Fuad Bawazier Mengadu di DPR RI tentang Sengketa Tanah, Ahli Waris Joenta Sebut Tak Berdasar Fakta
Tudingan-tudingan yang dilontarkan pihak Fuad Bawazier, katanya, membuat keluarga yang tersudutkan itu memberikan penjelasan fakta yang sebenarnya
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ahli waris pemilik tanah di Jalan Yusuf Adiwinata no 15, Menteng, Jakarta Pusat, Okke Sari Dewi menanggapi terkait perkara yang menjadi sorotan setelah Fuad Bawazier mengadu ke Komisi III DPR RI. Okke pun menyebut pernyataan Fuad Bawazier tak sesuai fakta, teruta,a soal tuduhan adanya dugaan mafia tanah sampai keterlibatan G30SPKI.
Tudingan-tudingan yang dilontarkan pihak Fuad Bawazier, katanya, membuat keluarga yang tersudutkan itu memberikan penjelasan fakta yang sebenarnya mengenai adanya sengketa tanah yang sekarang sudah dimenangkan pihak keluarga dan tinggal eksekusi.
"Kami merasa sakit dituduh mafia tanah. Apalagi mereka mengatakannya di depan DPR RI," kata Okke yang didampingi penasehat hukumnya, Purnama Sutanto di Jalan Van Deventer, kota Bandung, Senin (12/8/2024).
Okke yang datang dari Jakarta ke Bandung bersama saudara dan cucunya ini pun menegaskan bahwa tanah itu milik ayahnya yang bernama Joenta Soeardi. Tetapi, ayahnya saat itu dituduh terlibat G30SPKI hingga sempat ditahan.
"Nah, tuduhan itu dimanfaatkan Raden Soenaryo untuk mendapatkan tanah itu. Raden Soenaryo adalah dahulu dari kesatuan AL yang diperbantukan ke kantor Agraria, sehingga dia memanfaatkan langsung dibeli (tanah) dan pada 1973, kami diusir hingga barang dikeluarkan bahkan ibu saya harus tidur di trotoar," ujarnya.
Merasa itu tanah dan rumah miliknya, pihak Joenta Soeardi pun terus mempertahankan dengan melakukan gugatan ke PN Jakarta Pusat, dengan pihak tergugatnya agraria, gubernur Jakarta, dan kolonel Soenaryo pada 1974. Kemudian, tingkat banding pada 1978, dan Mahkamah Agung pada 1980.
"PN ditolak, di PT dimenangkan dengan putusan menyatakan sertifikat dari Agraria dibatalkan dan diberikan izin membeli tanah itu kepada pemerintah dan dinyatakan tergugat melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan dikenakan ganti rugi Rp 100 juta. Nah, saat itu Soenaryo tidak melakukan kasasi, dan yang kasasi hanya gubernur dan kantor Agraria saja. Lalu, kasasi itu dimenangkan kami, hanya saja sudah pindah kepemilikan kepada Noeraeni Bawazir," katanya.
Ahli Waris Joenta Menang hingga PK 2
Meski sudah menang, eksekusi tidak bisa dilakukan sehingga akhirnya ahli waris Joenta melakukan gugatan pada 2014 No 495 PDT G/2014/PN Jakarta Pusat. Gugatan didampingi penasehat hukum Purnama Sutanto dengan tergugat Noraeni Bawazir dan penghuni rumah Sunan Arif dan Nella, istrinya.
"Keluarlah putusan tingkat PN Jakarta Pusat menang, kemudian di tingkat PT dinyatakan NO karena kurang pihak, lalu pihak penggugat lakukan upaya kasasi dan hasilnya dimenangkan oleh penggugat sebagaimana putusan tingkat pertama. Lalu, atas putus tersebut melakukan PK pada 2018 dan hasil nya kalah NO," katanya.
Selanjutnya pihak penggugat mengajukan PK 2 pada 2019 dan hasilnya putusan PK membatalkan putusan PK 1 No. 57 PK/PDT.2018 mengabulkan permohonan PK kedua dari para pemohon PK dan membatalkan putusan PK 1, membatalkan putusan PT Jakarta, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta. Mengadili kembali, menyatakan putusan yang berlaku putusan Mahkamah Agung RI no 1782 K/PDT/2016 tertanggal November 2016.
"Dari putusan itu sudah jelas bahwa SHM milik mereka sudah dibatalkan sehingga tidak punya lagi kapasitas hak. Pihak Bawazier yang mengaku selaku pembeli yang beritikad baik adalah tidak benar," ujar Purnama Sutanto selaku kuasa hukum pihak Joenta.
Lebih lanjut, Purnama dan ahli waris Okke menjelaskan pihaknya menduga bahwa mereka sudah mengetahui jika tanah dan rumah itu sedang sengketa tapi justru mereka tetap membeli dari Soenaryo.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat dari pengacara Srie Meliyani pada 2008 yang mengirim surat kepada Pengadilan TInggi Jakarta perihal mohon salinan putusan MA No 1512 K/SIP/1980 tanggal 6 Oktober 1980.
"Dalam surat itu sudah jelas, mereka tahu bahwa tanah itu sedang sengketa, tapi sebulan kemudian, yakni pada Desember 2008 justru tanah itu dibeli oleh Nuraeni Bawazier. Seharusnya, kalau pembeli yang beritikad baik itu tidak seperti itu," ujarnya.
"Kami menyayangkan dengan adanya terbit sertifikat tersebut karena berdasarkan putusan pengadilan harusnya tidak melakukannya," ujarnya.
Adanya hasil putusan PK 2 yang seharusnya segera dieksekusi oleh pihak pengadilan maupun Polres Jakarta Pusat itu tidak juga dilaksanakan.
"Tiga kali eksekusi gagal terus, eksekusi yang dilakukan Pengadilan Jakarta Pusat dan Polres Jakarta Pusat tidak kunjung terlaksana. Sudah lima tahun ahli waris menunggu namun eksekusi gagal terus, aparat ini terkesan tajam ke bawah tumpul ke atas," ujarnya.(*)
Polemik Sengketa Lahan Taqy Malik, Ngaku Tak Ada Biaya Bongkar Masjid, Gaya Hidup Mewah Disorot |
![]() |
---|
Nasib Eko Patrio Usai Dinonaktif di DPR Kembali Geluti Pekerjaan Lama? Sapa Warga Diserbu Ibu-ibu |
![]() |
---|
Momen Pilu Uya Kuya Pertama Kali Masuk ke Rumah yang Dijarah, Astrid Kuya Nangis Rumah Porak Poranda |
![]() |
---|
Viral Kepsek Pakai Smart TV Bantuan Prabowo untuk Karaoke, Rieke Diah Pitaloka Beri Sindiran Menohok |
![]() |
---|
Respons Ahmad Dhani Didesak Mundur dari DPR RI, Pantang Menyerah, Berdalih Kasihan ke Pemilihnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.