Warga Protes PBB di Cirebon: Pendapatan 100 Ribu, Pajak 2,3 Juta, Rumahnya Mau Dijual ke Pejabat

Puluhan warga Kota Cirebon mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
Yayat Supriadi (44), yang beralamat di Jalan Ahmad Yani, Nomor 45, Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon menjadi salah satu warga yang menolak adanya kenaikan PBB. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON- Puluhan warga Kota Cirebon mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Cirebon, Jumat (2/8/2024).

Hal itu mengingat adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai memberatkan.

Yayat Supriadi (44), menyuarakan keberatannya terkait kebijakan tersebut yang dinilai tidak adil bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Baca juga: Puluhan Warga Keberatan PBB Naik, Perda Pajak dan Retribusi Kota Cirebon Digugat

Yayat, warga Jalan Ahmad Yani nomor 45, Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, menyampaikan keluhannya saat diwawancarai di sela-sela aksi.

Menurutnya, kenaikan pajak yang terjadi tahun ini sangat memberatkan, terutama bagi mereka yang pendapatannya tidak tetap.

"Tahun kemarin saya harus bayar pajak Rp 389 ribu."

"Tapi tahun sekarang, saya kena pajak Rp 2,3 juta."

Puluhan warga Kota Cirebon mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Cirebon, Jumat (2/8/2024).
Puluhan warga Kota Cirebon mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Cirebon, Jumat (2/8/2024). (Tribuncirebon.com/Eki Yulianto)

"Dapat stimulus 25 persen, jadi saya harus bayar pajak rumah Rp 1,8 juta," ujar Yayat, Jumat (2/8/2024).

Ia mengungkapkan, bahwa sebelumnya telah mengajukan keberatan dan mendapatkan diskon 50 persen.

Namun jumlah yang harus dibayarnya masih sekitar Rp 900 ribuan, yang tetap dirasakannya berat.

"Kalaupun iya saya bayar yang Rp 900 ribu itu, tahun depan pasti saya tetap bayar Rp 2,3 juta itu karena diskon itu belum tentu ada lagi tahun depan."

"Dengan pendapatan saya hanya Rp 100 sampai Rp 125 ribu, tentu saya sangat-sangat keberatan dengan kenaikan PBB ini," ucapnya.

Yayat menjelaskan, bahwa rumahnya berada di Pegambiran, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, sebelah kantor Kelurahan Pegambiran.

Ia menekankan bahwa tidak semua rumah di pinggir jalan dimiliki oleh orang mampu.

"Yang perlu saya tegaskan, bahwa tidak semua rumah pinggir jalan itu orang mampu."

"Sehingga, merasa keberatan dengan kenaikan PBB ini karena penghasilan saya tidak tetap."

"Kalau ada kerja buat kebutuhan sehari-hari, kalau gak ada kerjaan ya tidak ada penghasilan. Saya buruh tukang las," jelas dia.

Ia juga menceritakan beban finansial lainnya, seperti kebutuhan sehari-hari yang naik dan biaya sekolah dua anaknya yang saat ini duduk di bangku SMA.

Yayat berharap, dengan ikut serta mendukung warga lainnya yang mengajukan Judicial Review ke PN Cirebon, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bisa kembali turun.

"Harapan saya, NJOP-nya bisa kembali turun."

"Rumah saya NJOP-nya sampai Rp 1,2 miliar."

"Saya contohkan, tetangga saya bangunannya sudah besi baja 2 lantai, mau dijual Rp 650 juta saja tidak laku."

"Artinya, gimana rumah saya dihargai Rp 1,2 miliar," katanya.

Saat Yayat mendatangi Badan Keuangan Daerah (BKD) untuk protes, ia bahkan menawarkan rumahnya kepada pejabat yang bertugas.

"Saya minta rumah saya dijual ke pejabat tersebut, lalu saya pergi."

"Pejabat tersebut hanya bengong saja," ujarnya.

Aksi protes ini menjadi suara penting bagi masyarakat Cirebon yang merasakan dampak langsung dari kenaikan PBB yang dirasa tidak sesuai dengan kondisi ekonomi mereka.

Judicial Review yang diajukan diharapkan bisa memberikan keadilan bagi warga yang terkena imbas dari kebijakan tersebut.

Puluhan warga Kota Cirebon mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Cirebon, Jumat (2/8/2024).

Gugatan ini diwakili oleh lima warga, yakni Suryanapranatha, Beni Yonatha, Marlinah Ongkowidjojo, Dani Suprapto dan Bobby Hendrawan, dengan dukungan 25 saksi dari lima kecamatan di Kota Cirebon.

Kuasa hukum dari perwakilan lima warga tersebut, Hetta Mahendrati menyampaikan, materi lengkap gugatan ini dalam wawancara selepas melakukan pengajuan ke MA di Pengadilan Negeri Cirebon, Jalan Dr. Wahidin, Kota Cirebon.

“Ya, kami (tim advokasi rakyat Kota Cirebon) di sini membantu masyarakat Kota Cirebon dalam hal ini untuk pengajuan Judicial Review terkait Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang pajak dan retribusi,” ujar Hetta, Jumat (2/8/2024).

Hetta menjelaskan, bahwa sebelum mengajukan gugatan JR, pihaknya telah menempuh berbagai langkah, mulai dari urun rembuk, pertemuan dengan Pj Wali Kota, hingga demonstrasi terkait kenaikan PBB.

Namun, upaya tersebut belum mendapatkan tanggapan dari pemimpin Kota Cirebon.

“Oleh karena itu, pengajuan Judicial Review ini merupakan langkah terakhir kami yang Insya Allah semoga didengar oleh Tuhan,” ucapnya.

Menurut Hetta, terdapat banyak kejanggalan formil dalam penerbitan Perda tersebut yang tidak dilampaui oleh pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif.

Pihaknya telah menyertakan seluruh bukti dalam pengajuan gugatan ini, termasuk keterangan saksi ahli dan dokumen pendukung lainnya.

“Seluruh bukti sudah kami berikan ke Pengadilan Negeri Cirebon tadi dan bukti ini semoga menjadi lillah selama ini selama 7 bulan berjuang."

"Kami juga sudah mengupayakan mati-matian dengan cara bersurat ke Kemendagri, Kementerian Keuangan, Gubernur Jawa Barat, Kementerian Informasi dan Polda Jabar."

"Mungkin, tinggal malaikat saja yang belum kami surati,” jelas dia.

Hetta juga menyebutkan, bahwa pihaknya berharap pengajuan JR ini dapat membatalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024.

Keterangan hasil review dari Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) yang merekomendasikan pencabutan Perda tersebut juga menjadi salah satu bukti yang diajukan.

“Sebenarnya yang kami kuasakan ada lima orang warga Kota Cirebon, tapi kami didukung oleh 25 saksi yang mewakili lima kecamatan di Kota Cirebon serta masyarakat Cirebon lainnya."

"Harapan kami, pengajuan JR ini bisa dikabulkan dengan harapan 99 persen,” katanya.

Dengan adanya upaya ini, masyarakat Kota Cirebon menunda pembayaran PBB sampai ada keputusan yang baru.

Adapun pihak yang menjadi tergugat dalam pengajuan JR ini adalah Pemerintah Kota Cirebon (Pj Wali Kota dan Pj Sekda), DPRD Kota Cirebon dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Sementara, salah satu warga, Hendrawan Rizal (56) mengaku keberatan dengan munculnya perda tersebut.

Di mana, perda tersebut mengatur atas kenaikannya PBB yang sangat besar.

"Tentunya keberatan, pajak tahun ini saya naik 165 persen dengan angka yang di luar kewajaran, makanya kami protes dan minta perda tersebut dibatalkan," ujar warga Perumahan GSP tersebut. (*)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved