien RSUD Cibabat pada Jumat (27/6/2025) sore.

"Dari rumah itu pagi, masuk ruangan itu sore," ujarnya.

Melihat sang istri yang kerap kesakitan, Nandang berulang kali mendatangi suster hingga dokter jaga untuk memohon bantuan tindakan medis. Namun, hal itu tidak digubris dengan baik karena berbagai alasan.

"Malam Sabtu saya nanya kapan dokternya datang, susternya bilang, 'Belum tahu, sabar ya'. Sabtu saya nanya lagi, kapan dokter datang, dibilang, 'Tidak tahu karena saya hanya perawat'. Siangnya istri saya sakit lagi, tidak bisa napas, saya minta tolong lagi, agar dibuang cairan di perutnya, dijawab, 'Itu urusan dokter'," ucap Nandang.

Merasa kondisi sang istri kian memburuk, Nandang kembali memohon pertolongan. Kali ini bukan kepada suster, tapi kepada dokter jaga yang melakukan visitasi.

Dokter jaga tersebut pun tidak mengabulkan permohonan Nandang meski memiliki kemampuan untuk melakukan penanganan medis terhadap pasien.

"Saya minta tolong untuk disedot cairan di perut istri saya, napasnya sudah tidak kuat. Dibilang, 'Kita bisa saja ambil tindakan, tapi tanpa seizin dokter tidak berani, nanti kalau ada apa-apa disalahin'. Saya bilang, saya suaminya, kalau ada apa-apa saya tanggung jawab, yang penting sekarang tolong sedot cairan di dalam perut istri saya. Karena dulu pernah sudah disedot napasnya biasa lagi," katanya.

Pada Minggu (29/7/2025) sekitar pukul 11.00 WIB, kondisi Ulfa kian memburuk hingga mengalami kejang. Dalam kondisi tersebut pun, tidak ada tindak lanjut yang dilakukan oleh petugas rumah sakit.

Nandang pun histeris setelah mengetahui sang istri telah meninggal dunia sekitar pukul 13.00 WIB.

"Sekitar jam 1 (meninggalnya). Waktu itu saya cek nadinya susah tidak ada, saya teriak-teriak baru pada datang, tapi istri saya sudah tidak ada," ujarnya lirih. 

Meski mengaku telah ikhlas, Nandang berharap pelayanan di RSUD Cibabat dapat dibenahi hingga lebih baik. Dia pun berharap, tidak ada diskriminasi pelayanan terhadap pasien khususnya yang menggunakan BPJS. 

"Saya minta jangan sampai lalai, itu saja. Mau umum mau BPJS itu nyawa yang utama. Supaya jangan ada korban berikutnya," ucapnya.

Terpisah, Dirut RSUD Cibabat, Kota Cimahi, Sukwanto Gamalyono, membantah jika pihaknya disebut lamban dalam melakukan penanganan medis lanjutan. Pelayanan terhadap istri Nandang pun diklaim telah sesuai dengan prosedur.

"Kami memahami reaksi emosional dari pihak keluarga dalam situasi krisis tersebut. Namun, kami menegaskan bahwa dugaan keterlambatan penanganan tidak sesuai dengan fakta medis yang terjadi. Untuk memastikan transparansi, RSUD Cibabat akan melakukan audit klinis terhadap seluruh proses pelayanan kepada pasien yang bersangkutan," kata Sukwanto, Selasa. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved