Atalia Praratya Sebut Kasus Dokter PPDS Cabul di RSHS Sebagai Alarm Keras, Dorong Penegasan Aturan
Anggota DPR RI Atalia Praratya buka suara terkait kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien oleh dokter PPDS di RSHS, Kota Bandung.
Penulis: Rheina Sukmawati | Editor: Rheina Sukmawati
TRIBUNJABAR.ID - Anggota DPR RI Atalia Praratya buka suara terkait kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien oleh dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung.
Dokter PPDS yang menjadi pelaku pemerkosaan tersebut bernama Priguna Anugerah Pratama, dokter residen anestesi PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).
Kasus pemerkosaan ini menimpa korban berinisial FH (21) yang terjadi di Gedung MCHC lantai 7, 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.
Menanggapi kasus ini, Atalia Praratya menyebut bahwa pemerkosaan oleh dokter ini menjadi alarm keras bagi semua pihak.
"KASUS DUGAAN KEKERASAN SEKSUAL oleh oknum dokter residen UNPAD (mahasiswa pendidikan spesialis kedokteran) di RSHS adalah alarm keras bagi kita semua," tulis Atalia Praratya dalam unggahan Instagram miliknya, dikutip Senin (11/4/2025).
Politisi Partai Golkar itu menuturkan, kasus pemerkosaan oleh tenaga medis ini bukan hanya pelanggaran etik.
"Ini bukan hanya soal pelanggaran etik, tapi juga soal kekuasaan atas tubuh seseorang dalam situasi paling rentan—saat mereka sedang dalam keadaan cemas dan berduka," tutur Atalia Praratya.
Dengan demikian, Atalia Praratya pun mendorong empat hal mengenai kasus ini. Pertama, penegasan undang-undang terhadap kekerasan seksual dalam profesi berotoritas seperti medis, hukum, pendidikan, dan sebagainya.

Baca juga: Dokter PPDS Cabul di RSHS Bisa Dikenakan Pasal Tambahan, 2 Korban Barunya Ternyata Pasien
Lalu, perlindungan psikologis menyeluruh bagi korban, termasuk dukungan trauma healing secara profesional.
Kemudian, adanya monitoring evaluasi terhadap sistem pendidikan kedokteran dan staf pengajarnya
Terakhir, yakni pemulihan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan yang dapat mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat.
Atalia Praratya pun mengapresiasi tindakan tegas yang diberikan oleh instansi pendidikan serta kesehatan tempat korban menimba ilmu.
"Alhamdulillah untuk mekanisme pengawasan dan sanksi tegas dari institusi pendidikan dan institusi kesehatan terhadap pelanggaran etik berat ini sudah berlangsung secara cepat dan tepat," kata Atalia Praratya.
Ia pun berharap tidak akan ada lagi kasus serupa terjadi di kemudian hari.
"Tidak boleh ada lagi ruang aman yang justru berubah jadi tempat yang membahayakan," tulis Atalia.
"Karena menjaga martabat dan keselamatan korban adalah tanggung jawab kita semua," tutupnya.
Kronologi Pemerkosaan
Trigger Warning: isi artikel di bawah menjelaskan tentang kronologi terjadinya pemerkosaan yang bisa membuat pembaca tidak nyaman.
Tindakan bejat ini dilakukan terhadap FH (21), anak dari salah satu pasien RSHS. Peristiwa terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, Priguna meminta korban untuk menjalani pengambilan darah dan membawanya dari ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) ke Gedung MCHC lantai 7.
Priguna berdalih ingin mencocokkan jenis golongan darah yang akan ditransfusikan kepada ayah korban.
Ketika didatangi Priguna, korban sedang menjaga sang ayah yang tengah dirawat dan membutuhkan transfusi darah.
Baca juga: Polisi Bantah Keluarga Korban Dokter PPDS Cabul di RSHS Cabut Laporan, Kuasa Hukum Priguna Bohong?
Priguna juga meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya.
Sesampainya di lokasi, pelaku meminta korban melepas baju dan celana, lalu menggantinya dengan baju operasi berwarna hijau.
Kemudian, Priguna memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali.
Jarum tersebut terhubung dengan selang infus, dan setelah itu, Priguna menyuntikkan cairan bening ke dalam selang.
Cairan itu membuat korban kehilangan kesadaran. Beberapa menit kemudian, korban merasa pusing dan akhirnya tidak sadarkan diri.
Korban baru siuman sekitar pukul 04.00 WIB dan kembali ke ruang IGD.
Ia lantas menceritakan kepada orang tuanya bahwa dirinya sempat tak sadarkan diri usai diambil darah.
Namun, saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian kemaluannya.
Korban kemudian menjalani visum, dan hasilnya ditemukan cairan sperma di area kemaluan.
Pihak keluarga pun melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jabar.
Baca berita Tribunjabar.id lainnya di Google News.
Sidang Kasus Pelecehan 8 Anak di Ciamis, Orang Tua Korban Menangis Minta Pelaku Dihukum Berat |
![]() |
---|
Guru Besar Unsoed Diduga Lecehkan Mahasiswi, Spanduk Protes Bertebaran depan Rektorat |
![]() |
---|
Santri dan Dosen Uniga Rumuskan Sistem Perlindungan Anak, Cegah Kekerasan Seksual di Pesantren |
![]() |
---|
Syarat dan Cara Daftar Parlemen Remaja 2025, Siswa SMA-SMK Bisa Jadi Anggota DPR Selama 6 Hari |
![]() |
---|
Kasus Kekerasan Anak di Tasikmalaya Masih Tinggi, Didominasi Kekerasan Seksual |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.